URnews

Kongo Hadapi Gelombang Kedua Ebola

Kintan Lestari, Selasa, 2 Juni 2020 18.00 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Kongo Hadapi Gelombang Kedua Ebola
Image: Seorang petugas kesehatan menyemprotkan desinfektan pada sebuah ambulans di sebuah Pusat Kesehatan di Goma, Republik Demokratik Kongo, Kamis (18/7/2019). ANTARA/REUTERS/Djaffer Sabiti/aa

Kinshasa - Republik Demokratik Kongo sekarang ini tengah menghadapi situasi sulit. Belum usai wabah virus corona dan campak, Kongo kembali dilanda virus ebola.

Kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom, Senin (1/6/2020) kemarin mengkonfirmasi wabah Ebola gelombang kedua di Kongo.

Melansir Huffington Post, di wilayah Timurnya, Kongo belum juga mengumumkan akhir resmi untuk Ebola sejak wabah tersebut merebak pada bulan Agustus 2018 lalu, yang mana menyebabkan sedikitnya 2.243 orang tewas.

Lewat Twitter, Tedros memaparkan kalau ada enam kasus ebola yang memakan 4 korban meninggal dunia, yang terdeteksi di wilayah Kongo sebelah barat, dekat Kota Mbandaka, provinsi Équateur. 

Ini menandai kedua kalinya Ebola melanda provinsi Equateur selama bertahun-tahun. Pada tahun 2018 lalu wabah itu di menewaskan 33 orang sebelum penyakit itu dapat terkontrol.

Tedros menyatakan kalau Kongo sudah dalam tahap akhir memerangi Ebola di wilayah sebelah timur, COVID-19 dan wabah campak terbesar di dunia. Ia juga menyatakan WHO sudah memiliki staf di Mbandaka guna mendukung respons penanganan wabah ebola baru.

Pasien terakhir dari Ebola di wilayah timur sudah sembuh pertengahan Mei lalu. Namun Kongo harus menunggu sebulan lagi untuk melihat benar-benar tidak ada kasus baru Ebola sebelum menyatakan wabah telah berakhir.

Kemudian untuk kasus COVID-19, dari data Worldmeter diketahui di Kongo hingga hari ada 3.326 kasus positif corona. Sementara jumlah orang yang sembuh sebanyak 482, dan yang meninggal dunia sebanyak 72 orang.

Namun, seperti banyak negara Afrika, Kongo melakukan pengujian yang sangat terbatas, sehingga pengamat khawatir jumlah korban sebenarnya mungkin jauh lebih tinggi.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait