URguide

Parasocial Relationship: Halu karena Kesepian?

Ika Virginaputri, Selasa, 28 Juni 2022 22.25 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Parasocial Relationship: Halu karena Kesepian?
Image: Parasocial Relationship (Foto: PBSorg)

Awal Mei 2022, sebuah kejadian viral di media sosial jadi bahan perbincangan netizen Indonesia. Mungkin Urbanreaders masih ingat bahwa pemicunya adalah perseteruan antar fans Kpop. Seorang fans bernama Safa dianggap membuat ujaran kebencian karena menghina personel idol group NCT Dreams. Hal itu membuat Safa jadi sasaran bully sekumpulan NCTzen alias para fans NCT Dreams. Salah satunya bahkan mengancam akan membawa Safa ke jalur hukum, Guys.

“Aku serius dan nggak main-main. Aku di sini sebagai emaknya Seven Dream dan aku mau ngebelain anak-anaknya aku, Na Jaemin sama Huang Renjun dan lain-lain,” ujar salah satu NCTzen dalam sebuah forum di mana Safa 'disidang'.

Hubungan Imajinasi

Aksi bela idola ini kemudian mengenalkan kita pada istilah parasocial relationship. Sebuah istilah yang didefinisikan sebagai hubungan imajinasi sepihak antara penggemar dengan idolanya. Hubungan ini sifatnya satu arah, di mana seseorang mengerahkan seluruh energi dan waktunya untuk orang yang dia kagumi, yang bahkan tidak menyadari keberadaannya. Contohnya yaa NCTzen yang ngaku-ngaku emaknya NCT Dreams itu, Guys.

Sosiolog Universitas Jendral Soedirman di Purwokerto, Jawa Tengah, Hariyadi, menyatakan bahwa fandom memang menjadi faktor utama munculnya hubungan parasosial. Menurut Hariyadi, hal ini bukan 'barang' baru, karena dari tahun 50an dan 60an pun udah banyak orang yang memuja-muja nama terkenal.

“Konsep yang saya kira juga berpengaruh terhadap munculnya parasocial relationship yaitu fandom dan mediated relationship,” ungkap Hariyadi kepada Urbanasia lewat sambungan telepon.

“Namun masih ada bedanya. Kalo fandom activities ada unsur komunitas, ada kolektivitas. Sedangkan parasocial kan cenderung individual. Jadi, unsur komunitas dalam fandom itu menghilang ketika orang semakin terlibat dalam hubungan yang sifatnya parasosial,” sambung Hariyadi.

1656429767-Hariyadi.jpgSumber: Hariyadi, Sosiolog Universitas Jendral Soedirman (Foto: dok pribadi)

Namun Hariyadi menambahkan, kedua hal ini saling berkaitan. Fandom activities meningkatkan parasocial relationship. Terutama di masa pandemi di mana ada larangan berkerumun. Hubungan parasosial pun akhirnya tercipta dengan bantuan teknologi digital seperti media sosial. Di sinilah letak masalah sebenarnya, Guys. Hariyadi berpendapat, semakin intens hubungan parasosial yang dibangun seseorang, maka semakin jauh dia berjarak dengan kehidupan di dunia nyata.

“Saya rasakan sendiri dalam bidang pendidikan juga seperti itu. Mahasiswa-mahasiswa yang melakukan hubungan parasosial ketika harus kuliah dari rumah, parasosialnya semakin meningkat, semakin terasa individual. Banyak laporan tentang betapa tidak responsifnya teman-teman mahasiwa ini ketika bertemu dalam luar jaringan. Itu saya lihat karena proses parasosial,” ujar pemegang titel PhD dari University of Western Australia ini.

Sisi Lain dalam Diri 

Karena sifatnya yang mengalienasi itulah Hariyadi menganggap bahwa parasocial relationship ini cenderung negatif, Guys. Apalagi dalam lingkup digital yang nggak mengenal batasan waktu dan nggak ada kejelasan identitas. Hariyadi mengakui hubungan parasosial punya beberapa efek positif untuk si penggemar, namun tidak dari aspek sosial.

“Dalam konteks individual memang positif. Membuat orang lebih percaya diri, membuat orang jadi lebih berani. Orang yang sehari-harinya mungkin pemalu gitu ya, cenderung asosial, ketika memasuki hubungan parasosial menjadi lebih ekspresif,” Hariadi memaparkan.

“Kalo di Instagram kan orang banyak punya second account gitu ya, di mana dalam second account itu mereka menampilkan diri yang berbeda. Kalau ini sudah banyak penelitiannya ya, nggak lepas dari parasosial itu. Tapi dalam konteks komunitas tradisional, dalam konteks sosial tidak. Itu bisa mengganggu hubungan-hubungan komunitas tradisional. Dengan keluarganya, dengan teman-teman, dengan saudaranya,” sambung Hariyadi.

Mengusir Kesepian

Hubungan parasosial, menurut Hariyadi, erat kaitannya rasa kesendirian dan kesepian dalam diri seseorang. Bahkan, hubungan semu ini sering muncul untuk mengisi kekosongan hati, Guys. Hariyadi mengatakan, sejumlah kajian memang menunjukkan bagaimana di masa modern itu orang makin merasa sendirian dan kesepian.

Akibatnya, ketika dia melakukan hubungan parasosial cenderung agak ekstrem, padahal dalam kehidupan sehari-harinya nggak seperti itu. So, Hariyadi mengingatkan para penggemar yang nge-fans berat dengan idolanya untuk punya batasan dalam mengakses teknologi.

“Memang agak susah ya mengantisipasinya. Cuma menurut saya, kita kurangi kecanduan akan teknologi. Jangan sampai adiktif sama media sosial. Dan hubungan parasosial ini cenderung membuat orang menelan mentah-mentah informasi yang dia baca, maka perlu peningkatan literasi digital, ya? Ketika seseorang sangat intensif dalam hubungan parasosial, menurut survey, orang cenderung lebih mudah terperdaya dengan informasi digital yang belum terverifikasi. Jadi, mudah terpapar kabar-kabar bohong di media sosial. Itu juga salah satu dampak dari hubungan parasosial,” pungkasnya.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait