URtainment

Mengenal Seni Reak dalam Bentuk Gamifikasi

Shelly Lisdya, Selasa, 6 Desember 2022 14.26 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Mengenal Seni Reak dalam Bentuk Gamifikasi
Image: Seni Reak yang ditampilkan oleh Juarta Putra pada Festival Roskilde, Denmark. (ANTARA)

Jakarta - Kencangnya literasi digital sejalan dengan gaungan revolusi industri terkini, rasanya tak perlu dinafikan apalagi dinilai sebagai perubahan peradaban. 

Munculnya pengimbang dalam balut kebudayaan rasanya perlu juga disuarakan seperti gamifikasi seni Reak yang dikenalkan para dosen Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR).

Berdinamika dengan nilai budaya yang disajikan secara menarik dan menyenangkan digagas oleh tim pengabdian masyarakat (abdimas) UNPAR yang diinisiasi oleh Kristining Seva, S.S., M.Pd.; Willfridus Demetrius Siga, S.S., M.Pd.; Topik Mulyana S.S., M.Hum.; Tri Joko Her Riadi, S.S., M.A.

Berkolaborasi dengan Sanggar Seni Reak Tibelat yang dipimpin Abah Enjoem, gamifikasi seni Reak pun muncul ke permukaan agar bisa dinikmati semua kalangan.

Kristining Seva menuturkan bahwa gamifikasi seni Reak tentunya untuk memperkuat eksistensi seni Reak itu sendiri. Reak yang merupakan pertunjukan seni masyarakat Sunda perlu dikenalkan dengan cara yang mudah dimengerti. Harapannya tentu saja gamifikasi menjadi wadah edukasi penguatan karakter dan budi pekerti.

Gamifikasi yang lebih dikenal dengan sebutan 'Kaulinan Reak' sendiri terdiri dari berbagai elemen. Misalnya saja, papan permainan, kartu, dan terbaru kamus setebal 54 halaman.

Tim dosen menyadari bahwa salah satu tuntutan Tri Dharma ‘Kampus Merdeka’ adalah menjadi dosen penggerak dalam berbagai kegiatan antara lain mendukung, menjaga, merawat, dan melestarikan budaya lokal. Salah satunya adalah dengan terlibat dalam komunitas lokal dan mengajak mahasiswa untuk melakukan praktik mengajar bagi komunitas budaya lokal dalam mendukung soft skill melalui pengalaman socio-entrepreneur.

Sejumlah properti seni digambarkan dan dijelaskan sedemikian rupa dalam kamus agar mudah dicerna. Sedikitnya, ada 66 properti dalam seni Reak yang didesain dalam beragam corak sebagaimana gambaran nyata. 

Di antaranya angklung, bangbarongan, dog-dog, karinding, kuda lumping, tarawangsa, hingga ornamen sesajen yang digunakan. Dalam kamus juga digambarkan berbagai tokoh dan aksi yang terlibat. Misalnya saja juru silat, malim, kasurupan, sinden, hingga juru ibing.

Dalam kamus dijelaskan, dog-dog yang digunakan di pertunjukan Reak terdiri dari berbagai jenis. Mulai dari dog-dog tilingtit, dog-dog tong, dog-dog grung, dog-dog dublag, dan dog-dog bedug.

Dog-dog merupakan alat musik perkusi khas Sunda yang terbuat dari kayu dan kulit sapi. Dimainkan dengan cara dipukul menggunakan panakol (alat pemukul). Rangkaian dog-dog memiliki filosofi tentang proses seorang manusia menjadi manusia unggul.

Dog-dog tilingtit menjadi dog-dog pertama sekaligus terkecil dalam lima rangkaian dog-dog yang mengandung filosofi saat kecil harus rajin belajar.

Sementara dog-dog bedug menjadi rangkaian terakhir dan terbesar. Meski terbesar, intensitas pemukulannya yang paling rendah. Dog-dog ini mengandung filosofi, jika sudah tua harus bersikap arif dan bijaksana. Menjadi penasihat dan tempat bertanya bagi yang muda-muda agar menjalani hidup dengan baik.

“Supaya kita tahu makanya dibuat kamus Kaulinan Reak ini. Kamusnya dibuat semenarik mungkin, karena targetnya anak-anak usia 7-15 tahun. Semua yang ada di dalam kamus merupakan potret nyata alat-alat yang digunakan dalam kesenian Reak,” tutur Seva dalam keterangan tertulis, dikutip Urbanasia, Selasa (6/12/2022).

Willfridus Demetrius Siga pun menuturkan, kolaborasi antara pihak pemerintah, tokoh budaya, hingga akademisi menjadi penting mengingat derasnya perkembangan teknologi. Menurut dia, nilai budaya sudah sepatutnya menjadi pegangan tanpa perlu cemas akan arus revolusi industri. 

“Atas dasar itu kemudian kami dari tim abdimas UNPAR bersama Sanggar Reak Tibelat yang dipimpin oleh Abah Enjoem mencoba menciptakan gamifikasi seni Reak ini. Prinsip yang kami pegang adalah bahwa nilai-nilai kebudayaan harus melekat kepada generasi muda, secara khusus untuk penguatan karakter dan juga budi pekerti," tutupnya.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait