URedu

11 Bahasa Daerah Punah, Kemendikbud Ciptakan 5 Program Perlindungan Bahasa

Nunung Nasikhah, Jumat, 6 Maret 2020 10.01 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
11 Bahasa Daerah Punah, Kemendikbud Ciptakan 5 Program Perlindungan Bahasa
Image: Ilustrasi bahasa daerah. (Dinas Pendidikan Kabupaten Blora)

Jakarta – Tahukah kalian jika 11 bahasa daerah di Indonesia telah punah? Hasil ini didapatkan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI setelah melaksanakan pemetaan.

Sebelas bahasa daerah tersebut yakni Bahasa Tandia dari Papua Barat, Bahasa Mawes dari Papua, Bahasa Kajeli/Kayeli dan Bahasa Piru dari Maluku.

Begitu juga dengan Bahasa Moksela, Bahasa Palumata, Bahasa Hukumina, Bahasa Hoti, Bahasa Serua, Bahasa Nila yang semuanya berasal dari Maluku ditambah Bahasa Ternateno dari Maluku Utara.

“Sebuah bahasa disebut punah, hitungannya bukan dalam sebulan atau dua bulan, melainkan puluhan tahun. Dalam tiga tahun terakhir, jumlah bahasa (daerah) yang punah tidak berubah, masih tetap 11 bahasa,” ujar Kepala Badan Bahasa Kemendikbud Dadang Sunendar, seperti dikutip dari kemdikbud.go.id (6/3/2020).

Untuk mencegah semakin bertambahnya bahasa daerah yang punah, pemerintah melalui Badan Bahasa Kemendikbud memiliki lima program utama pelindungan bahasa dan sastra.\

Baca Juga: Mengenal Hyperpolyglot, Orang yang Bisa Menguasai Banyak Bahasa

Lima program utama pelindungan bahasa dan sastra tersebut adalah Pemetaan Bahasa dan Sastra, Kajian Vitalitas Bahasa dan Sastra, Konservasi Bahasa dan Sastra, Revitalisasi Bahasa dan Sastra, dan Peta dan Registrasi Bahasa dan Sastra Daring.

Dadang menuturkan, setelah melakukan proses pemetaan untuk bahasa yang terancam punah, Badan Bahasa akan menurunkan peneliti untuk menyisir kota atau daerah yang teridentifikasi terancam punah dari ratusan bahasa daerah yang ada.

“Jadi mana (bahasa) yang secara hipotesis mulai terancam dan penurunannya drastis,” tandasnya.

Ia menambahkan, ada beberapa hal yang menjadi hambatan dalam pemetaan dan penelitian bahasa yakni terbatasnya jumlah peneliti dan anggaran.

“Lima provinsi yang banyak terancam punah secara geografis lokasinya sangat jauh. Selain itu (lamanya) peneliti berada di lokasi penelitian hanya bisa satu atau dua minggu,” kata Dadang.

Baca Juga: Rahasia di Balik "Malangan", Keunikan Bahasa Orang Malang

Untuk menyiasatinya, Badan Bahasa menjalin kerja sama dengan pemerintah daerah. Badan Bahasa juga mengoptimalkan upayanya melalui unit pelaksana teknis (UPT) Kemendikbud, yaitu Balai Bahasa yang tersebar di berbagai provinsi.

“Kita sudah bekerja sama dengan peneliti yang divalidasi pemda setempat dan Balai Bahasa di provinsi,” ujar Dadang.

Kerja sama antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam upaya pelindungan bahasa tersebut sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.

Dalam UU tersebut, pasal 41 menyebutkan bahwa Pemerintah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra Indonesia agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, sesuai dengan perkembangan zaman.

Selain itu, dalam pasal 42 disebutkan, Pemerintah daerah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra daerah agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan perkembangan zaman dan agar tetap menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait