Kemnaker Siap Hadapi Tantangan Digitalisasi Pasar Kerja

Jakarta - Pandemi berdampak kepada segala sektor, salah satunya pada bidang tenaga kerja. Banyak usia produktif yang masih belum memiliki pekerjaan.
Hal inilah yang membuat Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) berusaha keras untuk pelan-pelan mengubah keadaan.
"Hingga saat ini, kita belum memiliki keyakinan kapan post pandemi akan segera berakhir," ujar Sekretariat Jenderal Kemnaker Anwar Sanusi saat Virtual Event Pasar Sakti, Kamis (29/7/2021).
Menurut data yang dipaparkan Kemnaker, terdapat 6,26% tingkat pengangguran terbuka di Indonesia. Mayoritas pengangguran tertinggi yang ada merupakan masyarakat lulusan SMA/SMK, diploma, dan universitas. Inilah yang menjadi perhatian Kemnaker dalam membuat kebijakan.
"Tentunya, penduduk usia bekerja, angkatan pekerja ini mampu terserap semuanya dalam sektor pasar kerja. Hampir semua 60% mereka bekerja di dalam sektor informal. Apalagi, pada saat pandemi ini sektor formal kesulitan dalam banyak hal akhirnya banyak yang tak beroperasi," jelas Anwar.
Akhirnya, pegawai yang berhenti dari pekerjaan mereka pindah ke sektor informal untuk menyambung hidup. Penduduk bekerja tersebut didominasi oleh lulusan SD dan SMP karena mereka memilih pekerjaan yang tak perlu keterampilan tinggi.
Untuk saat ini, Kemnaker fokus kepada pekerja dari angkatan muda, yakni 15 - 29 tahun, karena punya potensi yang harus digali dengan baik. Kemnaker ingin 37 juta orang dalam kelompok tersebut bisa diakomodir.
Apalagi, seiring berkembangnya zaman, muncul teknologi digital yang menggeser berbagai jenis pekerjaan. Maka dari itu, perlunya pekerja-pekerja yang siap dalam menghadapi pasar kerja yang kian berbeda.
Angkatan kerja muda di perkotaan maupun pedesaan berhak mendapat pelatihan teknologi. Menurut Anwar, saat ini kebanyakan pekerja di pedesaan masih menggunakan pola-pola pekerjaan tradisional. Padahal, potensi mereka itu sangat besar.
"Belum by design pelatihan yang betul-betul mencoba teknologi yang lebih modern untuk bisa mengoptimalkan atau memaksimalkan produksi. Tentunya ini hal yang harus kita respon bersama, jangan sampai pedesaan yang potensinya besar tidak digarap dengan baik," sambung Anwar.
Pada pasar kerja saat ini, segalanya sudah digitalisasi. Pegawai tidak hanya duduk di kantor saja, mereka bisa bekerja di mana saja. Selain itu, jam kerja yang biasanya sudah ditentukan pun berubah lebih fleksibel.
"Digitalisasi dalam sektor pekerjaan telah memberikan luar biasa dampaknya. Apalagi kalau kita melihat dari sisi perusahaan teknologi digital, ini sudah menjadi pemain utama ekonomi dunia, hampir semua," ujar Anwar.
Maka untuk menghadapi revolusi 4.0 ini, Kemnaker sudah menganalisis tiga tantangan transformasi ketenagakerjaan yakni skills transformation, job transformation, dan society transformation.
Kemnaker harus siap dengan pekerjaan yang dibutuhkan perusahaan, cara pegawai bekerja, dan sistem jaminan sosial terbaru untuk pekerja. Salah satu langkah strategis untuk menjawabnya ialah dengan kapital digital di Indonesia.
"Terkait kondisi-kondisi kekinian ialah kapital digital. Diberikan akses terhadap teknologi digital, keterampilan untuk memanfaatkan secara optimal teknologi digital, kemudian transformasi pemanfaat teknologi digital untuk meningkatkan kapital," kata Anwar.
Income yang dimaksud oleh Kemnaker ialah kapital ekonomi (income), kapital sosial (jejaring), kapital kultural (kepemilikan sertifikasi profesi).