URedu

COVID-19: Derita Bersama, Atasi Bersama

Firman Kurniawan S, Kamis, 19 Maret 2020 19.06 | Waktu baca 4 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
COVID-19: Derita Bersama, Atasi Bersama
Image: Seorang warga mengenakan masker saat deklarasi Bersama Lawan Corona (COVID-19). (Ilustrasi/ANTARA FOTO)

Jakarta - Saat tulisan ini disusun, Indonesia memasuki hari ke-15 pasca diumumkannya secara resmi, adanya warga Indonesia dan tinggal di Indonesia, yang tertular Corona Virus. Pengumuman yang langsung disampaikan Presiden Jokowi itu, menyangkut 2 warga Depok yang positif menderita Covid-19. 

Terkonfirmasi melalui Juru Bicara Pemerintah untuk penanganan Virus Corona Ahmad Yurianto, telah ada 227 kasus positif terjangkit Coronavirus, 11 dinyatakan sembuh dan 19 meninggal dunia.

Sejak tanggal 2 Maret 2020 itu, keraguan panjang yang dialami masyarakat Indonesia memperoleh jawaban. Entah lantaran lega atau justru kekhawatiran yang terpendam jadi kenyataan, pengumuman itu ditanggapi beragam. Itu semua termanifestasi dalam bentuk kecemasan batin maupun panic buying. 

Masyarakat memborong aneka kebutuhan pokok, hand sanitizer, alcohol 70%, masker wajah, multivitamin, aneka herbal tradisional yang dipercaya dapat menangkal serangan virus, di pusat-pusat perbelanjaan. Alih-alih melakukan tindakan yang sama, komedian Aming Sugandhi mengkritik keras perilaku panic buying yang dilakukan masyarakat.

“Pada akhirnya, bukan Corona yang membunuh kita. Tapi saudara sendiri yang punya duitlah. Berbondong-bondong ngeborong, ampe stock kosong,” katanya. 

Kepanikan yang terwujud sebagai tindakan antisipasi berlebihan, yang malah bisa jadi pembunuh yang lebih jahat. Kepanikan masyarakat yang terpendam, bak air bah tumpah yang mencari jalannya sendiri-sendiri ketika akhirnya negara mengkonfirmasi tak ada warga negara yang bisa kebal virus, termasuk Warga Negara Indonesia. 

Masyarakat yang sudah menyimpan tanya, selama kurang lebih 2 bulan, memperoleh tanggapan yang tak semestinya dari otoritas kesehatan yang harusnya melindungi masyarakat. Termasuk dalam melindungi, adalah diberikannya informasi yang tepat. Corona Virus mulai terdeteksi di Wuhan – China akhir 2019. 

Ia menyebar menular dengan cepat dan merenggut banyak nyawa dalam waktu singkat di berbagai negara. Peristiwa ini punya magnitude pengaruh yang sangat besar bagi masyarakat. Dan masyarakat Indonesia menunggu informasi: kalau ada warga negara yang tertular berapa jumlahnya, dan jika tak tertular, kok bisa? Apa yang dimiliki bangsa ini sehingga memiliki keistimewaan tak tertular?

Harap-harap cemas masyarakat Indonesia, yang menyaksikan dahsyatnya persebaran Corona Virus di dunia, dibandingkan tanggapan otoritas yang tak sesuai harapan, menimbulkan information imbalanced, ketakseimbangan informasi. 

Sebuah kondisi yang melahirkan keadaan tidak nyaman: rasa cemas, tak pasti, gelisah, bahkan gangguan mental yang menekan, akibat ancaman nyata persebaran virus yang seakan-akan segera menularinya. 

Keadaan yang membutuhkan penyeimbangan segera ini, dapat diringankan lewat informasi yang memberi kepastian dan ketenangan. Sayangnya, ketika pencarian informasi dilakukan, yang terjadi malah kekosongan informasi. 

Penjelasan yang harusnya disediakan secara berkualitas oleh otoritas yang bertanggung jawab , justru diisi oleh informasi spekulatif, hoaks, informasi yang memuat kepentingan politik, ekonomi atau sosial tertentu. Di tengah ancaman pandemic, justru yang terjadi infodemic. Keadaan yang justru menggiring masyarakat tersesat.

Dalam perkembangan hingga hari ini, ada yang mulai bertanya kepada saya, terkait perhatian saya pada persoalan-persoalan komunikasi: apa yang bisa dilakukan warga negara, kaum usia muda, kaum berpendidikan di atas rata-rata, selain menunggu instruksi pemerintah, dalam memimalkan penularan Covid-19? 

Sebab tak jarang ketika mencoba memberi penjelasan kepada kerabat, saudara, misalnya yang ada di group WA, justru reaksi dalam bentuk panik dan tindakan tak terduga, sebagai reaksinya. Bisa dipahami, masyarakat yang semula menganggap Covid-19 adalah permasalahan elite di Jakarta, dibicarakan di Jakarta dengan bahasa Jakarta, jadi tersadar, bahwa ancaman itu nyata ada di sekitarnya. 

Sayangnya, kesadaran itu hadir dalam wajah yang mengerikan: fakta yang tertular meningkat drastis, persebarannya bertambah luas, dan tak jarang jarak
kematiannya pun pendek. 

Ada penderita yang dikabarkan terjangkit 2 hari dan kemudian meninggal. Atau ada pula penderita yang semula tak dinyatakan jelas penyakitnya tiba-tiba meninggal dengan positif Covid-19. Covid-19 hadir dengan sisi yang menyeramkan. Dan kenyataannya memang demikian.

Maka untuk menghindari berbagai kepanikan sosial, dapat dikembangkan informasi-informasi dasar, dan lebih ideal dengan pendekatan berbasis kultural. Bahwa Covid-19 adalah penyakit yang ditimbulkan oleh virus, penyebarannya lewat material yang dikeluarkan orang yang telah positif tertular, saat mereka batuk atau bersin. 

Material itu ketika melekat pada permukaan benda, masih hidup virusnya. Sehingga ketika tersentuh orang sehat dan masuk ke sistem tubuhnya akan menular. Cara penularannya pun sangat sederhana, karenanya jumlah penderita meningkat dengan cepat.

Namun di balik sederhananya proses penularan, pencegahannya juga sederhana, namun perlu dilakukan secara luar biasa. Persebaran penularan hanya bisa ditekan, dengan drastis mengubah kebiasaan: rajin cuci tangan, menutup wajah dengan masker penutup wajah saat sedang batuk atau bersin, menjaga jarak sosial dengan orang lain. 

Yang terakhir ini perlu, karena bisa jadi seseorang sudah tertular, namun tak disertai gejala. Menjaga jarak, berarti menjauhkan jangkauan dari terkontaminasi virus. Informasi-informasi dasar namun mutlak pelaksanaannya ini, dapat disampaikan siapapun yang memiliki akses media sosial, memiliki follower dalam jumlah besar dan mampu mengemas konten secara inovatif. Informasi dikemas dalam berbagai bentuk
konten. 

Misalnya, jika hari ini tiktok sedang jadi medium yang marak dikonsumsi publik, tak ada salahnya konten ini digunakan untuk menyampaikan pesan. Vietnam, Thailand, Singapore, dan Philipina menggugah partisipasi pesohornya untuk menyampaikan informasi dengan cara menarik melalui media sosial mereka. 

Korea Selatan mengundang para selebritas di negara tersebut untuk mendonasikan sebagian penghasilannya, guna dibelanjakan berbagai keperluan terkait pencegahan penularan Covid-19.

Rasanya, hari ini sudah saatnya semua unsur masyarakat bergerak bersama ke arah yang sama, mencegah penularan dengan pendekatannya masing-masing. Dengan cara yang luar biasa.


**) Penulis merupakan Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia, pemerhati Budaya dan Komunikasi Digital, serta pendiri LITEROS.org, Firman Kurniawan S

**) Tulisan ini merupakan tanggung jawab penulis secara pribadi, bukan pandangan Urbanasia

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait