URguide

Rahasia di Balik "Malangan", Keunikan Bahasa Orang Malang

Nunung Nasikhah, Sabtu, 22 Februari 2020 16.00 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Rahasia di Balik "Malangan", Keunikan Bahasa Orang Malang
Image: Tugu Balai Kota Malang. (Ilustrasi/wikimedia)

Malang – Bagi mereka yang tinggal di Malang, pasti tak asing lagi dengan kata ayas, umak, oskab, ngalam, lecep dan lainnya.

Kata-kata dalam bahasa khas Malang ini punya ciri khas utama yang diketahui oleh mayoritas masyarakat sebagai “boso walikan”, atau dalam bahasa Indonesia berarti bahasa terbalik.

Hal ini karena kebanyakan kata dalam bahasa Malang diucapkan dengan cara dibalik, seperti “kamu” menjadi “umak”, “bakso” menjadi “oskab”, “saya” menjadi “ayas” dan lain-lain.

Namun, anggapan yang diyakini sebagian masyarakat tersebut rupanya tidak sepenuhnya benar. Abdul Wahab Adinegoro (AWA), Pengacara yang merupakan warga asli Malang membeberkan fakta mengejutkan tentang bahasa Malang.

Baca juga: Debut Album Nyeleneh dari Unit Audiovisual Asal Malang

Pria yang merupakan mantan wartawan tersebut mengatakan, bahasa Malang bukanlah bahasa walikan, melainkan masuk dalam kategori slang.

“Saya tetap berpendirian bahwa bahasa Malangan ini bukan bahasa walikan, karena (dalam bahasa Malangan) tidak semua bahasa yang dibalik mempunyai arti seperti yang dimaksudkan,” ungkap Wahab.

Wahab mengatakan, ada kaidah khusus dalam membalik sebuah kata dalam bahasa Malang. Pertama, saat dibalik, kata tersebut harus terdengar maskulin.

“Contohnya kata ‘isuk’ (dalam bahasa Indonesia berarti ‘pagi’). ‘Isuk’ itu bukan kemudian dibalik jadi ‘kusi’. Tapi pakai kata ‘pagi’ yang kemudian dibalik jadi ‘igap’. Kenapa malah pakai bahasa Indonesia? Karena ‘igap’ terdengar lebih maskulin dibanding kata ‘kusi’,” bebernya.

Baca juga: Yuk Belajar Kesenian Malang di Pasar Seni Bareng

Kaidah yang kedua, untuk bisa dibalik, kata dalam bahasa Malangan harus mengandung unsur estetika atau nyaman saat didengarkan.

“Misalnya ‘rawon’ jadi ‘nowar’. Itu tidak nyaman sehingga kata ‘rawon’ ya tetap ‘rawon’. Beda dengan ‘pecel’ yang dibalik jadi ‘lecep’. Ini nyaman saat diucapkan dan didengar,” ujar Wahab.

Wahab juga mencontohkan kata “asaib” yang merupakan kosa kata asli dari Malang. Jika menggunakan kaidah “dibalik”, maka kata tersebut akan berbunyi “biasa”.

text Saya Kamu Salam Satu Jiwa, bentuk kecintaan Aremania untuk klub sekota Arema Malang. (keepcalms.com)

Orang yang mendengar mungkin akan bingung dengan maksudnya. Terlebih jika digunakan dalam komunikasi keseharian, kata ini jauh dari konteks arti “biasa”.

Baca juga: Gojek 2019: 100% Pelanggan GoFood di Malang Tolak Alat Makan Sekali Pakai

“Asaib ini artiya pelacur. Jauh dengan makna kata “biasa”. Nah, kata ini tercipta karena memang ada sejarahnya. Bukan asal dibalik,” tegasnya.

Ia kemudian bercerita bahwa, kata ini muncul dari sebuah toko roti di Jalan Semeru Kota Malang yang sekarang sudah tutup. Dulunya, di lantai 2 bangunan toko roti tersebut digunakan sebagai lokasi prostitusi dengan banyak “wanita panggilan”.

“Waktu lagi ngumpul, ada teman yang nyeletuk, ‘Siapa itu kok ada perempuan cantik?’,” kata Wahab mencoba menirukan percakapan.

“Dijawab ‘Wah asaib itu.’ Bingung kan, maksudnya gimana? Ternyata maksudnya adalah perempuan yang ‘biasa dibawa laki-laki’. Lalu agar orang lain tidak mudah mengerti, orang daerah situ menggunakan kata ‘asaib’,” imbuh Wahab.

Baca juga: Hunting Kopi Premium Kualitas Ekspor di Malangsari Food and Coffee Market!

Selain asaib, ada lagi contoh kata “kawaban” yang mengandung makna sama dengan “asaib”. Hanya saja kedua kata ini merupakan slang dari dua daerah yang berbeda di Kota Malang.

“Ada sebuah daerah yang kalau mengatakan pelacur itu “kawaban” yang jika dibalik jadi “bawak-an”. Maksudnya ya sama, dikatakan pelacur karena “wanita bawaan atau biasa dibawa”,” kata Wahab.

Selain itu, ada juga kata “sarik” yang bukan berarti “kiras”. Namun, “sarik” adalah kata yang mengandung makna “cantik”.

“Bukan juga kemudian ‘ayu’ yang dalam bahasa Indonesia artinya cantik, dibalik menjadi ‘uya’. Bukan. Misalnya ‘ayu’ dibalik jadi ‘uya’ pasti diketawakan,” tandasnya.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait