URstyle

Koeboeran Soekoen, Situs Budaya Karya Tangan Dingin Arsitek Belanda

Nunung Nasikhah, Minggu, 1 Desember 2019 13.15 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Koeboeran Soekoen, Situs Budaya Karya Tangan Dingin Arsitek Belanda
Image: Koeboeran Soekoen. (Media Center Kota Malang)

Malang - Malang memiliki banyak situs budaya yang masih awet hingga saat ini. Salah satunya adalah kuburan Sukun. Tak sama seperti tempat pemakaman lainnya, kuburan satu ini sarat akan nilai sejarah.

Bangunan kuno ini masih menjulang tinggi dengan gagahnya hingga saat ini. Gedung yang menjadi koridor hingga pintu masuk menuju kompleks pemakaman Sukun memiliki keunikan tersendiri.

Dirancang dengan arsitektur bergaya Eropa, bangunan satu ini konon dirancang oleh Thomas Herman Karsten, seorang arsitek Belanda bertangan dingin.

Karsten merancang bangunan ini dengan begitu indahnya. Bagian tengah tampak tinggi dari bangunan kiri kanannya.

Baca juga: Kethek Ogleng Khas Pacitan, Ditetapkan Sebagai Warisan Budaya Tak Benda

Hal ini diumpamakan sebagai sayap yang menonjolkan bangunan tengah sebagai “focus of interest”, yaitu kekuatan sebuah bangunan untuk menjadi pusat perhatian. Selain itu, ia juga berfungsi sebagai pintu gerbang.

Kontruksi ini juga berguna sebagai akses lalu lalang mobil jenazah atau peziarah yang akan berkunjung ke “Koeboeran Soekoen” atau yang saat ini disebut TPU Sukun Nasrani.

text Sisi lain Koeboeran Soekoen. (Media Center Kota Malang)

Pada masa awal pembangunannya, tempat pemakaman yang berada di Jalan S. Supriadi difungsikan sebagai tempat peristirahatan terakhir kaum Eropa yang berada di Kota Malang.

Dulunya, tempat ini disebut dengan nama ‘Europese Begraafplaats Soekoen te Malang’ atau kuburan orang Eropa di Malang.

Baca juga: Festival Lampion, Perayaan Budaya Tanpa Aliran Listrik Khas Singosari Malang

Kompleks pemakaman Soekoen ini dulunya memang diperuntukkan bagi golongan Eropa yang berstrata sosial tinggi. Bangunan makam yang indah dilengkapi jirat, prasasti, patung malaikat bahkan tak jarang ada yang menyematkan puisi diatas marmer yang harganya selangit.

Koeboeran Soekoen sudah berusia seabad dan mengalami tiga masa, yakni era kolonial Belanda, era pendudukan Jepang, dan era kemerdekaan.

Menariknya, saat masa kolonial Belanda bentuk bangunan makam begitu indah, artistik, dan menyimpan sejarah. Cungkupnya, pilar, patung maupun jirat memiliki karakteristik tersendiri.

Area pemakaman ini memiliki luas lahan 120.000 meter persegi. Dibangun pada masa Bouwplant III yakni pada masa Pemerintahan Wali Kota Malang pertama, H I Bussemakaer (1919-1929).

Baca juga: Festival Ludruk 2019 Jadi Ajang Anak Muda Lestarikan Budaya Lokal

Bukan tanpa alasan pihak Dewan Kota (Gemeenteraad) memilih wilayah Sukun yang terdapat di sebelah tenggara Kota Malang ini menjadi area pemakaman.

Konon alasannya karena geliat wilayah Sukun yang saat itu masih terisolasi karena terbelah oleh sungai Sukun.

Juga karena penduduk Lowokwaru, Buring, dan Kauman enggan wilayahnya dijadikan area pemakaman Belanda.

Sehingga muncullah ide untuk menempatkannya di wilayah Sukun, karena juga merupakan pintu masuk ke Kota Malang dari arah Blitar.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait