URtrending

Pro Kontra RUU KUHP Seks di Luar Nikah, Pakar: Yang Siri, Nikah Aja!

Healza Kurnia H, Rabu, 18 September 2019 18.10 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Pro Kontra RUU KUHP Seks di Luar Nikah, Pakar: Yang Siri, Nikah Aja!
Image: ahli hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Prof. Dr. Mudzakir, SH, MH. (istimewa)

Jakarta - Draft Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHP nggak terasa seminggu lagi bakal disahkan, guys.

Satu hal yang saat ini jadi sorotan publik adalah mengenai hubungan seks di luar pernikahan.

Meski menjadi kontroversi di mata masyarakat, ahli hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Prof. Dr. Mudzakir, SH, MH. mengatakan bahwa sebenarnya di KUHP baru ini mengatur supaya warga negara Indonesia mengikuti norma dan aturan yang berlaku.

"Ini adalah seperangkat aturan dengan paket lengkap. Jadi sebenarnya perlunya ada RUU KUHP ini juga mengawinkan antara norma yang berlaku di negara ini dan aturan dasar hukum perkawinan. Dalam konteks negara, maka perkawinan harus sesuai dengan hukum negara di mana telah diatur dalam UU Perkawinan," beber Mudzakir.

Baca Juga: KUHP Baru: Hubungan Seks di Luar Nikah Terancam Pidana Penjara

Lalu, seperti apa sih makna "zina" dan pernikahan yang dimaksud dalam KUHP yang baru ini.

Jika mulanya, zina didefinisikan persetubuhan bila salah satu atau dua-duanya terikat pernikahan.

Namun, dalam RUU KUHP yang baru ini, zina diluaskan menjadi seluruh hubungan seks di luar pernikahan.

"Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda Kategori II," demikian bunyi Pasal 417 ayat 1 RUU KUHP.

"Bagaimana dengan yang nikah siri? Udahlah mending ikutin aja hukum negara yang telah diatur, sahkan pasanganmu jika tidak ingin terjerat dalam pidana," ungkap Mudzakir.

Karena jika mengacu RUU KUHP yang baru, juga telah diatur siapa yang bukan suami atau istrinya, berikut listnya, Urbanreaders!

Baca Juga: Wiranto: Pengesahan UU KPK Bukan Ajang Balas Dendam DPR

  1. Laki‑laki yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan yang bukan istrinya;
  2. Perempuan yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki‑laki yang bukan suaminya;
  3. Laki‑laki yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan, padahal diketahui bahwa perempuan tersebut berada dalam ikatan perkawinan;
  4. Perempuan yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki‑laki, padahal diketahui bahwa laki‑laki tersebut berada dalam ikatan perkawinan; atau
  5. Laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan melakukan persetubuhan.

Justru, dalam pernyataannya kepada Urbanasia, Mudzakir mengatakan jika KUHP ini menjadi sangat penting dan tidak lagi memerlukan RUU Pidana Kekerasan Seksual (PKS).

Baca Juga: UU KPK Resmi Disahkan, Peneliti Menilai Hasil Revisi Cacat Formil

"UU PKS bertentangan dengan intisarinya RUU KUHP yang baru. Jadi, menurut saya sih RUU PKS lebih ke administrasi saja karena apa yang diatur di dalamnya juga beda," ujar dia.

"Nah, supaya paket komplit ini makin lengkap, maka setelah ditandatangani nanti jangan langsung diimplementasikan, tapi atur dulu bagaimana hukuman tindakannya, sosialisasi kepada kepolisian dan pengadilan. Tentu itu butuh masa transisi dan biasanya masa transisi adalah 3 tahun," pungkasnya.(*)

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait