URtrending

Partai Opisisi di Kamboja Galang Dukungan untuk Tegakan Demokrasi di Negaranya

Urbanasia, Senin, 22 Oktober 2018 13.32 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Partai Opisisi di Kamboja Galang Dukungan untuk Tegakan Demokrasi di Negaranya
Image: istimewa

Urban Asia – Kamboja telah melaksanakan pemilu pada Minggu (29/7) kemarin. Hasilnya Perdana Menteri Hun Sen (65) yang telah berkuasa selama 33 tahun kembali menjadi pemenang. Cambodian People’s Party (CPP) yang dipimpin oleh Perdana Menteri Hun Sen mendapatkan 80 persen suara atau 100 kursi dari total 125 kursi parlemen. Sedangkan kursi yang tersisa didapatkan oleh beberapa partai dari 19 partai politik peserta pemilu lainnya. Namun, pihak partai opisisi utama yang telah dibubarkan pada November 2017 lalu yakni Cambodia National Rescue Party (CNRP) menilai pelaksanaan pemilu tersebut tidak demokratis. Alasannya Perdana Menteri Hun Sen telah melaksanakan berbagai aksi untuk menyingkirkan partai oposisi. Dengan begitu Partai CNRP melalui Deputi Urusan Luar Negeri, Monovithya Kem meminta kepada beberapa pihak seperti PBB, Uni Eropa dan ASEAN untuk menolak hasil Pemilu Kamboja. "Kami butuh suara dan aksi dari negara di kawasan untuk bertindak terhadap sirkus politik yang disebut pemilu Kamboja ini," katanya di Jakarta, Senin (30/7). Dilansir dari Liputan6.com, kehadiran Monovithya dan anggota CNRP lainnya di Jakarta adalah demi mencari dukungan dan bantuan dari organisasi Hak Asasi Manusia (HAM), figur politik dan pemerintah Indonesia "untuk berbicara dan bertindak atas kecurangan pemilu yang tidak demokratis di negara kami." "Kamboja telah jatuh ke jurang kelam, di mana negara kami berubah menjadi negara yang dipimpin satu partai dan satu orang selama bertahun-tahun," ujar Monovithya. "Hal itu, selain telah menelan korban dan kerugian di dalam negeri, bisa menciptakan instabilitas dan efek negatif bagi Kamboja dan negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Oleh karena itu, negara seperti Indonesia dan Australia harus angkat bicara dan bertindak," jelas Monovitnya. Wakil Presiden CNRP, Mu Sochua juga menambahkan, Indonesia harus memimpin ASEAN agar Kamboja kembali mematuhi Deklarasi Hak Asasi Manusia ASEAN. Karena, apa yang telah terjadi di Kamboja kini sudah merupakan pelanggaran terhadap HAM dan demokrasi. "Indonesia, sebagai co-chair Paris Peace Accords 1991 juga harus bertindak agar menyelaraskan Kamboja sesuai dengan perjanjian tersebut," imbuh Mu Sochua. Sementara itu dikutip dari Tempo.co, Duta Besar Indonesia untuk Kamboja, Sudirman Haseng menilai masyarakat Kamboja belum lupa pada trauma masa lalu. Masyarakat Kamboja merindukan keterbukaan tetapi ingin kondisi tetap kondusif dan pemerintahan saat ini berhasil wujudkan itu. "Masa lalu yang kelam belum hilang sehingga masyarakat belum ingin mengorbankan kestabilan itu untuk mendapatkan keterbukaan. Apalagi ada beberapa negara di dunia yang masyarakatnya mau terbuka tapi malah terjadi ketidakstabilan, bahkan kemunduran," kata Sudirman. Duta Besar Sudriman juga menjelaskan pada Pemilu Kamboja 2018 ini proses kampanye hingga pemungutan suara tidak menganggu aktivitas masyarakat, tidak ada ketakutan dan kekhawatian. Masyarakat bahkan diberikan kesempatan untuk memberikan hak pilihnya dengan diberlakukannya hari libur selama tiga hari agar mereka yang merantau bisa pulang kampung. Para pemilik usaha pun dihimbau oleh pemerintah Kamboja agar membayar dimuka separuh gaji karyawannya agar mereka memiliki kemampuan untuk pulang kampung dan mengikuti pemilu.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait