URtrending

Kasus Pembunuhan "Slender Man", KPAI Sebut Adanya Perilaku Delinkuensi

Anita F. Nasution, Minggu, 8 Maret 2020 13.49 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Kasus Pembunuhan "Slender Man", KPAI Sebut Adanya Perilaku Delinkuensi
Image: Ilustrasi. (Pixabay)

Jakarta - Kasus pembunuhan yang dilakukan anak berusia 15 tahun kepada temannya berumur 5 tahun di Jakarta Pusat (Jakpus) mendapat tanggapan dari pihak Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Komisioner KPAI Retno Listyarti menyampaikan bahwa anak adalah peniru ulung dari apa yang dilihatnya secara langsung baik di lingkungannya maupun lewat tayangan televisi dan film.

Seperti diketahui, pelaku berinisal NF mengaku bahwa pembunuhan yang dilakukannya berawal karena terinspirasi dari tontonan film "Chucky" dan "Slender Man".

Retno menjelaskan, media audio visual seperti tayangan televisi dan film dapat mempengaruhi sikap dan perilaku penonton.

"Audio visual itu daya pengaruhnya ke anak tinggi, apalagi kalau anak menonton tanpa pendampingan dan edukasi orang dewasa. Mereka belum sepenuhnya paham duduk persoalan, pertimbangan belum matang, cenderung menelan mentah-mentah apa yang mereka tonton dan cenderung meniru apa yang mereka anggap keren" jelas Retno melalui keterangan tertulis yang diterima Urbanasia, Minggu (8/3).

Baca juga: Komisioner KPAI Sitti Hikmawatty Minta Maaf, #hamil Jadi Topik Panas Warga Twitter

Apalagi Tayangan televisi dan film bersifat audio visual sinematografis memang memiliki dampak besar terhadap perilaku penontonya, khususnya bagi yang belum memiliki referensi yang kuat, seperti anak-anak dan remaja.

Namun walaupun demikian, Retno juga menyampaikan bahwa dampak tayangan memang bukan menjadi faktor tunggal melainkan ada faktor lain yang memicu perilaku delinkuen seorang anak.

Delikuensi sendiri merupakan tingkah laku yang menyalahi norma dan hukum yang berlaku dalam suatu masyarakat. Dimana Retno menyebutkan sebagian besar dari jumlah anak-anak delinkuen berasal dari keluarga berantakan.

"Sebagian besar dari jumlah anak-anak delinkuen berasal dari keluarga berantakan (broken home)" tulis Retno.

Baca juga: Duh! Situs KPAI Diretas

Kondisi keluarga yang tidak bahagia maupun tidak beruntung dijelaskan Retno dapat menimbulkan masalah psikologis personal bahkan adanya gangguan penyesuaian diri pada anak.

Hal ini menyebabkan anak akan mencari kompensasi di luar lingkungan keluarga untuk memecahkan kesulitan batinnya dalam bentuk perilaku delinkuen terkhususnya mencari kompensasi lewat tontonan.

Disinilah peran penting orangtua dalam melakukan pendampingan terhadap anak, terutama pengawasan terhadap tontonan anak-anak baik melalui televisi dan sosial media yang sudah dengan mudah diakses oleh anak.

Lewat tanggapannya, Retno juga menjelaskan bahwa kesalahan anak tidaklah berdiri sendiri melainkan ada faktor-faktkr lainnya yang ikut mempengaruhi.

Baca juga: Ditengahi Menpora Imam Nahrawi, PB Djarum dan KPAI Damai

Seperti kurangnya pengasuhan positif dan kepekaan orang dewasa terhadap anak.

Menurut Retno, seorang anak akan menunjukkan tanda-tanda yang dapat dikenali ketika mereka memiliki masalah. Misalnya, perilaku anak pelaku yang pernah menyakiti hewan; dari gambar-gambar yang dibuat anak pelaku, dan masih banyak lagi.

Permasalahan yang tengah dihadapi anak sebenarnya bisa diatasi bahkan dihilangkan dengan adanya kepekaan orang dewasa yang membantu penanganan masalah anak dengan rehabilitasi psikologis.

Retno juga menyampaikan adanya kurangnya kepekaan terhadap lingkungan dalam menumbukan potensi positif terhadap anak. Seperti membangun kepercayaan dirinya lewat prestasi yang dimilikinya seperti prestasi di olahraga tenis meja dan jago menggambar.

"Pihak sekolah, seperti wali kelas dan guru Bimbingan Konseling semestinya juga memiliki kepekaan untuk menangkap perilaku delikuen si anak sehingga dapat menolongnya untuk mendapatkan bantuan psikologis" tutup Retno.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait