URtrending

Hindari VPN, Konflik Iran-AS Bakal Berlanjut ke Wilayah Siber

Ardha Franstiya, Kamis, 9 Januari 2020 21.00 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Hindari VPN, Konflik Iran-AS Bakal Berlanjut ke Wilayah Siber
Image: Ilustrasi siber. (Pixabay)

Jakarta - Pakar keamanan siber Pratama Persadha mengatakan bahwa serangan Iran - AS berpotensi meluas ke wilayah siber yang kemungkinan diikuti negara-negara lain maupun kelompok-kelompok tertentu.

Ia mengatakan, agar Indonesia tidak terseret dalam serangan siber, masyarakat perlu menghindari pemakaian VPN (virtual private network) dari negara-negara yang sedang berkonflik beserta sekutunya.

"Pernyataan Trump memperkuat perkiraan, saat ini sedang terjadi cyberwarfare antara kedua negara, yang kemungkinan besar diikuti oleh negara-negara lain maupun kelompok-kelompok tertentu," ucap Pratama seperti dikutip Antara di Jakarta, Kamis (9/1).

Dalam sejarah pertikaian Iran, AS dan Israel, Pratama mengatakan selalu melibatkan saling retas, saling serang sistem -- yang paling terkenal adalah serangan stuxnet dari Israel yang menargetkan sistem nuklir Iran.

Baca juga: Serangan Rudal Iran, Donald Trump: Kami Siap Merangkul Perdamaian

Texas dilaporkan telah menerima serangan siber lebih dari 10 ribu kali sejak 6 Januari 2020.

Website Program Penyimpan Federal (The Federal Depository Library Program) juga diserang dengan mengubah tampilan situs menjadi tampilan bendera Iran, foto pemimpin tertinggi Iran Ali Khamenei dan gambar wajah Donald Trump dengan mulut berdarah karena ditinju oleh Pengawal Revolusi Iran.

Menurutnya, secara umum agar masyarakat dunia melihat, serangan dilakukan dengan cara melakukan deface ke website yang dimiliki pemerintah, maupun perusahaan yang mereprestasikan negara tersebut.

"Artinya, ancaman serangan siber tidak hanya harus diwaspadai oleh instansi negara, namun juga perusahaan besar," jelasnya.

Baca juga: Iran Ogah Serahkan Black Box Pesawat Ukraina pada AS

Lebih lanjut Pratama menyebut, Iran punya afiliasi peretas dengan jaringan Palestina, terutama Hamas. Sementara, AS bekerja sama dengan jaringan Israel dan Saudi untuk membendung Iran.

Sementara itu, Ia pun mengungkapkan bahwa perang juga dipastikan terjadi di media sosial.

Dalam hal ini, AS diuntungkan, sebab Facebook, Instagram, Twitter dan Youtube semuanya di bawah AS.

Misalnya, Foreign Surveillance Act mewajibkan raksasa teknologi di AS untuk memberikan “backdoor” dan privillage untuk lembaga pemerintah seperti FBI, NSA, CIA, DEA, kepolisian dan militer.

"Artinya, konten yang membantu propaganda Iran akan sangat mudah di hapus dan akun-akun mudah disuspend," ujar Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi CISSRec itu.

Baca juga: Konflik AS-Iran Masih Tinggi, Garuda Alihkan Rute dari Ruang Udara Iran

Lebih lanjut, Pratama mengatakan tidak menutup kemungkinan bagi AS untuk menjalankan hybridwarfare.

Diawali dengan serangan lewat wilayah siber, bila berhasil akan menggerakkan kekuatan militer sendiri atau meminjam kekuatan militer sekutunya di Timur Tengah, seperti Saudi, dan sisa paramiliter pro AS.

"Yang saat ini diwaspadai oleh kedua negara adalah para pejabat menjadi sasaran peretas kedua pihak," tutup Pratama.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait