URguide

Punya "Ide Gila", Mahasiswa Bikin Desain Sneakers Serupa Alat Musik Sasando

Nunung Nasikhah, Selasa, 22 Oktober 2019 20.15 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Punya "Ide Gila", Mahasiswa Bikin Desain Sneakers Serupa Alat Musik Sasando
Image: its.ac.id

Jakarta - Apa jadinya jika sneakers mempunyai desain menyerupai alat musik tradisional Sasando dari pulau Rote? Nggak pernah terbayangkan, kan?

Ide ‘gila’ ini dicetuskan oleh Alfons Alfani Aryanto, mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Alfons membawa idenya ini pada kompetisi Indonesia Footwear Creative Competition (IFCC) 2019 dan berhasil meraih juara pertama untuk kategori sketsa konsep sneakers, September lalu.

IFCC sendiri merupakan kompetisi bergengsi yang diadakan Balai Pengembangan Industri Persepatuan Indonesia (BPIPI).

Kompetisi ini menjadi ruang kreatif generasi muda untuk menciptakan desain sepatu lokal yang inovatif dan berdaya saing global.

Baca juga: Siap-siap! Urban Sneaker Society 2019 Bakal Hadir Lagi

“Mengikuti kompetisi ini merupakan target saya di tahun ketiga untuk aktif berkompetisi di bidang desain,” ungkap mahasiswa Departemen Desain Produk Industri ini.

Karena tema yang diusung adalah ‘Heritage in modernity’, mahasiswa kelahiran Bandung ini akhirnya kepikiran ide dari alat musik Sasando.

text Image: its.ac.id

Minimnya generasi muda yang mengetahui alat musik Sasando ini menjadi nilai penting untuk menuangkan idenya pada desain sepatu.

“Selain itu, saya ingin mengangkat Sasando sebagai alat musik tradisional Pulau Rote yang unik,” tegasnya.

Konsep Sasando ini ia terapkan dalam desain high top sneakers modern. Gambaran dari lekukan bagian belakang dan sisi sepatu dibuat menyerupai anyaman daun lontar seperti dalam Sasando yang berfungsi sebagai resonator Sasando.

Baca juga: Asyik! Sekarang Jakarta Sneaker Day Hadir di Online

“Ciri khas bentuk Sasando di bagian heel support, serta shoe laces memberikan kesan harmonis dan indah pada sepatu yang saya desain,” terang mahasiswa yang menerima penghargaan di Institut Teknologi Bandung tersebut.

Mahasiswa kelahiran 1999 ini menambahkan, butuh waktu tiga bulan untuk menyelesaikan karyanya. Pemilihan konsep, riset, dan mediasi sketsa secara detail menuntunnya mendapatkan desain yang sesuai.

“Saya benar-benar melakukan riset untuk mendapatkan konsep yang bagus, dan itu memakan waktu sekitar satu bulan,” ujarnya

Dibalik prestasi yang ia capai, Alfons belajar banyak dari kegagalannya ketika mengikuti IFCC di tahun sebelumnya. Kegagalan tersebut membuatnya termotivasi untuk melakukan yang terbaik dalam kompetisi IFCC 2019.

Baca juga: Keren, Nike Bakal Rilis Sepatu 'Spongebob Squarepants' x Nike Kyrie Berdesain Rumah Nanas!

“Saya belajar banyak dari nominator yang lolos, dari situ saya bisa mengevaluasi karya saya,” tandasnya.

Baginya, desain tidak hanya perspektif dari desainer, tetapi juga dari orang lain. Karena itu, selama berkarya ia selalu meminta evaluasi dari orang-orang di sekitarnya. Bahkan, meminta evaluasi karya pada proses penjurian di Food Society Pakuwon Mall Surabaya pernah ia lakukan.

“Jadi, ketika nanti tidak lolos saya tahu apa yang harus diperbaiki,” terangnya.

Alfons berharap, sepatu hasil desainnya dapat diaplikasikan pada desain industri footwear BPIPI. Selain itu, dengan mengikuti banyak kompetisi dan memenuhi portofolio, ia berupaya mewujudkan cita-cita sebagai desainer skala internasional.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait