URnews

Sikap Abstain Parpol di Pemilu 2019, Tak Menakutkan

Urbanasia, Senin, 22 Oktober 2018 13.32 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Sikap Abstain Parpol di Pemilu 2019, Tak Menakutkan
Image: istimewa

Urban Asia – Para parpol peserta pemilu 2019 kayaknya lagi pada ribet nyusun puzzle koalisinya nih. Alesannya karena ada syarat untuk mencalonkan pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yaitu 25% total suara dari pemilu sebelumnya atau 20% dari total jumlah kursi di DPR. Tentu para parpol menginginkan kadernya menjadi kandidat yang diusung sebagai capres dan cawapres. Seperti beberapa waktu lalu, hasil ijtimak ulama yang merekomendasikan nama kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yakni Salim Segaf Al-Jufri untuk menjadi Cawapres mendampingi Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto. Tapi sebenernya yang direkomendasikan bukan hanya nama Salim Segaf aja sih, ada juga Ustadz Abdul Somad yang lagi ngehits banget. Berbeda dengan Salim Segaf, Ustadz Aabdul Somad menyatakan ingin tetap berada di jalur dakwah. Meski begitu, tampak hasil Ijtimak Ulama belum tentu dijadikan acuan penetapan capres dan cawapres untuk para parpol yang mendukung Prabowo. Ada juga wacana yang cukup kuat, Prabowo dipasangkan dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), bahkan ada juga isu, bahwa yang akan diusung ialah pasangan Anies Baswedan – AHY. Menanggapi situasi yang masih tarik ulur tersebut, muncul pernyataan yang kontroversi sekaligus riskan dari Direktur Pencapresan PKS, Suhud Aliyudin. Suhud menyatakan partainya membuka opsi abstain dalam Pemilu 2019 jika 9 nama kader PKS yang diajukan Majelis Syuronya tidak ada yang terpilih menjadi Cawapres. Abstain yang artinya tidak menentukan sikap atau dalam konteks ini PKS mempunyai skenario tidak mendukung Joko Widodo (Jokowi) maupun Prabowo Subianto yang digadang – gadang akan bertarung pada Pemilu nanti. Kira – kira sikap ini akan menguntungkan atau merugikan PKS ya? Gak lama setelah membuat pernyataan ini, Suyud pun buru – bura memberikan klarifikasinya. Ia meluruskan pernyataan yang dikeluarkan tentang opsi abstain ini adalah sebagai pendapat pribadi bukan kepartaian. Kok bisa begitu Pak? Hehe. Ya wajar aja sih langsung diluruskan. Menurut kader PKS, Fahri Hamzah yang tak diaku oleh pemimpin partainya sekarang, pernyataan Suyud adalah bentuk komunikasi yang buruk. Fahri menjelaskan dalam Undang – undang Pemilu, partai politik diwajibkan berkoalisi mendukung capres dan cawapres. Selain itu menurut Fahri yang juga Wakil Ketua DPR, bentuk komunikasi dari Suyud tidak mencerminkan tipe PKS yang merupakan partai kader. Artinya suara kader diakar rumput diabaikan. Dari 2 alasan tersebut, kita bisa ngebayangin lha ya, berapa suara rakyat yang akan mendukung PKS, jika tidak mendukung salah satu capres. Mesti diingat pemilih dalam memberikan suaranya untuk parpol masih berpatokan pada figur capres yang didukung parpol yang ada. Belum lagi kalo tipe PKS sebagai partai kader, ya bisa diasumsikan pemilihnya tidak akan bertambah atau berkurang drastis, dapat diartikan raihan suara PKS mungkin tidak akan jauh dari pemilu 2014 yakni 40 kursi DPR atau 8.480.204 suara (6,79 persen). Meski begitu, Partai Gerindra dan Demokrat tetap membujuk PKS buat berkoalisi kok. Apalagi mengingat PKS menjadi ujung tombak yang menyuarakan wacana #2019GantiPresiden. Bujukan ini bisa diartikan sebagai bentuk ‘obat penenang’ PKS yang lagi galau kali ya? Kan tadi balik lagi, kalau PKS gak bergabung koalisi, PKS sendiri yang kemungkinan besar akan merugi. Jadi bisa dibilang, wacana sikap abstain PKS ini, tidaklah menakutkan. Tapi sekali lagi, ini cuma pendapat pribadi Suhud seorang. Mungkin besok – besok, Pak Suhud dalam memberikan pernyataan harus tenang ya Pak, tidak emosional apalagi baperan, hehe.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait