URedu

Fenomena Kata 'Aing' yang Dinilai Kasar dalam Bahasa Sunda, Dosen Unpad: Nggak Masalah

Shelly Lisdya, Sabtu, 17 April 2021 19.14 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Fenomena Kata 'Aing' yang Dinilai Kasar dalam Bahasa Sunda, Dosen Unpad: Nggak Masalah
Image: Fenomena kata 'aing' (ilustrasi: KamusLengkap.com)

 

Jakarta - Guys, kalian pasti sering melihat kata 'aing' berseliweran di media sosial atau mendengar orang bercakap menggunakan kata tersebut, kan? Dalam bahasa sunda, kata 'aing' sendiri memiliki arti 'saya'.

Nah, sayangnya penggunaan aing dalam ragam percakapan bahasa Indonesia menimbulkan perdebatan. Pasalnya dalam tata krama bahasa Sunda, kata ini termasuk ke dalam jenis bahasa kasar.

Menyikapi fenomena kebahasaan tersebut, Dosen Program Studi Sastra Sunda Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran (Unpad), Gugun Gunardi mengatakan, kata 'aing' boleh saja digunakan penutur bahasa Sunda maupun di luar Sunda selama konteks komunikasi dilakukan dengan penutur lain yang berusia sama.

“Bahasa kasar bisa menjadi halus tergantung intonasi yang digunakan,” ujarnya seperti dikutip Urbanasia, Jumat (16/4/2021).

Baca juga: Sekolah Kedinasan Mulai Dibuka, Lulusan Bisa Jadi Calon PNS

Kendati secara tingkatan bahasa termasuk kasar, kata sapaan ini kerap digunakan penutur bahasa Sunda untuk menjalin percakapan standar. Bahkan, 'aing' bisa saja digunakan untuk percakapan dengan teman sebaya sebagai ungkapan candaan atau hiburan.

“Dalam bahasa Sunda, selama penggunaannya tidak mementingkan tingkat tutur bahasa menjadi tidak masalah,” tambahnya.

Gugun pun memandang positif penggunaan kata 'aing' dalam percakapan bahasa Indonesia. Menurutnya, setiap bahasa dipengaruhi oleh bahasa lain. Penggunaan 'aing' sebagai kata ganti orang pertama di luar penutur bahasa Sunda, dipandang akan bisa memopulerkan eksistensi bahasa Sunda di tingkat nasional.

Kendati demikian, kata Gugun, penutur juga wajib mengetahui tingkat tutur bahasa Sunda. Minimal, penutur mengetahui mana kata yang masuk ke dalam ragam bahasa Sunda kasar, sedang, hingga halus.

“Silakan gunakan bahasa Sunda itu. Dengan intonasi tertentu, kata kasar itu bisa menjadi bagus, dan tidak digunakan untuk mem-bully atau memojokkan orang lain,” ujar Gugun.

Baca juga: 3 Tips Persiapan Pembelajaran Tatap Muka, Apa Saja? 

Ahli linguistik ini memperkirakan, kata 'aing' pertama kali dipopulerkan oleh Bobotoh, atau komunitas pendukung klub sepak bola Persib Bandung. Banyaknya jargon yang menggunakan 'aing' oleh Bobotoh menyebabkan kata tersebut digunakan banyak orang di luar penutur Sunda sebagai pengganti “gua” atau “aku”.

Karena dipakai oleh sosiolek, atau penutur dari kelompok sosial tertentu, maka orang di luar komunitas menjadi terpengaruh untuk menggunakan kata serupa dalam percakapan sehari-hari.

“Orang lain yang tidak paham dengan kata 'aing' dianggap sebagai kata gagah yang menjadi penanda komunikasi. Saya melihat fenomena 'aing' itu sering digunakan di luar penutur bahasa Sunda,” pungkasnya.

 

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait