URguide

Generasi Milenial, Si Penguasa Era Digital

Ika Virginaputri, Jumat, 24 September 2021 23.56 | Waktu baca 5 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Generasi Milenial, Si Penguasa Era Digital
Image: Generasi Milenial (ilustrasi : Adobe Stock Images)

Istilah milenial sudah sangat akrab didengar, dilihat, dan dibaca di manapun. Meskipun banyak yang salah kaprah dan mengartikan milenial sebagai seluruh generasi muda, istilah milenial sendiri sebenarnya menunjuk pada orang-orang yang lahir antara tahun 1980 – 1995. Milenial juga disebut sebagai generasi Y, karena lahir setelah generasi X (1965 – 1979).

Generasi milenial adalah generasi muda yang identik dengan tren kekinian dan serba canggih. Dengan sejumlah karakter khas yang menonjol, milenial dianggap memiliki keistimewaan tersendiri dibanding generasi lain. Apa aja sih, istimewanya si milenial ini?

Generasi Terbaik di Era Terbaik  

Menurut data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 2015, jumlah milenial pernah mendominasi populasi dunia dibanding generasi pendahulunya. Indonesia bahkan masuk dalam daftar 'Millennials Majors', yaitu 5 negara dengan penduduk milenial terbanyak selain Brazil, India, Cina dan Amerika Serikat.

Meskipun saat ini jumlah generasi Z lebih banyak, peran milenial diyakini masih memegang pengaruh penting untuk perubahan dunia. Pasalnya, milenial adalah generasi pertama di dunia yang tumbuh besar di era digital dan globalisasi. Hal inilah yang bikin milenial terkenal aktif, ambisius, pintar bersosialisasi, open-minded, dan sangat kreatif.

Menurut psikolog Ruang Tumbuh, Irma Gustiana Andriyani, digitalisasi dan globalisasi juga meningkatkan kemampuan adaptasi para milenial.

"Memang milenial ini termasuk yang mudah beradaptasi ya, karena mereka bermigrasi dari zaman sebelum ada media sosial, ke zaman adanya media sosial dan internet," jelas Irma kepada Urbanasia. "Jadi mereka memang mostly tanggap terhadap perubahan. Dan mereka mau belajar untuk melek teknologi. Setelah terpapar teknologi, mereka nggak stuck. Mau tetap meng-update dan meng-upgrade kemampuan dirinya pelan-pelan," imbuhnya.

1632502652-IrmaGust.jpgSumber: Irma Gustiana Andriani, psikolog pendiri RuangTumbuh.id (Foto: instagram @ayankirma)

Sebagai generasi yang lebih dulu lahir dan lebih banyak belajar, boomers dan generasi X mungkin lebih berpengalaman. Namun, keuntungan lahir di era yang tepat, bikin milenial nggak butuh waktu lama untuk meraih posisi puncak karir. 'Work smart'-nya milenial mengalahkan 'work hard'-nya boomers dan generasi X. 

 "Generasi milenial ini kan usianya sekarang memang sudah cukup matang, jadi achievement-oriented gitu. Pencapaian-pencapaian apa yang penting bagi dia, baik terkait sama diri pribadi, kerjaan maupun keluarga. Di tempat kerjanya pun mereka juga sudah mendapat posisi yang cukup baik, sehingga settled," papar Irma.

Satu lagi alasan kenapa milenial disebut generasi terbaik yang hidup di masa terbaik pula. Tak heran kalau di usia muda tak sedikit milenial yang sudah dipercaya sebagai pemimpin dan pengambil keputusan. Mark Zuckerberg (bos Facebook), Mike Krieger dan Kevin Systrom (pembuat Instagram), William Tanuwijaya (pendiri Tokopedia), serta Nadiem Makarim (pendiri Gojek dan Mendikbud Ristek) adalah nama-nama milenial sukses. Tak ketinggalan daftar pemimpin-pemimpin dunia juga sudah mulai banyak diisi milenial. Yang paling populer tentu saja Kim Jong-un di Korea Utara. Selain itu, ada Perdana Menteri Finlandia, Sanna Marin, dan Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern.

Dari Fleksibel Hingga Manja

Kemampuan adaptasi milenial yang disebut Irma ternyata juga ikut dibentuk oleh kejadian bersejarah, salah satunya krisis ekonomi. Di Indonesia sendiri, krisis ekonomi yang terjadi tahun 1998, membuat milenial kita mengalami masa transisi dari era Orde Baru ke era Reformasi. Hasilnya, milenial punya sifat yang lebih fleksibel dibanding generasi pendahulunya. Contohnya, lebih praktis dalam memecahkan masalah dan sangat menghargai perbedaan. Saking fleksibelnya, terkadang milenial ini punya karakter-karakter yang kontradiktif. Misalnya nih, di satu sisi milenial bisa aktif dan ambisius banget. Tapi di sisi lain juga terkenal pemalas, tidak sabaran, dan maunya serba instan karena terbiasa dengan kemudahan teknologi.

Ngomongin soal karakter milenial, Antropolog Universitas Gadjah Mada, Agus Indiyanto, berkeyakinan bahwa sifat malas milenial ini juga akibat terlalu dimanja oleh boomers, generasi yang merupakan orang tua mereka.

"Karakter yang melekat pada generasi sekarang ini tuh sebenernya tidak bisa dibebankan kepada mereka sendiri. Karena memang setiap zaman itu kan punya tantangan dan peluangnya masing-masing," kata Agus kepada Urbanasia. 

1632502750-AgusInd1.jpgSumber: Agus Indiyanto, antropolog urban Universitas Gadjah Mada (Foto: Dok pribadi)

"Nah yang menjadi persoalan itu adalah anak-anak sekarang menjadi seperti itu, karena selain adanya peluang-peluang baru yang ditawarkan kemudahan-kemudahan teknologi, tapi juga andil dari bapak-bapaknya, generasi kami ini, yang sebelumnya mengalami berbagai macam kesulitan dalam mencapai semua yang bisa diraih,” jelas Agus.

Menurut Agus, orangtua dari generasi milenial yang sebelumnya mengalami kesulitan karena kondisi sosial, ekonomi, dan politik pada masa dewasanya, kemudian terlalu sayang pada anaknya bahkan cenderung memanjakan anak. Akibatnya, tak sedikit milenial yang tumbuh menjadi sosok yang penuntut, manja, dan kurang mau berusaha keras.

Sementara itu, dalam buku yang ditulis tahun 2016, Yoris Sebastian menyebut milenial sebagai Generasi Langgas. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, 'langgas' diartikan sebagai bebas dan tidak terikat. Istilah ini lekat dengan kurangnya komitmen, sikap senang bermain-main alias nggak serius dan suka mengeksplorasi.

Karakter langgas ini terlihat dari survey situs pencari kerja Jobstreet di akhir 2015 yang menyatakan bahwa 65,8 persen generasi Y atau milenial hanya bertahan satu tahun di satu perusahaan. Jika mereka merasa nggak bahagia bekerja di sebuah perusahaan, maka mereka bakal langsung memutuskan pindah. Mengutip laman Jobstreet, milenial sebenarnya alergi dengan 'office hours' dan sangat menjunjung tinggi fleksibilitas. Penelitian Bentley University di Massachusetts, Amerika Serikat mengatakan, 77% generasi milenial merasa lebih produktif di tempat kerja dengan jadwal kerja yang lebih fleksibel. Mereka percaya pekerjaan di era digital dapat dilakukan kapanpun dan di manapun.

Paling Boros, Paling Praktis

Dari sederet karakter khusus tersebut, nggak berlebihan kiranya kalau milenial menyandang predikat sebagai ‘pencinta kebebasan yang selalu mencari kemudahan’. Selain itu, kebutuhan untuk terus meng-update dan meng-upgrade diri, membuat milenial punya gaya hidup Fear of Missing Out (FOMO).

Karakter FOMO ini telah membuat rata-rata milenial terjebak dalam perilaku konsumtif. Apalagi, di zaman cashless society saat teknologi menawarkan transaksi yang simpel dan serba cepat. Tanpa sadar, tahu-tahu isi rekening sudah terkuras. Kebiasaan ngopi, gonta-ganti gadget, belanja baju, dan travelling rutin untuk dipamerin di media sosial, sudah jadi kebutuhan rutin milenial.

Tak heran bahwa survey GoBankRates di tahun 2019 menunjukkan kalau milenial di belahan dunia manapun adalah generasi paling boros dibanding generasi lain, karena hobinya menghabiskan uang untuk hal-hal nggak penting. Akibatnya, rata-rata milenial jadi kurang suka menabung dan investasi. Mereka lebih memprioritaskan gaya hidup daripada bikin perencanaan keuangan. Padahal, banyak milenial yang terjepit sebagai sandwich generation, kondisi di mana mereka harus membiayai orang tua, diri sendiri, dan anak-anaknya.

Fenomena ini lantas melahirkan tren-tren baru yang diadopsi milenial untuk memutus mata rantai generasi sandwich. Misalnya, keputusan untuk childfree atau nggak punya anak, frugal living yang menekankan gaya hidup hemat, dan minimalisme, hidup sederhana dengan memiliki sedikit barang. Selain untuk mengurangi beban ekonomi, gaya hidup khusus tersebut juga dinilai lebih praktis. Sumber daya berupa uang, pikiran, waktu dan energi yang mereka miliki bisa dialihkan untuk hal lain.

Namun, milenial atau bukan, setiap orang memiliki idealisme masing-masing untuk menjalani hidupnya. Memilih gaya hidup frugal living, minimalisme, atau childfree, tentunya punya efek dan konsekuensi yang berbeda-beda. Karenanya, apapun gaya hidup yang kamu jalani, pastikan rencananya disiapkan dengan matang dan penuh perhitungan ya, guys?

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait