URguide

Suka Nonton Live Nude? Sah-sah Aja, Kok! Asal …

Ika Virginaputri, Selasa, 12 Oktober 2021 17.39 | Waktu baca 7 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Suka Nonton Live Nude? Sah-sah Aja, Kok! Asal …
Image: ilustrasi tayangan pornografi di ponsel (Foto: Parhlocom)

Dulu, kalau ngomongin konten pornografi, paling banter kita bakalan nyebut DVD film bokep alias film dewasa, situs-situs yang harus diakses pakai VPN, atau layanan phone sex. Tapi, di era yang serba digital di mana media sosial menguasai hampir seluruh lini kehidupan, konten pornografi pun tak mau ketinggalan zaman. Penggemar pornografi makin punya beragam cara untuk menikmati konten-konten berbau seksual. Apalagi, banyak konten pornografi yang mudah ditonton melalui berbagai apps, secara real time pula, alias live show.

Buat para penikmat konten semacam ini, suguhan live show melalui apps, tentunya murah meriah dan nyaman banget, kalau dibandingin sama nonton live nude di strip club. Gimana nggak? Hanya dengan duduk manis di dalam kamar, bermodalkan jaringan internet dan perangkat elektronik, tontonan erotis udah di depan mata. Nggak heran kan, kalau konten pornografi yang satu ini digemari banget?

Saat ini, cukup banyak aplikasi live streaming yang gampang ditemukan di apps store. Rata-rata menggunakan kata 'Live' seperti Gogo Live, Joy Live, Kitty Live, Lucky Live, dan Tango Live. Yang paling populer di Indonesia tentu saja Bigo Live.

Saat mengakses aplikasi live streaming, pengguna bakal langsung disuguhi foto-foto yang berfungsi sebagai kanal atau saluran, yang disebut room. Jika diklik, pengguna bakal menyaksikan tayangan langsung dari orang di foto itu. Mereka biasanya disapa dengan panggilan 'host'. Dari pengamatan Urbanasia di sebuah aplikasi, dalam satu penampilan live ada sekitar puluhan hingga ratusan penonton. Bahkan, ada juga yang sampai ribuan penonton jika host-nya sangat cantik dan punya banyak fans setia di aplikasi itu.

1634034185-images.jpgSumber: Makin banyak konten pornografi yang mudah ditonton melalui berbagai apps, secara real time pula, alias live show (ilustrasi: west-info)

Memuaskan Rasa Penasaran

Mengulik para fans setia aplikasi live streaming ini, Urbanasia sempat ngobrol sama seorang cowok mantan penikmat konten ini nih, guys. Sebut saja namanya NN. Berawal dari iseng dan sekadar cari kesenangan, dalam seminggu NN mengaku hanya dua kali mengakses konten live streaming. NN pun nggak sembarang pilih host. Ia punya kriteria khusus untuk host favoritnya.

“Kayak yang neng geulis-neng geulis, teteh-teteh. Yang berisi, tapi nggak gendut,” tutur NN pada Urbanasia.

Awalnya, NN mengaku cuma iseng dan penasaran dengan aplikasi-aplikasi semacam ini. NN juga nggak pernah ikutan ‘nyawer’ host seperti umumnya penonton cowok lain.

"Aku mulai menjelajah tahu dunia itu tuh dari 2017 akhir," kata NN.

"Niat awal karena penasaran ya, pengen tahu aja. Nggak serius dan nggak lama juga. Paling sejam. Aku lebih sering kayak keluar-masuk. Kayak host satu masuk, keluar lagi. Nyari room lagi. Ganti-gantian. Cuma pengen tahu 'oh gini toh' ya udah," tambahnya.

Kegiatan NN keluar-masuk room di aplikasi live streaming berlangsung selama 2 tahun sejak 2017 hingga 2019. Walau dari durasi dan intensitasnya termasuk singkat, rentang waktu tersebut cukup membuat NN mengetahui seluk-beluk tayangan langsung di aplikasi live streaming. Termasuk soal bayaran para host yang didapat dari penonton.

“Jadi nyawernya dalam bentuk emoticon. Jadi kayak (emoticon) love doang, itu free gift. Ada juga yang love-nya gede, itu tuh bayar gitu. Itu nanti dikurskan dalam bentuk koin. Berapa koin setara dengan berapa rupiah. Nanti kita ngabisinnya by koin itu gitu. Mereka dapet duit dari situ,” jelas NN.

Antara Fantasi dan Kenyataan

Dengan alasan cari hiburan ataupun sekadar iseng, menikmati tayangan live streaming yang menampilkan cewek-cewek seksi masih terbilang sah-sah aja. Hal itu diungkapkan oleh psikolog yang juga memiliki kompetensi dalam terapi seks, Zoya Amirin.

Menurut Zoya, apa yang kita tonton memang nggak selalu harus bersifat mendidik. Terkadang kita juga mencari sesuatu yang sifatnya menghibur. Meski begitu, sebagai seksolog, perempuan berusia 46 tahun ini tetap menekankan dampak negatifnya. Walaupun menghibur, konten live nude tentu saja dikategorikan sebagai hiburan yang nggak sehat.

"Sah-sah aja apa nggak, kembali lagi ke manusianya," kata Zoya saat dihubungi Urbanasia lewat telepon.

"Konten ini nambah apa sih di dalam kehidupan seksual kita? Memang segala sesuatu yg kita tonton nggak harus mendidik, tapi juga yang penting menghibur. Tapi sebagai seksolog, menurut saya itu bisa memboikot keintiman di dalam diri sendiri, memboikot keintiman dalam relationship-nya dia, sexual relationship-nya dia dengan partnernya. Konten-konten seperti itu seringkali membuat kita nggak realistis (pada pasangan)," jelasnya.

Kenapa bisa memboikot keintiman dengan pasangan? Pasalnya, jelas Zoya, konten berbau seksual di internet memang dirancang seindah dan sebagus-bagusnya untuk memanjakan mata. Tak jarang, apa yang ditampilkan dianggap sebagai kenyataan oleh para penontonnya. Misalnya, adegan intim yang terlalu dramatis atau penampilan si artis yang kelewat sempurna.

1634034366-ZoyaAm.jpgSumber: Zoya Amirin, psikolog dan seksolog, pegiat kampanye seks positif (Foto: instagram @ZoyaAmirin)

Menurut Zoya, hal inilah yang kemudian bisa menimbulkan ekspektasi berlebihan pada apa yang mereka hadapi di dunia nyata. Para cowok yang berpikiran bahwa semua cewek seksi yang mereka lihat di internet bisa diajak berhubungan intim, bisa berujung pada tindakan pelecehan seksual.

Zoya mencontohkan kasus pelecehan seksual terhadap penyanyi dan DJ, Dinar Candy.

“Kayak Dinar Candy waktu itu. Dia pakai baju tertutup rapi waktu ke pasar. Terus, orang-orang pada ribut 'Abisnya dia biasa pake baju seksi sih'. Ternyata karena dia biasa posting yang seksi-seksi di Instagramnya, ketika dia pake baju rapi pun orang jadi gemes pengen megangin dia,” kata Zoya menjelaskan bahayanya ‘membawa fantasi ke dunia nyata’.

Ibarat TV Korslet

Selain dampak negatif yang udah dijelasin sebelumnya, akibat paling parah dari tayangan-tayangan pornografi tentu adalah adiksi atau ketergantungan. Dalam skala kecil, NN merasakannya lewat dorongan rasa penasaran yang membuatnya selalu ingin menonton penampilan cewek-cewek di aplikasi live streaming.

"Itu karena motivasi dorongan pengen tahu aja, emang host-hostnya kayak gimana sih? Secantik apa sih mereka?" jelas NN.

Tak hanya soal psikologis, hal-hal seksual juga tentu memengaruhi organ tubuh kita. Selain menimbulkan hasrat ingin yang terus menerus, kebiasaan menonton live nude ternyata juga memiliki dampak serius pada otak, loh.

Zoya mengisahkan keterlibatannya dalam sebuah penelitian bersama Kementerian Kesehatan tentang efek pornografi pada otak manusia. Dari pengalamannya di tahun 2010, alumni California State University itu mengetahui bahwa kerusakan otak pecandu pornografi sama persis dengan kerusakan yang terjadi pada otak pecandu narkoba.

Mengutip teori Masters and Johnson, Zoya menjelaskan bahwa hubungan seksual seharusnya melewati berbagai tahapan. Mulai dari excitement di awal, lalu naik ke tahap plateau, kemudian orgasme, dan setelahnya turun ke tahap resolusi, sebagai bagian akhir dari proses hubungan intim sepasang manusia. Menikmati konten pornografi di internet, bisa bikin beberapa tahapan hubungan seksual terlewati, guys. Akibatnya, ibarat barang elektronik, otak kita bisa rusak karena arus listrik yang on-off terus.

"Nah, bermasturbasi lewat konten-konten di internet membuat dia nge-skip excitement-nya itu, dan langsung ke orgasme, terus langsung turun lagi ke resolusi. Skip-skipnya ini nggak bagus untuk neuron-neuron di otak. Jadi, otak yang biasanya menikmati kenikmatan dengan proses, kayak dikejut listrik terus. Naik-turun, naik-turun. Ya, lama-lama dia akan mengalami kerusakan, kan?" papar Zoya.

"Saya dikasih foto otak orang yang adiksi pornografi, sama otak yang adiksi sabu-sabu, itu sama hancurnya. Sedih, nggak? Iya bener-bener hancur otaknya. Kulitnya tidak bisa merasakan sensitivitas apa-apa karena otaknya sering korslet. Nggak bisa bertahan menikmati kenikmatan. Jadi, kayak TV korslet. Manusia kan harus bertahap, harus berproses, termasuk dalam kehidupan seksnya," lanjutnya.

Mencari Pengganti Si Dopamin

Lantas, kalau udah terlanjur ketagihan live show erotis ini mesti gimana, dong?

Menurut Zoya, kebiasaan ini sudah bisa dikategorikan sebagai adiksi jika si penikmat mulai terganggu aktivitas dan kehidupannya. Misalnya, nggak bisa tidur atau nggak bisa berhubungan seks dengan pasangan kalau belum nonton pornografi.

Seseorang bisa mengalami adiksi atau kecanduan karena efek dari hormon dopamin yang menimbulkan perasaan euforia di otak dalam durasi singkat. Karena sifatnya yang hanya sesaat, maka orang akan mengejar euforia itu lagi dan lagi. Misalnya, orang yang kecanduan main games dan narkoba. Saat efek euforianya mulai memudar, si pecandu akan memuaskan lagi si dopamine dengan mengulang prosesnya.

Untuk mengatasinya, Zoya menyarankan mencari aktivitas pengganti tanpa memindahkan satu jenis adiksi ke adiksi lain. Misalnya, olahraga.

"Kita mesti cari kegiatan yang dopaminnya tinggi, tapi nggak begitu ketergantungan. Misalnya apa? Olahraga. Kenapa olahraga bagus? Karena olahraga itu punya endorfin. Endorfin itu natural painkiller.  Jadi, dia hormon yang memberikan kita feeling good dengan jangka waktu yang lebih oke," kata Zoya.

"Menggerakkan badan, jogging, jalan, lihat pemandangan. Apakah ini pengalihan? Ini bukan pengalihan isu, tapi ini adalah substitute untuk menenangkan si dopamin. Keinginan (menonton) itu pasti akan tetep ada. Di-locked out aja dulu semuanya, sosial media atau hal-hal yang bisa menggoda," tambah Zoya.

Perbaiki Kualitas Diri

Menghilangkan perilaku adiksi memang butuh proses dan waktu yang tidak sebentar. Begitupun halnya dengan pornografi online ini. Namun Zoya menekankan sisi positifnya. Mereka yang nggak mengonsumsi pornografi bisa hidup lebih tenang dengan kualitas diri yang lebih baik. Hubungan personal bersama pasangan pun nggak terganggu masalah keintiman.

"Laki-laki yang nggak nonton porno itu laki-laki yang lebih tenang, lebih santai. Apalagi bagi yang single, bisa berkencan dengan baik sama orang," ucap Zoya.

"Jadi laki-laki merasa punya kualitas hidup yang lebih baik. Dan laki-laki yang tidak menyaksikan film porno itu menurut saya sih lebih pro-feminis, lebih baik manners-nya, jadi tidak melakukan pelecehan," tambahnya.

Trik lain untuk berhenti menikmati tayangan seperti itu adalah dengan mencari motivasi yang kuat. Menikah dengan gadis pujaannya, jadi motivasi NN untuk 'tobat' dan menjauhi konten-konten negatif. Sekarang, cowok 30 tahun itu sudah berhenti total jadi penikmat aplikasi live streaming.

“(Sekarang udah) tobat. Kan udah punya bini. Ibaratnya, mau menjalankan ibadah terpanjang, jadi dosanya dikurang-dikurangin lah, karena cuma dapet dosa, orang nontonin cewek bugil,” pungkas NN.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait