URnews

Epidemiolog UGM: Vaksin Dosis Ketiga Baiknya Mengacu Data Riset

Shelly Lisdya, Kamis, 15 Juli 2021 16.12 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Epidemiolog UGM: Vaksin Dosis Ketiga Baiknya Mengacu Data Riset
Image: Vaksinasi di stasiun. (Instagram @kai121)

Jakarta - Pemerintah berencana memberikan vaksin dosis ketiga bagi tenaga kesehatan, seiring melonjaknya kasus COVID-19 varian delta dan banyaknya angka kematian nakes. 

Dengan adanya rencana pemberian vaksin dosis ketiga ini, Epidemiolog UGM, Bayu Satria Wiratama mengatakan, jika sebenarnya belum mendesak dan belum ada jaminan pemberian vaksin dosis ketiga bagi nakes bisa bebas dari paparan COVID-19 varian delta. Menurutnya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang menjadi penyebab kematian bagi nakes tersebut.

“Bukti yang ada belum kuat bahwa dosis ketiga apakah ini diperlukan terutama untuk varian delta. Yang lebih penting adalah mengetahui dulu apa penyebab pasti nakes yang menurut asumsi sudah banyak yang mendapatkan vaksinasi tapi masih terkena dan angka kematiannya masih tinggi. Apakah memang efektifitas vaksin yang rendah atau ada penyebab lain?" kata Bayu seperti dikutip Urbanasia, Kamis (15/7/2021).

Menurutnya, bukti yang menunjukkan bahwa varian delta menyebabkan COVID-19 lebih parah daripada varian sebelumnya masih sangat sedikit sehingga belum bisa disimpulkan varian ini lebih ganas. Hanya saja, terkait varian delta lebih menular memang buktinya sudah lebih kuat. 

“Lebih menular ini yang menyebabkan kenapa lebih banyak kasus yang berat ketika varian Delta muncul. Karena varian Delta menyebabkan lebih banyak orang sakit dan hal ini akan berbanding lurus dengan meningkatnya orang yang bergejala sedang-berat. Jadi, bukan karena variannya sendiri secara langsung,” imbuhnya.

Banyaknya kasus kematian karena positif virus corona, maka pasien yang membutuhkan perawatan juga meningkat, padahal kapasitas rumah sakit tidak bisa bertambah dengan cepat. Akibatnya, banyak pasien yang tidak mendapatkan perawatan di rumah sakit rujukan. 

“Kondisi ini menyebabkan angka kematian meningkat,” ungkapnya.

Dari data Kementerian Kesehatan menyebutkan sekitar 90 persen kasus kematian COVID-19 lebih banyak terjadi pada orang yang belum divaksinasi, menurut Bayu angka tersebut terlalu optimis karena angka sebenarnya masih di bawah itu. 

“Namun, bagi saya masih cukup bagus untuk mengurangi fatalitas pada COVID-19,”katanya.

Bayu sependapat bahwa pemerintah tengah menggenjot program vaksinasi di tengah banyaknya warga yang enggan melakukan vaksin serta masih melonjaknya kasus dan kamar khusus COVID-19 di rumah sakit yang penuh. 

“Saya setuju dengan langkah mempercepat vaksinasi yang seharusnya juga didukung dengan edukasi dan langkah pemberantasan info hoax agar orang semakin yakin untuk vaksin. Tapi info hoax ternyata lebih masif sehingga hal itu menghambat proses peningkatan angka vaksinasi,” tegasnya.

Apabila virus corona terus bermutasi dan lebih ganas hingga cepat menular, apakah vaksin yang disuntik sebelumnya masih tetap efektif menangkal virus Menurut Bayu virus SARS-CoV-2 tetap terus bermutasi sehingga perlu vaksin yang lebih baru lagi. Bahkan, semua vaksin yang ada saat ini dapat diperbarui sesuai dengan hasil penelitian yang ada. 

“Apabila dinilai varian yang baru benar-benar dapat mengurangi signifikan kemampuan vaksin terhadap virus SARS-CoV-2 maka akan dibuat semacam booster untuk vaksin tersebut. Namun, itu pun jika memang ada alokasi khusus yang tidak mengganggu vaksinasi secara umum maka bisa diberikan,” pungkasnya.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait