Sejarah Kota Batu, Dari Peristirahatan Raja Hingga Swiss Kecil di Pulau Jawa

Batu- Nama Kota Batu pasti identik dengan keindahan alam dan wisatanya. Hawanya yang sejuk dan pesona alamnya yang indah memang jadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan.
Namun, tahukah kalian ternyata keindahan Kota Batu ini dulunya merupakan primadona bagi keluarga kerajaan dan orang-orang Eropa?
Menurut catatan sejarah, sejak abad ke-10, wilayah Batu dan sekitarnya telah dikenal sebagai tempat peristirahatan bagi kalangan keluarga kerajaan, karena wilayah adalah daerah pegunungan dengan kesejukan udara yang nyaman. Selain itu juga didukung oleh keindahan pemandangan alam sebagai ciri khas daerah pegunungan.
Pada masa pemerintahan Raja Sindok, seorang petinggi Kerajaan bernama Mpu Supo diperintah Raja Sendok untuk membangun tempat peristirahatan keluarga kerajaan di pegunungan yang didekatnya terdapat mata air. Dengan upaya yang keras, akhirnya Mpu Supo menemukan suatu kawasan yang sekarang lebih dikenal sebagai kawasan wisata Songgoriti.
Baca Juga: Festival Macakutha, Tersedia 'Paket Komplit' Bagi Pecinta Buku di Surabaya
Atas persetujuan Raja, Mpu Supo yang konon kabarnya juga sakti mandraguna itu mulai membangun kawasan Songgoriti sebagai tempat peristirahatan keluarga kerajaan serta dibangun juga sebuah candi yang diberi nama Candi Supo.
Ditempat peristirahatan tersebut terdapat sumber mata air yang mengalir dingin dan sejuk seperti semua mata air di wilayah pegunungan. Mata air dingin tersebut sering digunakan mencuci keris-keris yang bertuah sebagai benda pusaka dari kerajaan Sendok.
Karena sering digunakan untuk mencuci benda-benda kerajaan yang bertuah dan mempunyai kekuatan supranatural yang dahsyat, akhirnya sumber mata air yang semula terasa dingin dan sejuk akhirnya berubah menjadi panas.
Dan sumber air panas itupun sampai saat ini menjadi sumber abadi di kawasan Wisata Songgoriti.
Berdasarkan kisah-kisah orang tua maupun dokumen yang ada, wilayah yang terletak di kaki Gunung Panderman dengan ketinggian 700 sampai 1100 meter di atas permukaan laut ini, sampai saat ini belum diketahui secara pasti tentang kapan nama “Batu” mulai disebut untuk menamai kawasan peristirahatan tersebut.
Dari beberapa pemuka masyarakat setempat memang pernah mengisahkan bahwa sebutan Batu berasal dari nama seorang ulama pengikut Pangeran Diponegoro yang bernama Abu Ghonaim atau disebut sebagai Kyai Gubug Angin yang selanjutnya masyarakat setempat akrab menyebutnya dengan panggilan Mbah Wastu.
Dari kebiasaan kultur Jawa yang sering memperpendek dan mempersingkat sebutan nama seseorang yang dirasa terlalu panjang, akhirnya lambat laun sebutan Mbah Wastu berubah menjadi Mbah Tu lalu menjadi Mbatu atau batu sebagai sebutan yang digunakan untuk kota dingin di Jawa Timur ini.
Menurut sejarah, Abu Ghonaim merupakan pengikut Pangeran Diponegoro yang setia, dengan sengaja meninggalkan daerah asalnya Jawa Tengah dan hijrah dikaki Gunung Panderman untuk menghindari pengejaran dan penangkapan dari serdadu Belanda.
Abu Ghonaim atau Mbah Wastu yang memulai kehidupan barunya bersama dengan masyarakat yang ada sebelumnya serta ikut berbagi rasa, pengetahuan dan ajaran yang diperolehnya semasa menjadi pengikut Pangeran Diponegoro.
Akhirnya banyak penduduk dan sekitarnya dan masyarakat yang lain berdatangan dan menetap untuk berguru, menuntut ilmu serta belajar agama kepada Mbah Wastu.
Bermula mereka hidup dalam kelompok di daerah Bumiaji, Sisir dan Temas akhirnya lambat laun komunitasnya semakin besar dan banyak serta menjadi suatu masyarakat yang ramai.
Di sisi lain, karena panorama alam yang indah dan berudara sejuk, Kota Batu memang punya magnet tersendiri. Untuk itulah di awal abad 19 Batu berkembang menjadi daerah tujuan wisata, khususnya orang-orang Belanda, sehingga orang-orang Belanda itupun membangun tempat-tempat Peristirahatan berupa villa bahkan bermukim di Batu.
Situs dan bangunan-bangunan peninggalan Belanda atau semasa Pemerintahan Hindia Belanda itupun masih berbekas bahkan menjadi aset dan kunjungan wisata hingga saat ini.
Baca Juga: 3 Fakta Menarik Desa Balun Lamongan yang akan Diproyeksikan Jadi Desa Surga
Saking kagumnya bangsa Belanda atas keindahan dan keelokan Kota Batu, mereka mensejajarkan wilayah Batu dengan Switzerland dan bahkan memberikan predikat sebagai ‘De Klein Switzerland’ atau Swiss kecil di Pulau Jawa.
Peninggalan arsitektur dengan nuansa dan corak Eropa pada penjajahan Belanda dalam bentuk sebuah bangunan yang ada saat ini serta panorama alam yang indah di kawasan Batu sempat membuat Bung Karno dan Bung Hatta mengunjungi dan beristirahat di kawasan Selecta Batu, pasca perang kemerdekaan.