Beberapa Kampus Terpapar Radikalisme, Ya Sudah Jadi Intelektual Dulu dan Gabung Komunitas Aja

Urban Asia - Siapa di antara kalian yang akan baru mauk kuliah tahun ini?. Ya, perasaan kalian mungkin sedang bercampur aduk, ada yang seneng karena bakal belajar dengan baju bebas, ada yang deg – degan dengan masa perkenalan, mungkin ada juga yang cool karena sudah dapet banyak cerita dari abang atau kakaknya tentang dunia kampus. Tapi yang lagi menarik kalau kita bicara kampus guys, baru – baru ini Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) menyebutkan ada 7 kampus yang terpapar radikalisme, apa aja?. Pertama, Universitas Indonesia (UI), kedua, Institut Teknologi Bandung (ITB), ketiga, Institut Pertanian Bogor (IPB), keempat, Universitas Dipnogoro (UNDIP), kelima, Institut Teknologi Surabaya (ITS), keenam, Universitas Airlangga (UNAIR) dan ketujuh, Universitas Barwijaya (UB). Data dari BNPT ini pun disikapi dengan langkah seribu oleh Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Mohamad Nasir untuk mengintervensi hulu dan hilir masalah ini. Mulai dari mendata nomor telepon dan media sosial mahasiswa serta dosen, plus seleksi ketat untuk para calon rektor. Jadi buat kalian yang berfantasi akan mendapatkan ‘kebebasan’ di kampus, kayaknya itu termasuk ujian deh, harap bersabar ya. Sebagai informasi buat kalian ya, Rektor Universitas Brawijaya Kota Malang, Mohammad Bisri itu mengusulkan intelijen masuk ke kampus lho, nah lho?. Ini diusulkan kata Pak Bisri, sebagai upaya preventif dan represif demi mencegah terjadinya radikalisme masuk kampus. Intelijen yang masuk ke kampus bisa dari TNI, Polri dan BIN. Yang tak kalah menarik juga dari isu ini adalah Menristekdikti, Pak Nasir akan mendorong wacana organisasi mahasiswa ekstra kampus, seperti HMI, PMII dan IMM untuk kembali menjadi organisasi intra kampus. Kalau kalian mau liat historisnya, ketiga organisasi ini punya afiliasi secara langsung atau tidak langsung kepada partai politik. Sedangkan di rezim Soeharto, dengan kebijakan NKK/BKK, semua organisasi kemahasiswaan yang terkait dengan politik diwajibkan ‘angkat kaki’ dari kampus. Sebenernya kalau kita mau obyektif dan kritis, bagaimana sih melihat dinamika politik kampus sekarang?. Bukankah kemarin sempat ramai – ramai ada bahasan sekelompok BEM yang mendukung Presiden Jokowi. Bayangkan saja kalau sebagian besar BEM mempunyai pandangan politik yang sama, bakal garing banget ga sih tuh kampus karena pandangan politiknya ‘seragam’?. Jadi inget kata Sosiolog Perancis, Pieree Bourdie yang bilang mahasiswa perlu menciptakan habitus baru yakni intelektual kolektif. Gerakan intelektual kolektif ini untuk menjaga dan membela mahasiswa dari keterlibatan politik praktis dan mengarahkan mahasiswa pada gerakan kritis yang berpihak dengan rakyat banyak. Jadi sederhanya, ditengah kondisi yang penuh tarik – menarik kepentingan politik di kampus, kita bisa kok memilih menjadi intelektual dan bergabung membangun komunitas yang mengkaji berbagai disiplin ilmu atau yang lainnya. Keren kan. Meski begitu, kita tetap bergaul dengan seluruh teman mahasiswa yang dari organisasi terkait politik praktis. Dan terpenting juga kita tidak abai, apalagi golput dalam partisipasi pemilihan umum juga. Selamat menjadi intelektual dan berkomunitas!!!