URtrending

Pengaruh Parliamentary Threshold kepada Pemilih

Urbanasia, Senin, 22 Oktober 2018 13.32 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Pengaruh Parliamentary Threshold kepada Pemilih
Image: istimewa

Urban Asia – DPR dan pemerintah telah mengetok palu Undang – undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Pasal yang paling krusial adalah terkait ambang batas atau parliamentary threshold (PT) sebesar 4%. PT 4% ini naik dari sebelumnya yang pada pemilu 2014 hanya 3,5%.

Arti dari PT ini sendiri adalah partai politik yang dapat masuk atau mendudukan anggotanya di DPR adalah yang raihan suaranya dalam pemilu berhasil mencapai PT tersebut.

Pada 2014 partai politik peserta pemilu yang tidak lolos di DPR adalah Partai Bulan Bintang (PBB) serta Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI). Meski kedua partai itu berhasil mendudukan wakilnya di DPRD tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Tujuan dari PT ini sendiri dimaksudkan untuk memperkuat sistem presidensil. Maksudnya agar pemerintahan dapat berjalan efektif di bawah kepemimpinan presiden atau tidak menghadapi kendala yang berarti dari DPR dalam menjalankan roda kebijakan. Namun faktanya, PT 3,5% yang lalu sempat menimbulkan riuh rendah antara partai politik di DPR dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Di awal – awal kepemimpinan Jokowi, DPR terbelah menjadi 2 kubu yakni berdasarkan koalisi pendukung Jokowi yang bernama Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dengan partai politik mantan pendukung Prabowo Subianto yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP).

Seiring waktu konflik kedua koalisi tersebut di DPR berjalan meredup. Seperti PAN yang tadinya tergabung dalam KMP, loncat memberikan dukungan kepada Jokowi.

Ditambah Demokrat yang mengkalim sebagai partai penyeimbang, kadang mendukung Jokowi, tak jarang juga kontra dengan Jokowi. Selain itu, DPR juga sempat dinilai tak bertajih ketika pada tahun 2017 terjadi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), tarif dasar listrik (TDL) dan pengurusan surat –surat kendaraan bermotor.

Analis Ekonomi dan Politik Labor Institute Indonesia, Andy William Sinaga mengkritisi sikap legislatif yang tidak kritis dan terkesan saling lempar tanggungjawab dengan pemerintah.

"Saya juga mengkritik posisi DPR dan DPD yang terkesan diam dalam mengkritisi kebijakan pemerintah tersebut, apalagi terlihat kurang profesionalnya kinerja lembaga kementrian, sehingga terkesan saling lempar tanggung jawab atas kebijakan tersebut. Contohnya Menkeu Sri Mulyani lepas tangan akan besaran kenaikan pajak kendaraan bermotor," kata Andy dilansir dari RMOL, Jumat (6/1/2017).

Dengan kondisi seperti ini, menariknya jika dikaitkan dengan hasil survei Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang menyatakan bahwa kemungkinan hanya 6 partai politik yang akan lolos PT 4% atau mendapat bangku di DPR.

Keenam partai politik itu adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Golkar, Gerindra, PKB, PPP dan Demokrat. Sedangkan yang mungkin tidak lolos adalah PKS, PAN, NasDem, Hanura, Perindo, PBB, Partai Garuda, PSI dan Partai Berkarya.

Dari hasil survei LIPI dan pasca UU Pemilu terkait PT, yang banyak memberikan respon adalah berasal dari partai politik ketimbang masyarakat umum. Dan pemilih sendiri nampaknya ‘adem ayem’ saja meski PT diberlakukan dan dirasa berat oleh beberapa partai, khususnya partai yang baru ikut serta di pemilu kali ini.

Kenapa bisa begitu? Mengutip dari Richard S. Katz yang membagi partai politik berdasar beberapa tipe, dapat disimpulkan partai politik di Indonesia dengan melihat fenomena di DPR, masuk ke dalam kategori catch all party.

Partai politik kategori ini orientasinya adalah untuk memenangkan pemilu. Konsokuensi dari partai politik jenis catch all party adalah ikatan partai dengan pemilih tidak begitu kuat, meski beberapai partai politik mempunyai pemilih loyal.

Belum lagi jika dikaitkan dengan laku anggota legislatif dari tingkat pusat hingga daerah yang merupakan kader partai politik banyak terkena operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ditambah lagi, UU Pemilu yang berubah tiap 5 tahun sekali, memunculkan anggapan pemilih terhadap partai politik masih lebih mengutaman kepentingan partai, kelompok atau golongannya daripada kepentingan rakyat banyak atau pemilih.

Alhasil pemberlakuan PT 4% pada pemilu 2019 nanti sebenarnya dapat dikatakan tidak berpengaruh banyak terhadap pemilih. Sekarang kita selaku pemilih muda yang mempunyai kekuatan sekitar 40% dari total suara pemilih, mempunyai peluang untuk menentukan partai politik mana yang kita loloskan untuk duduk di DPR.

Mungkin cara yang dapat kita lakukan adalah dengan melihat kualitas dari para calegnya di tiap partai. Lakukan seleksi yang super – super ketat ya guys dengan memilih caleg yang program – programnya berpihak pada rakyat banyak. Terpenting jangan golput atau abstain!

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait