Berkaca dari Gaga-Laura, Psikolog: Perempuan Lebih Rentan Kena Toxic Relationship

Jakarta - Kisah percintaan selebgram Gaga Muhammad dan Edelenyi Laura tengah ramai diperbincangkan di media sosial. Hal tersebut ramai usai Laura membuka siapa sosok Gaga menurut pandangannya.
Laura mengungkapkannya lewat unggahan foto-fotonya dengan Gaga. Dia terang-terangan menyebut bahwa Gaga yang menyebabkan dirinya harus terbaring di tempat tidur karena kecelakaan mobil di tahun 2019.
Laura juga menyebut bahwa Gaga adalah benalu. Pasalnya, menurut Laura, selama pacaran dia kerap membiayai kebutuhan Gaga.
Selain itu, Laura juga mengungkap kalau Gaga tega menggesek ATM-nya dan berselingkuh saat Laura masih terbaring karena kecelakaan tersebut.
Melihat kejadian itu, netizen pun ramai memberi hujatan pedas kepada mantan Awkarin itu. Gaga bahkan sampai menutup kolom komentar Instagramnya, guys.
Namun, tak sedikit juga netizen yang justru 'menghakimi' Laura dengan menyebutnya terlalu mudah percaya, dan menganggap gaya pacaran Gaga dan Laura terlalu berlebihan.
Nah, melihat fenomena Laura-Gaga itu, Urbanasia pun bertanya kepada Psikolog, Lucy Savitri.
Lucy mengatakan, orang-orang di usia muda seperti Laura-Gaga, mereka tengah mengalami masa-masa transisi dari remaja ke dewasa awal.
Masa transisi tersebut merupakan masa-masa yang labil dan membingungkan untuk individu itu sendiri.
Lucy juga memaparkan, semua orang punya keinginan untuk membahagiakan pasanganya. Namun, jika melihat kasus seperti Laura-Gaga atau pasangan yang bucin (budak cinta), maka pengolahannya memang lebih besar dari sisi emosionalnya.
Lucy melanjutkan, perempuan pun bisa lebih rentan terkena toxic relationship semacam ini karena mempunyai naluri keibuan secara instingtif.
Hal tersebut membuat perempuan memiliki dorongan untuk melindungi, mencintai, memberikan apapun kepada pasanganya lebih besar dibandingkan dengan laki-laki. Tapi, bukan berarti laki-laki tidak ada yang seperti itu ya.
"Tapi secara umum, individu seusia itu memang masih harus banyak didampingi ortunya dalam pengambilan keputusan. Karena pengalaman hidupnya kan belum banyak ya. Banyak pertimbangan individu usia segini lebih didasarkan pada sisi emosionalnya. Ada fungsi rasionalnya, namun belum punya banyak referensi," kata Lucy kepada Urbanasia, Senin (8/2/2021).
"Dengan cerita kepada keluarga atau orang terdekat, kita bisa tau apakah ini wajar atau tidak. Tentu harus mau mendengarkan juga pendapat orang lain, walaupun kalo lagi bucin suka susah dengerin, ya. Jika kita berpikir atau merasa ada yang salah dengan perilaku pasangan kita maka kita harus aware dan pemikiran itu jangan diabaikan," kata Lucy lagi.