URnews

Ketum Parpol, Antara Tak Punya Mental Petarung dan Menjawab Realita

Urbanasia, Senin, 22 Oktober 2018 13.32 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Ketum Parpol, Antara Tak Punya Mental Petarung dan Menjawab Realita
Image: istimewa

Urban Asia – Tidak ada ketum parpol dari koalisi pendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengambil garis diametral menjelang pemilihan umum (pemilu) 2019. Ada pun yang agak sedikit ‘genit’ dengan mencari perhatian Presiden Jokowi melalui pernyataannya yang tarik ulur dalam meberikan dukungan yakni Ketum Partai Kebangkintan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar atau akrab disapa Cak Imin. Presiden Jokowi telah mengumpulkan 6 ketum parpol koalisi yakni Megawati Soekarnoputri (PDI-P), Airlangga Hartarto (Golkar), Muhaimin Iskandar (PKB), Romahurmuziy (PPP), Oesman Sapta Odang (Hanura) dan Surya Paloh (NasDem) di Istana Bogor, Selasa (24/7) malam. Pembahasan mulai dari menu makanan hingga nama Calon Wakil Presiden (Cawapres) untuk Presiden Jokowi. Disebutkan 5 dari 6 ketum parpol koalisi pendukung Presiden Jokowi, kecuali Muhaimin Iskandar yang belum mengakui sudah bulatnya satu nama Cawapres untuk mendampingi Presiden Jokowi nanti. "Belum, belum, masih akan beri kesempatan kepada Presiden untuk mengambil kesimpulan," ujar Cak Imin seperti dikutip dari Kompas TV. Melihat situasi tersebut, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin menilai sikap para ketua umum parpol menandakan mereka tak punya mental petarung. "Karena di negara lain ketum partainya bermental petarung. Dan partai politik menjadi tempat untuk memperebutkan kepemimpinan puncak, posisi presiden," kata Ujang dikutip dari Berita Politik RMOL, Selasa (24/7). Pernyataan dari Ujang terlihat seperti 'jebakan batman'. Di tengah sistem presidensial threshold atau harus berkoalisi untuk mencalonkan presiden, memaksa ketum parpol menjadi calon presiden (Capres) tanpa ukuran dan perhitungan yang matang sama saja menggali lobang kuburnya sendiri. Sebagai contoh, Partai Demokrat dengan Ketua Umumnya, Soesilo Bambang Yudhoyono yang disebut – sebut tengah galau akan bergabung dengan koalisi yang mana, apakah koalisi pendukung Presiden Jokowi atau koalisi yang santer merencanakan mendorong Prabowo? Meski kabar terbaru SBY dan Demokrat memilih merapat ke Prabowo dengan Gerindra. Jadi keputusan ketum parpol dalam pemilu di Indonesia bukanlah bicara gagah – gagahan atau mempunyai nyali sebagai petarung atau tidak. Mungkin yang dilupa dari Ujang adalah setelah paska pemilu, parpol biasanya akan melakukan kongres atau pemilihan ketum yang baru. Para ketum parpol yang punya kesempatan maju lagi, tentu tidak akan mau menyia – nyiakan kesempatan itu. Artinya para ketum parpol harus mendukung capres dan cawapres yang kemungkinan menangnya besar. Karena dari para capres dan cawapres inilah yang nanti ketika menjabat akan mendukung para ketum parpol untuk tetap menahkodai parpolnya. Pertanyaannya kemudian, bagaimana dengan Prabowo Subianto sebagai Ketua Umum Partai Gerindra? Jawabannya untuk ini adalah lain hal. Karena Prabowo dan Gerindra masih berambisi melanjutkan pertarungan dari pemilu sebelumnya. Dan Gerindra didukung PKS mengaku telah sehati sejiwa dengan perhitungannya tetap berada di luar barisan pendukung pemerintah atau fight dengan Presiden Jokowi. Kan sempat juga ada wacana Calon Tunggal, Jokowi – Prabowo, tapi sepertinya tidak laku direspon. Pemilih yang turut menentukan suara parpol dan mendudukan para caleg di legislatif kini tinggal berhitung, mau memenangkan parpol yang mana dengan calegnya siapa. Karena ini nanti turut menentukan jalannya pemerintahan lho. Sebagai misal kalau yang masuk di DPR adalah banyak parpol dan caleg yang berasal dari pendukung Presiden Jokowi, tentu akan menguatkan Presiden Jokowi dalam melaksanakan kebijakannya. Tapi kalau yang di DPR yang lebih kuat adalah parpol dengan caleg bukan berasal dari parpol pendukung Jokowi, kemungkinan mereka akan mengkritisi kebijakan Presiden Jokowi agar pro rakyat atau pendeknya tidak hanya jadi tukang setempel dari Presiden Jokowi.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait