URnews

Milenial Percaya Tapera untuk Punya Rumah?

Tim Urbanasia, Jumat, 10 Juli 2020 17.32 | Waktu baca 4 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Milenial Percaya Tapera untuk Punya Rumah?
Image: Ilustrasi Tapera. Sumber: Urbanasia

Memiliki hunian sendiri adalah salah satu tujuan masa depan yang ingin diwujudkan banyak orang. Sebagai salah satu kebutuhan pokok hidup manusia, adanya tempat tinggal menjadi prioritas dalam merancang rencana keuangan keluarga. Karena itu, banyak anak muda yang telah berpenghasilan sendiri, mulai mempersiapkan diri untuk menata hidupnya agar kelak dapat hidup mapan dengan memiliki rumah.

Konsep Hunian Ideal

“Rencana buat beli rumah, pasti punya lah. Buat keluarga gue tinggal nantinya,” kata Hikari Putra saat ditanya Urbanasia mengenai rencana masa depannya. Bagi cowok berusia 27 tahun yang akrab disapa Hikari ini, hunian yang ideal buat dia adalah yang nggak terlalu jauh dari tempat kerjanya, masih ada lahan hijau, dan bercuaca dingin. Selain itu, yang terpenting buat Hikari adalah harganya.

“Yang pasti harganya dulu. Yang penting, kalau ada harga, ada uang, nanti bisa (memikirkan) konsep (rumah). Pengennya sih di pinggiran Jakarta, tapi jangan jauh-jauh banget. Paling ya di Bogor. Masih enak, adem, ada lahan hijau, tapi nggak terlalu jauh dari Jakarta. Harganya juga masih lumayan (murah) dibanding di Jakarta yang udah mahal banget,” papar Hikari.

Demi merealisasikan impian masa depannya, Hikari pun terbuka terhadap alternatif cara pembiayaan rumah, termasuk Tapera yang akan ditawarkan pemerintah. Meski mengaku belum memahami betul seluk beluk Tapera, Hikari menaruh harapan besar pada program ini. Menurutnya, program yang Peraturan Pemerintahnya baru disahkan Presiden Jokowi bulan Mei lalu ini, memiliki sisi positif yaitu membuatnya harus menabung. Selain itu, memiliki rumah adalah sebuah investasi yang nggak ada ruginya karena harga rumah selalu naik setiap tahun.

Jumlah Setoran Perlu Dipertimbangkan

ilustrasi-uang1.jpgSumber: Ilustrasi uang. (Pixabay)

Meski begitu, Hikari masih belum sreg dengan peraturan Tapera yang mewajibkan jumlah setoran yang disisihkan dari gajinya.

“Kalau diwajibkan sih nggak setuju ya, karena kita kan punya banyak kebutuhan untuk hidup. Jadi, kalau bisa sih jangan diwajibkan,” ungkapnya.

Kegelisahan milenial seperti Hikari ini, sangat dipahami dan dianggap wajar oleh para pengamat keuangan. Financial Planner Aidil Akbar mengatakan, kebijakan pemotongan gaji sebesar 3% ini rentan menimbulkan goncangan ekonomi buat mereka yang penghasilannya ‘nanggung’. ‘Nanggung’ di sini maksudnya tidak bisa dikategorikan sebagai masyarakat miskin, namun juga belum bisa dianggap kaya. Yaitu, mereka yang penghasilannya di rentang sedikit lebih besar dari UMR.

“Mungkin sebagian orang bilang kecil potongannya, tapi itu buat mereka yang penghasilannya besar. Tapi, kalau buat yang penghasilannya kecil, itu akan sangat terasa,” papar Aidil.

“Nah, kemudian untuk sisi financial shop planning-nya. Untuk masyarakat yang penghasilannya UMR atau sedikit di atas UMR, atau di Jakarta kisaran 4,5 juta sampai 10 juta. Jangan sampai mereka yang penghasilannya dianggap tinggi, oh penghasilannya 9,5 juta. Padahal, mereka masih belum mampu beli rumah, tapi dianggap (mampu) karena penghasilannya di atas sekian. Lalu, mereka nggak boleh ngambil (dana), ini hanya boleh untuk orang yang penghasilannya di bawah UMR. Wah, kasian banget mereka, ya kan?” lanjut Aidil.

Prioritas yang Berbeda

Sementara itu, Samkhan Karim, seorang karyawan swasta di Jakarta, lebih mempertimbangkan masalah prioritas pengeluaran. Buat cowok 30 tahun yang akrab dipanggil Samkhan ini, tidak semua orang menjadikan rumah sebagai prioritas utama dalam mengatur keuangan. Ada orang yang bekerja keras dan menabung demi bisa membeli rumah. Namun, ada pula orang yang lebih suka menabung dan membuat usaha. Setelah usahanya berkembang dan menghasilkan lebih banyak uang, barulah memikirkan untuk membeli rumah.

Meski begitu, Samkhan berandai-andai bahwa jika berhasil mendapatkannya, tawaran Tapera ini cukup menarik buat dia.

“Andai belum punya rumah sih sangat tertarik (dengan program ini). Karena, siapa yang nggak pengen punya rumah? Tapi dengan catatan, sudah ada kejelasan dan transparasi bagaimana skema pelaksanaannya,” ucap Samkhan.

Jangan Menjadi Beban

1593319598-Gajian.jpgSumber: Freepik

Hanya saja, dengan pertimbangan kondisi keuangan saat ini, Samkhan mengharapkan bahwa UMR tiap daerah bisa dinaikkan, agar masyarakat tidak menjadi terbebani dengan pemotongan gaji sebagai setoran bulanan Tapera.

Dengan situasi saat ini di mana banyak masyarakat mengalami kesulitan ekonomi akibat pandemi COVID-19, program pemerintah yang mewajibkan masyarakat mengurangi take home pay-nya untuk menabung di Tapera, dianggap kurang strategis timing-nya.

Beberapa kalangan mengkhawatirkan bahwa pelaksanaan program ini hanya akan menjadi motif terselubung pemerintah untuk menghimpun dana dari masyarakat, sebagai sumber pembiayaan anggaran negara. Semoga negara bisa membuktikan bahwa kegelisahan masyarakat ini tidak benar adanya.
 

 

 

 

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait