URedu

Produktif di Era Hybrid: Kerjaan Beres Tanpa Stres

Ika Virginaputri, Senin, 14 Februari 2022 15.16 | Waktu baca 7 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Produktif di Era Hybrid: Kerjaan Beres Tanpa Stres
Image: ilustrasi kerja hybrid (Foto: HRAsia)

Setiap jenis pekerjaan mendatangkan tantangan tersendiri. Mulai dari Work from Office (WFO), Work from Home (WFH), remote working, 3A alias kerja Anytime, Anywhere, (menggunakan) Any Device, semua menuntut kita untuk atur strategi terbaik. Belum selesai beradaptasi dengan itu, sudah banyak survei tentang sistem kerja ideal. Kerja hybrid atau kombinasi antara WFH dan WFO, dinilai bisa jadi solusi yang menjembatani kebutuhan perusahaan dan tuntutan work-life balance yang digaungkan para pekerja. Namun dalam pelaksanaannya, pihak perusahaan dan pekerjanya sendiri ternyata masih sering 'bentrok', Guys. Terus, mesti gimana, dong?

Standar Efektivitas Kerja

Dari masa ke masa, sejarah mencatat banyak kemajuan bagi dunia kerja. Mulai dari menjamurnya pabrik di abad ke-19 hasil revolusi industri, sampai penemuan komputer dan internet yang membawa kita masuk ke era digital. Sejak pandemi melanda, sistem kerja pun terus mengalami perubahan. Hidup berdampingan dengan wabah, 'memaksa' kita supaya lebih fleksibel dengan perubahan yang serba cepat. Menurut konsultan HRD (Human Resources Development) dan Organisasi, Sylvanus Hardiyanto, perubahan ini tentu berdampak ke perusahaan maupun ke pekerjanya sendiri. Pria yang akrab dipanggil Ivan ini beranggapan, sebagian besar masalahnya yaitu karena nggak ada standard pasti untuk mengukur efisiensi dan efektivitas kerja di luar kantor.

"Banyak perusahaan yang saya perhatikan sampai hari ini mereka masih mencari pola mana yang lebih efektif sebenarnya," Ivan menjelaskan kepada Urbanasia. "Pada saat pekerja bekerja di rumah bagaimana cara monitoringnya, bagaimana cara evaluasinya, ini perusahaan sampai hari ini masih mencari pola. Makanya masih suka ganti-ganti. Ada yang bikin aturan check-in setiap jam segini, nanti check-in lagi jam segini. Ada juga yang setiap hari harus standby kamera on. Apakah itu efektif? Ternyata iya dan tidak. Karena kembali lagi, mereka masih banyak meraba apakah yang dilakukan ini sudah bisa memenuhi target pekerjaannya. Ada yang iya, ada yang tidak," kata Ivan lagi.

1644835817-IvanHardiyanto.jpgSumber: Sylvanus Hardiyanto, konsultan HR dan organisasi (Foto: dok pribadi)

Ketidakpastian itu kemudian bertambah rumit nih Guys, karena Ivan menilai kondisi pekerja juga berbeda-beda. Misalnya saat kasus positif COVID-19 lagi naik dan kita harus kerja dari rumah, suasana tempat tinggal dan peralatan yang kita miliki tentu mempengaruhi hasil kerja. Tetangga berisik bikin hilang fokus saat meeting virtual atau harus kirim file berukuran besar dengan koneksi internet lemot pasti bikin frustrasi kan ya? Ini lagi nih Guys, yang akhirnya bikin semua orang stres. Bos dan manajer merasa target nggak tercapai, pekerja pun merasa nggak berdaya dengan kondisi yang dihadapi. Terus, gimana jalan keluarnya? 

"Ini menariknya kerja dari rumah, konsep mereka memindahkan pekerjaan dari kantor untuk dikerjakan di rumah," ujar Ivan. "Padahal harusnya ini juga konsep yang harus disesuaikan. Bukan berarti pekerjaan di kantor dipindahkan ke rumah karena fasilitasnya belum tentu sama. Situasinya juga belum tentu sama. Menurut hemat saya, yang terpenting ketika kita bekerja secara remote, jam kerja itu bukan lagi menjadi hal yang utama untuk kita perhatikan. Karena yang terpenting bekerja jarak jauh itu hasilnya, bukan durasi," sambung Ivan.

Fokus pada Hasil

Fokus ke hasil pekerjaan dibanding waktu menurut Ivan merupakan langkah yang tepat untuk menjaga kinerja karyawan. Namun bukan berarti pekerja juga bisa santai-santai. Manajemen tetap harus memberikan tenggat waktu yang jelas berdasarkan load kerja dan karyawan punya kewajiban memenuhi target itu. Namun dengan mengutamakan hasil, setidaknya perusahaan memberikan keleluasaan buat pekerja untuk mengantisipasi kondisi mereka yang kurang kondusif tadi. Soalnya terkadang distraksi nggak hanya berasal dari kondisi pekerja aja loh, Guys. Distraksi berupa deretan jadwal meeting harian pun dinilai Ivan bisa mengganggu kinerja. Pernyataan Ivan tersebut datang dari pengalamannya sendiri yang melihat seorang pekerja harus menghadiri dua meeting sekaligus saat WFH. 

"Pada saat bekerja dari rumah seringkali jadwal meeting itu back to back," Ivan menuturkan. "Jam 8 meeting sama ini, jam 10 meeting sama ini jam seterusnya meeting sama ini. Pertanyaan selanjutnya, lalu mengerjakan hasil meeting-nya kapan? Bahkan saya pernah lihat ada 1 orang meeting di waktu bersamaan untuk dua meeting yang berbeda. Apakah bisa fokus begitu? I don't think so. Dan apakah akan berhasil karena yang dibutuhkan adalah attendance-nya, bukan outputnya. Makanya dia lakukan itu. Karena (kalau) tidak hadir dia lalai gitu. Padahal yang dibutuhkan output-nya," ungkap pria yang sekarang menjabat sebagai General Manager toko kue Ann's Bakehouse & Creamery ini.

Profit, Reputasi, dan Keberlangsungan

Dengan situasi kerja yang kerap berubah cepat dan berujung pada stress, Ivan menekankan pada tiga kata kunci, yaitu profit, reputasi, dan keberlangsungan. Pemilik usaha produksi alat musik FM Pedals ini menjelaskan, di manapun dan apapun sistem kerja yang diterapkan, yang terpenting adalah karyawan dan perusahaan sama-sama memahami tiga hal itu sebagai goal pekerjaan mereka.

"Tantangan bisnis tentang bagaimana kita menghasilkan profit, membangun reputasi yang baik, dan menjaga keberlangsungan dari kedua hal tersebut," kata Ivan kepada Urbanasia. "Apapun bisnisnya, apapun model pekerjaannya, di manapun dia bekerja harus fokus ke tiga hal tadi: Profit, reputasi, dan keberlangsungannya. Kalau mereka sudah paham, mindset mereka harusnya sudah berpikir bahwa setiap pekerjaan yang dilakukan arahnya ke sana. Dia akan melakukan adjustment itu sendiri karena kalau dia tidak lakukan, tujuan dari tiga hal tadi tidak akan tercapai," imbuh Ivan.

Lebih lanjut Ivan menambahkan bahwa pimpinan dan manajer selaku wakil perusahaan jelas punya peran vital di sini, Guys. Sudah bukan zamannya lagi, kantor menerapkan manajemen mikro yang kaku dalam mengawasi pekerja. Selain menyediakan fasilitas dan infrastruktur memadai untuk menunjang kinerja pegawai, bos dan manajer juga nggak boleh lupa untuk terus memeriksa kondisi mereka. Contohnya sesederhana menanyakan kesehatan dan kabar keluarga. Ivan menilai yang terdengar sepele justru bisa memotivasi pegawai untuk meningkatkan kinerja. Perhatian tulus seperti itu adalah cara untuk menegaskan bahwa kesehatan pekerja sangat penting bagi perusahaan. Dari hal seperti itu juga perusahaan bisa membangun komunikasi yang lebih baik dengan pekerja. Terutama saat giliran kerja dari rumah yang nggak memungkinkan interaksi face to face.

"Peran manajer penting banget di sini, manajer harus paham bagaimana mengelola timnya," ujar Ivan. "Manajer-manajer yang masih control freak yang masih micro-management ini akan kesulitan. Mereka pengennya memastikan bahwa semua pekerja berada di depan laptop mengerjakan pekerjaannya. Padahal kan nggak mesti begitu, yang penting output-nya apa dan komunikasinya harus lebih sering. Dan harus mau lebih percaya kepada timnya. Nah, ini penting banget. Jadi nggak dikit-dikit dicek," papar Ivan.

Dengan memberikan kepercayaan lebih kepada pekerja, menurut Ivan pihak perusahaan nggak hanya jadi dimudahkan dari segi koordinasi, namun juga akan lebih terlihat dengan jelas siapa pekerja yang berkomitmen tinggi dalam menyelesaikan pekerjaan dengan baik sesuai dengan jadwal yang ditentukan.

Disiplin dan Berkomitmen

Ivan tidak menampik bahwa apapun pekerjaannya dan bagaimanapun sistem yang diberlakukan, stres merupakan suatu hal yang nggak bisa dihindari. Namun menurut Ivan, itulah tanda bahwa pekerjaan yang kita lakukan sangat berarti bagi pengembangan diri. Dari sisi profesionalisme, Ivan mensyaratkan pekerja harus punya disiplin komitmen dan disiplin persiapan dalam mengatasi kondisi kerja yang tak menentu. Komitmen untuk fokus ke kerjaan dan persiapkan seluruh 'amunisi' yang bakal membantu komitmen itu. Misalnya device kerja atau materi kerja yang butuh waktu dalam penyelesaiannya. Jadi seharusnya nggak masalah ya Guys, sistem WFO, WFH atau hybrid selama kita bertanggung jawab penuh menyelesaikan tugas yang diamanatkan perusahaan.

"Setiap pekerjaan, mau di rumah, mau di kantor, itu pasti punya tingkat stres yang berbeda. Itu sudah pasti. Sebenarnya bukan mana yang lebih stres, tapi mana yang bisa lebih menghasilkan sesuatu yang optimal? Kalau stres, semua stres sih menurut saya. Kalau pekerjaan nggak stres artinya ya kurang seru aja di pekerjaan itu," jelasnya.

Yang Ivan maksud adalah setiap sistem kerja punya kelebihan dan kekurangan. Namun, kerja di luar kantor artinya kita punya keistimewaan untuk mengatur sendiri waktu yang paling baik untuk bekerja. Kita sendiri yang tahu jam biologis kita, kita sendiri juga yang mengenal batas kemampuan kita. 

"Kalau kita sudah memahami bahwa yang penting adalah outputnya, kita bisa tentukan mau bekerja kapan pun, yang penting di due date-nya itu sudah tercapai. Ini juga berkaitan dengan manajernya. Manajer ingin progress harus ada setiap hari, ya artinya pekerjanya juga harus menyesuaikan. Misalnya setiap jam 4 (sore) check-in sudah sampai di mana progress-nya. Silakan lakukan itu. Tapi di antara itu silakan aja mau ngapain. Mau sepedaan dulu kek, kalau ada waktunya. Jadi karyawan diberikan kepercayaan juga mengatur waktu yang paling baik untuk dia bekerja," tambah Ivan.

Manajemen waktu memang harus jadi soft skill yang harus dikuasai semua pekerja. Namun selain itu, Ivan berpendapat menambah kemampuan berteknologi akan jadi persiapan dengan nilai tambah untuk beradaptasi dengan sistem kerja era digital. Soalnya nggak jarang pekerjaan jadi tertunda karena karyawan kurang menguasai teknologi alias gaptek (gagap teknologi).

"Selalu mau belajar hal baru. Ini penting banget nih," ujar Ivan memperingatkan. "Misalnya yang terkait dengan teknologi. Kalau dia gagap teknologi dia bingung, akhirnya lama menyelesaikan pekerjaannya cuma gara-gara dia nggak bisa kirim sesuatu. Makanya harus mau selalu belajar hal baru dengan cepat juga sih. Dan penguasaan teknologi ini udah bukan sesuatu hal yang luar biasa menurut saya, udah sebuah kewajiban saat ini. Jadi kalau kita nggak adaptif dengan teknologi agak repot ya?" pungkas Ivan.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait