URguide

Mengapa Korban KDRT Bisa Bertahan Bertahun-tahun?

Nindya Sari, Kamis, 15 Agustus 2024 15.12 | Waktu baca 4 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Mengapa Korban KDRT Bisa Bertahan Bertahun-tahun?
Image: Pexels

Jakarta - Sudah dengar dong soal berita selebgram Cut Intan Nabila yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) oleh suaminya sendiri. Dan ternyata, kekerasan yang diterima sang selebgram itu bukan yang pertama kalinya.

Menurut cerita Intan, kekerasan yang dilakukan sang suami sudah terjadi berkali-kali. Tak cuma melakukan kekerasan, suaminya juga sudah berkali-kali berselingkuh. Namun Intan selalu memaafkannya.

Menurut polisi, berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap suami Intan yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka, KDRT dilakukan sudah lebih dari lima kali sejak tahun 2020. Tak cuma kepada Intan, suaminya juga melakukan KDRT kepada sang anak.

Geram. Iya, betul! Mungkin kamu geram kepada sang suami yang tega menganiaya istrinya dan juga anak-anaknya. Tapi mungkin kamu juga bertanya-tanya, mengapa Intan baru mengungkap kondisinya saat ini. Mengapa Intan selama ini diam?

KDRT Adalah Masalah Serius

KDRT adalah masalah serius yang sering terjadi di berbagai belahan dunia. Yang sering menjadi pertanyaan adalah mengapa korban bisa bertahan dalam situasi yang begitu menyakitkan dan berbahaya selama bertahun-tahun?

Padahal, secara logika, orang akan cenderung menghindari situasi yang mengancam keselamatan dan kesejahteraannya. Lalu, apa faktor yang membuat para korban sering bertahan dan tidak mengungkapnya?

Ada beberapa faktor kompleks yang membuat korban KDRT sulit meninggalkan hubungan yang penuh kekerasan. Berikut adalah beberapa di antaranya:

Takut
Menurut studi dalam Journal of Aggression, Maltreatment and Trauma pada 2022, ketakutan akan bahaya yang lebih besar adalah salah satu alasan utama perempuan tetap berada dalam hubungan yang abusif.

Mereka takut akan dampak kekerasan fisik dan mental terjadi lebih parah jika mencoba pergi. Dia merasa anak-anaknya dan dirinya sendiri akan mengalami bahaya yang lebih besar jika berani meninggalkan orang yang telah melakukan KDRT.

Korban juga sering merasa pelaku tak segan untuk melakukan balas dendam. Hal ini membuat korban tertekan. Dia juga takut dengan pandangan negatif masyarakat jika mereka melaporkan kasus KDRT sehingga bercerai.

Dikutip dari Know More Florida State University, pelaku kekerasan juga sering mengancam untuk menjauhkan anak dari korban jika mencoba pergi. Hal itu membuat korban takut karena akan jauh dari anak-anak.

Cinta dan Ketergantungan
Faktor ini terdengar tidak masuk akal. Tapi hal ini memang kerap terjadi pada korban kekerasan yang berharap pasangannya akan berubah dan tidak melakukan kekerasan lagi.

Selain faktor cinta, korban juga mungkin memiliki ketergantungan emosional dengan pelaku. Korban merasa sangat terikat secara emosional dengan pelaku dan merasa sulit jika harus hidup tanpa adanya pelaku.

Tak cuma emosional, faktor lainnya adalah soal ketergantungan finansial. Korban mungkin merasa jika tidak bersama pelaku, hidupnya akan sulit secara finansial karena tidak memiliki sumber pendapatan yang stabil.

Jika sudah memiliki buah hati, korban juga akan merasa berat hidup sendiri dan harus menghidupi anak-anaknya. Kondisi ini yang salah satunya membuat korban enggan keluar dari situasi yang buruk tersebut.

Manipulasi Pelaku
Faktor lainnya adalah adanya manipulasi dari pelaku. Pelaku menyalahkan korban atas kekerasan yang terjadi sehingga korban merasa bersalah dan merasa bahwa dia pantas mendapatkan kekerasan.

Selain itu, pelaku juga sering mengancam akan bunuh diri atau menyakiti orang lain jika korban berani meninggalkannya. Hal ini membuat korban tak berdaya dan menyerah pada kondisi yang terjadi.

Dikutip dari Women Aid, pelaku kekerasan seringkali melakukan isolasi korban dari keluarga dan tema-teman dekatnya. Hal itu membuat korban tidak memiliki dukungan sosial untuk ‘melawan’ pelaku.

Faktor Sosial Budaya
Di beberapa budaya, KDRT dianggap sebagai masalah pribadi dan tidak perlu diumbar ke publik. Perempuan sering diharapkan untuk bertahan dalam pernikahan, bahkan dalam situasi yang penuh kekerasan.

Trauma dan Kondisi Psikologis
Kekerasan yang berulang dapat menyebabkan trauma mendalam dan membuat korban kesulitan untuk mengambil keputusan. Korban mengalami Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD).

Korban sering mengalami depresi dan kecemasan yang dapat menghambat kemampuan mereka untuk mencari bantuan. Situasi seperti itulah yang perlu kita pahami agar dapat memberikan dukungan yang tepat.

Beberapa yang bisa dilakukan adalah:

1. Menghindari menyalahkan korban: Korban KDRT bukanlah penyebab dari kekerasan yang mereka alami.
Memberikan dukungan yang empati: Korban membutuhkan dukungan emosional, sosial, dan finansial untuk keluar dari situasi yang sulit.

2. Meningkatkan kesadaran masyarakat: Dengan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang KDRT, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman dan mendukung bagi korban.

3. Menawarkan bantuan: Jika Anda mengetahui seseorang yang mengalami KDRT, tawarkan bantuan tanpa menghakimi.

4. Hubungi layanan bantuan: Arahkan korban ke layanan bantuan KDRT yang ada di daerah Anda.

5. Laporkan ke pihak berwajib: Kekerasan dalam rumah tangga adalah kejahatan dan harus dilaporkan ke polisi.

6. Berikan dukungan sosial: Berikan dukungan emosional kepada korban dan bantu mereka membangun kembali hidup mereka.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait