URnews

Kisah Syuna Salimdra, Jadi Dokter di Usia 20 Tahun

Nunung Nasikhah, Sabtu, 16 November 2019 16.00 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Kisah Syuna Salimdra, Jadi Dokter di Usia 20 Tahun
Image: Humas UMM

Malang - Syuna Salimdra adalah seorang dokter berusia 20 tahun yang baru saja melangsungkan pelantikan dan pengambilan sumpah dokter ke-40 Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), beberapa waktu lalu.

Pemuda asal Banjarmasin ini bersumpah bersama 67 dokter lainnya yang telah menuntaskan pendidikan profesi dokternya.

Syuna lulus Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter (UKMPPD) dengan nilai sangat memuaskan. Putra pasangan Buntoro Salimdra dan Marzuqoh ini tak hanya menjadi dokter termuda, namun berhasil meraih nilai terbaik UKMPPD Objective Structured Clinical Examination (OSCE) dengan nilai 42,08.

Selama proses pendidikan profesi, dokter yang hobi mendengarkan musik ini sempat mengalami kesulitan. Namun berkat usaha disertai dorongan orang tua dr. Syuna mampu melalui kendala tersebut.

“Stase yang paling berat menurut saya adalah stase Puskesmas, karena tugasnya yang cukup banyak ditambah dengan jadwal jaga yang padat. Tapi, Alhamdulillah, semua sudah terlewati,” tuturnya.

Baca Juga: Dokter Spesialis Tak Wajib ke Pedalaman, Ini Kata IDI

Cita-citanya menjadi dokter sudah muncul sejak kecil. Syuna mengakui, seringnya intensitas bertemu dengan dokter anak lah yang membuatnya tertarik menjadi dokter.

Kini mimpi itu telah tercapai. Pemuda yang lahir pada 8 Mei 1999 ini berharap bisa menjadi dokter yang berguna bagi banyak orang, yang benar-benar membantu orang lain dengan keilmuan yang dimiliki, serta membuat bangga keluarga, teman, dan kerabat.

Proses akademiknya berlangsung cepat karena ia mengikuti kelas akselerasi dari tingkat SD, SMP hingga SMA. Kemantapannya memilih Fakultas Kedokteran (FK) sudah ia tetapkan sejak duduk di bangku SMA. Bagi Syuna, dokter merupakan pekerjaan sangat mulia karena bisa menolong banyak orang.

“Saya melihat dokter dapat menyelamatkan hidup banyak orang, dari situ kemudian ketertarikan saya dimulai,” ungkapnya.

Ketika SMA, Syuna mengaku tak ada metode khusus dalam belajar, selain rajin dan tekun. Ketika memasuki perguruan tinggi, tempo belajarnya ia sesuaikan. Selama lima semester, Syuna dipercaya untuk menjadi asisten dosen di laboratorium skill FK UMM.

“Saya jadi asisten dosen mulai semester tiga sampai semester tujuh. Ternyata mengajar enak juga, apa yang diajar bisa lebih mudah diingat,” ujar pemuda yang ingin menjadi dokter spesialis anastesi ini.

Baca Juga: Apa Sih Carrier Difteri? Ini Kata Dokter

Syuna membuat tugas akhir dengan mengangkat fenomena penjual makanan yang menggunakan minyak jelantah untuk menggoreng. Dengan mengangkat judul “Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Pepaya Terhadap Perbaikan Histopatologi Sel Hepar Tikus Putih Yang Diinduksi Minyak Jelantah”, Syuna mencoba meneliti kerusakan hati yang disebabkan konsumsi makanan yang digoreng dengan minyak jelantah.

Pemuda yang sempat aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FK UMM ini menjelaskan, penelitiannya ini bisa dimanfaatkan untuk manusia.

Menurutnya, hati tikus memiliki kerja yang sama dengan hati manusia. Sehingga, jika konsumsi minyak jelantah secara terus menerus dapat merusak hati tikus, maka juga dapat merusak hati manusia.

“Jika ekstrak daun pepaya dapat mencegah kerusakan lebih lanjut pada hati tikus maka demikian halnya pada hati manusia,” jelas Syuna.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait