URnews

Filipina Resesi, PDB Merosot 16,5 Persen karena COVID-19

Nunung Nasikhah, Jumat, 7 Agustus 2020 08.16 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Filipina Resesi, PDB Merosot 16,5 Persen karena COVID-19
Image: Ilustrasi resesi. (Freepik/pikisuperstar)

Manila - Filipina dikabarkan jatuh ke dalam lubang resesi setelah terjadi kontraksi di kuartal kedua (Q2) karena kebijakan lockdown yang diterapkan oleh pemerintahan setempat.

Melansir informasi dari South China Morning Post (7/8/2020), perekonomian di wilayah setempat yang terhambat karena pandemi COVID-19 itu telah menghancurkan bisnis dan membuat jutaan orang kehilangan pekerjaan.

Selain itu, produk domestik bruto (PDB) Filipina juga menyusut 16,5 persen per tahun pada kuartal kedua, saat negara tersebut menerapkan kebijakan lockdown terlama di dunia untuk memperlambat penyebaran virus corona.

Penyusutan PDB tersebut mengikuti kontraksi 0,7 persen dalam tiga bulan pertama tahun ini. Hal tersebut juga menjadi penyusutan ekonomi terbesar sejak tahun 1981 selama kepemimpinan Ferdinand Marcos. Ini adalah resesi pertama Filipina dalam tiga dekade.

Masa depan negara kepulauan tersebut cukup suram. Terlebih dengan jumlah infeksi virus corona yang melonjak melewati angka 115.000 dalam minggu ini.

“Tanpa ragu, pandemi dan efek buruknya pada ekonomi sedang menguji ekonomi tidak seperti sebelum-sebelumnya,” kata Sekretaris Perencanaan Sosial Ekonomi Filipina, Karl Chua.

“Tetapi tidak seperti krisis sebelumnya, Filipina sekarang berada dalam posisi yang lebih kuat untuk mengatasi krisis,” imbuhnya.

Lebih dari 27 juta orang di Manila dan empat provinsi sekitarnya di pulau utama Luzon, yang menyumbang lebih dari dua pertiga output ekonomi negara itu, harus kembali menjalani lockdown parsial selama dua minggu untuk membantu meringankan beban pasien di rumah sakit.

Hanya saja, Presiden Rodrigo Duterte enggan memperketat pembatasan tersebut karena telah banyak jutaan orang yang kehilangan pekerjaan pada lockdown pertama.

Rodrigo Duterte juga telah memperingatkan bahwa negara tersebut tidak dapat ‘tutup’ lebih lama lagi.

“Masalahnya adalah kami tidak punya uang lagi. Saya tidak bisa memberikan makanan dan uang lagi kepada orang-orang,” kata Duterte, seperti dikutip dari South China Morning Post (7/8/2020).

Selain terpukul karena memburuknya perekonomian dalam negeri, kesengsaraan ekonomi Filipina juga ditambah dari berkurangnya remiten dari para pekerja di luar negeri yang biasanya mengirim uang ke keluarganya setiap bulan.

Uang kiriman dari pekerja di luar negeri tersebut yang selama ini memicu pengeluaran konsumen pendorong utama pertumbuhan negara.

Remiten tersebut turun 6,4 persen dalam lima bulan pertama di 2020, dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Menurut bank sentral, hal tersebut terjadi karena ribuan pelaut, pekerja bersih-bersih dan pekerja konstruksi yang bekerja di luar negeri telah banyak kehilangan pekerjaan dan kembali ke rumah.

Tak hanya itu. Badan Statistik setempat juga mengatakan, belanja konsumen pada kuartal kedua juga tercatat telah mengalami penurunan sebanyak 15,5 persen.

“Ini akan menjadi jalan yang sulit menuju pemulihan karena pertukaran antara pemulihan ekonomi dan kesehatan akan tetap menjadi tantangan besar bagi sektor swasta dan publik,” ujar kepala ekonom di Bank of the Philippine Islands, Emilio Neri.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait