Korea Utara dan Pandangan Kucing ala Deng Xiaoping

Urban Asia - Pasca Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) antara Korea Utara (Korut) yang diwakili pimpinnannya Kim Jong Un dan Amerika Serikat dengan Presiden Donald Trump beberpa waktu lalu di Singapura, berbagai pihak punya pendapat yang terbelah. Ada yang optimis hubungan negara komunis di kawasan Asia itu akan membaik dengan Amerika melalui komitmen denukrilisasinya, namun ada juga yang mengkhawatirkan Korut akan dikhianati oleh Amerika. Tentu banyak dari kalian yang sudah tahu kalau Korut itu disebut negara misterius atau tertutup. Ya, seperti China dulu yang dikenal dengan istilah Negara Tirai Bambu. Resikonya di Korut cukup banyak warga yang kelaparan dan miskin. Tapi, China berhasil bertransformasi melalui pandangan dari pimpinannya Deng Xioping. Belajar dari kekeliruan Mao Zedong yang memegang nilai – nilai tradisional komunis, sebaliknya Xioping berpendapat tidak perlu kaku terhadap satu ideologi. Ini terkenal dengan kalimat Xioping yang berbunyi, “Aku tidak perduli warna kucing itu apa. Apakah dia kucing berwarna merah, hitam, kuning bahkan belang-belang sekalipun. Aku hanya butuh kucing yang mau menangkap tikus." Dari pandangan kucing ala Deng Xioping itu, kini kita bisa lihat sendiri bagaimana China sekarang. Meski sistem politik Pemerintahan China dinilai komunis, namun ekonominya yang berlandaskan kapitalis telah membawa China sebagai negara dengan perekonomian termaju versi IMF 2017. China yang merupakan sahabat kental Korut, nampaknya ingin membawa Korut untuk maju juga. Terlepas dari pandangan skeptis beberapa pihak terhadap motif China dalam hubungan Korut dengan Amerika maupun Korea Selatan. Yang menjadi pertanyaan dari dunia mungkin, apa yang menjadi motif Korea Utara melakukan denukrilisasi?. Apakah keterbukaanya ini akan berdampak signifikan terhadap kehidupan ekonomi rakyatnya dan politik Korut sendiri?.