URtech

Ngeri-ngeri Sedap Kerja di Startup

Ika Virginaputri, Minggu, 12 Juni 2022 19.32 | Waktu baca 5 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Ngeri-ngeri Sedap Kerja di Startup
Image: Kerja di startup (ilustrasi: Freepik-Rawpixel)

Buat para fresh graduate, rasanya bangga banget bisa kerja di kantor pemerintah atau perusahaan ternama yang sudah mapan. Tapi itu dulu, Guys. Era digital kayak sekarang memicu lahirnya banyaknya perusahaan rintisan atau startup yang kemudian memunculkan budaya kerja baru. Karena lebih dinamis dan fleksibel, startup banyak jadi incaran anak muda pencari kerja. Apa bedanya ya, kerja di startup dengan di perusahaan biasa?

Work-life Balance

Bagi An Nisa Santi, keleluasaan bekerja adalah faktor utama yang bikin dia betah menetap sebagai pegawai di sebuah kantor. Terutama keleluasaan dalam soal waktu, Guys.

Lelah sering bekerja overtime sebagai staf IT di sebuah kantor konsultan transportasi, An Nisa yang lebih sering disapa dengan panggilan An pun bergabung ke sebuah startup software house bernama Itsavirus di akhir Mei 2021.

“Sebenernya aku nggak begitu perhatiin itu startup atau bukan sih, lebih ke suasana kerja dan company culture," ujar An kepada Urbanasia.

1655037035-Ann.jpgSumber: Annisa yang mengutamakan fleksibiltas waktu dalam bekerja merasa betah jadi karyawan startup (Foto: instagram @itsavirus_)

“Tapi yang aku cari memang ada di startup. Suasana kerja yang santai tapi bertanggung jawab, nggak strict banget. Kalau absen masuk di tempat aku ini dikasih waktu antara jam 8 pagi sampai jam 11 siang,” sambung cewek 29 tahun ini.

Selama setahun memegang jabatan backend developer di software house tersebut, An menyebut kantornya yang sekarang menyediakan berbagai fasilitas penunjang produktivitas buat para karyawan. Salah satunya biaya pelatihan atau pendidikan tambahan.

“Misalnya kita butuh training, biasanya temen-temen ambil course untuk menunjang pekerjaan mereka. Kita ajuin dan jelasin kenapa kita butuh pelatihan itu, bagaimana itu akan membantu kerjaan kita,” cewek asal Semarang ini menjelaskan.

Daftar fasilitas yang didapat An dan teman-teman kantornya ini ternyata cukup panjang loh, Guys. Berlokasi di sebuah vila dengan pemandangan alam serba hijau di kawasan Canggu, Bali, Itsavirus yang pertama berdiri tahun 2018 ini punya sebuah kolam renang yang bebas dipakai kapanpun. Nggak cuma berenang, futsal, badminton dan sesi yoga bersama pun jadi agenda rutin. Nggak cuma itu, setiap 6 bulan sekali, ada company trip di mana semua karyawan piknik bareng. Pokoknya work-life balance banget, deh.

“Kita sering banget ngadain acara. Ada sport day kayak yoga seminggu sekali, ada badminton, ada futsal juga. Kalo lagi pada stress kerja, nyemplung aja ke kolam renang. Selesai renang, ganti baju, ya kerja lagi hehehee," ujar An menggambarkan suasana kantornya sehari-hari.

1655036299-ItsAVirus.jpgSumber: Kantor An berlokasi di sebuah villa di kawasan Canggu, Bali, lengkap dengan kolam renang dan pemandangan sawah yang menyegarkan (Foto: instagram @itsavirus_)

No Office Politics

Meski punya seabrek keuntungan yang jarang dimiliki kebanyakan pegawai, namun yang paling membuat An bersyukur adalah jadwal kerja yang lebih fleksibel dibanding kantor sebelumnya, Guys. An mengaku masih ada momen lembur atau kerja overtime saat sebuah proyek mendekati deadline. Namun, budaya startup yang mengusung diskusi terbuka dan tumbuh bersama membuat dia selalu bisa mengandalkan bantuan dari teman-teman sekantor jika ada masalah. Nggak ada office politics yang bikin tambah beban pikiran.

“Kerjaanku yang sekarang lebih santai sih, kalau dulu lemburnya lebih gila-gilaan,” ujar lulusan UNIKA Soegijapranata di Semarang ini.

“Yang aku suka banget kantorku ini nggak ada saing-saingan. Kalo ada kerjaan yang kita nggak bisa, langsung diomongin. Nanti dibantu cari jalan keluarnya bareng-bareng. Soalnya aku dulu juga sempet kerja di tempat lain tuh nggak tahan dengan persaingannya,” ujarnya.

Kesempatan Belajar

Keunggulan budaya startup yang mengedepankan diskusi terbuka ini juga dirasakan oleh Dinda, karyawan bagian kreatif sebuah startup edutech terkenal di Tanah Air. Resmi bergabung sejak tahun 2019, cewek 26 tahun ini mengaku gaji pokok dan tunjangan yang ia terima memang terbilang standard. Namun, Dinda sama sekali nggak mempermasalahkan itu asalkan di pekerjaan full time pertamanya ini ia punya kesempatan belajar dan menambah pengalaman di bidang pendidikan yang jadi passion-nya.

“Kalo gaji sih standard aja, tapi di sini temennya semua seumuran. Kalau aku punya ide atau pendapat, pasti didengerin dan diterima,” jawab Dinda saat Urbanasia menanyakan kelebihan bekerja di startup. “Jadi, di startup tuh kesempatan belajarnya gede banget. Kita bisa berkembang gitu, kan? Belajar komunikasi, belajar diskusi, belajar menghadapi perbedaan, belajar ngembangin skill juga,” lanjut lulusan sastra sebuah kampus di Jakarta Selatan ini.

Kesempatan tersebut diakui Dinda bikin dia merasa kayak kuliah gratis. Di sisi lain, menyediakan layanan untuk pelajar yang jadi konsumennya, otomatis membuat Dinda berhadapan dengan deadline ketat. Sesekali Dinda juga masih harus lembur atau berkomunikasi online dengan teman-teman kantor di luar jam kerja. Namun, menurut Dinda hal itu masih wajar, karena kantornya pun menerapkan fleksibilitas waktu buat karyawan.

“Ini kan startup pendidikan ya, jadi kalo misalnya user di sekolah (menjalani) semester baru tuh kita harus ngejar materi sesuai tanggal,” Dinda menerangkan.

“Kalau misal kerja sampai malam juga nggak dihitung lembur. Hitungan kerja lembur hanya saat weekend atau tanggal merah. Tapi pas WFO saat aku absen telat juga nggak masalah, nggak ada pemotongan gaji,” tambahnya.

1655036734-Office-Discussion.jpgSumber: Bekerja di startup membuka kesempatan belajar lebih banyak skill dengan diskusi bareng teman-teman sekantor (Foto: Freepik-Tirachardz)

Fasilitas Kerja

Dinda yang sekarang menjalani sistem working from anywhere ini juga menyebutkan sederet fasilitas lain seperti asuransi kesehatan lengkap dari rawat inap, perawatan gigi, hingga kacamata, mesin kopi, makan siang atau snack gratis saat giliran work from office (WFO). Selain gaji, Dinda nggak menyangkal fasilitas tersebut memang termasuk standard. Namun, justru hal itu yang membuatnya merasa aman dari gelombang PHK yang dialami banyak startup akhir-akhir ini.

“Kalau takut sih, nggak ya. Karena waktu perusahaan lain pada bikin ini-itu, kantorku malah bikin pembatasan kayak nggak buka rekrutmen. Jadi, selama pandemi kantorku stabil karena nggak ada pemotongan gaji, nggak ada PHK, karena emang pengeluarannya nggak jor-joran. Alhamdulillah, setiap tahun gajiku pasti naik dan ada bonus juga,” kata Dinda.

Beda halnya dengan An yang memang punya sedikit kecemasan melihat kondisi startup belakangan ini. Namun Ann menganggap hal itu sebagai risiko bekerja di startup.

“Kalau takut sih pasti ada ya, cuma itu kayak risiko kerja di startup sih yang bergantung banget dari investor, kalo di tempat aku (tergantung pada) project-project. Jadi memang harus giat cari klien,” ungkap An.

Dari sharing An dan Dinda sepertinya bisa disimpulkan ya, Guys, bahwa keunggulan kerja di startup adalah soal fleksibilitas waktu dan terbukanya kesempatan diskusi. Namun, fleksibel juga nggak berarti lebih santai karena kerja di startup juga harus siap menghadapi waktu kerja yang lebih panjang saat deadline. Nah kalau kantor Urbanreaders sendiri bagaimana?

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait