Kisah Tragis Hakan Sukur: Pahlawan Turki yang Terbuang dan Kini Jadi Supir Uber

New York - Tak ada yang pernah menyangka jalan hidup Hakan Sukur saat ini. Dari dulunya berstatus pahlawan Turki, Sukur terbuang dari negaranya sendiri dan kini malah jadi supir taksi online.
Sukur melejit namanya saat memperkuat Galatasaray pada 1992-1995 dan sempat bermain di Torino sebelum kembali lagi.
Ketajamannya bersama Galatasaray dan keberhasilan klub itu menjuarai Piala UEFA 2000 membuat nama Sukur harum.
Beberapa klub lantas tertarik meminangnya sebelum berlabuh di Inter Milan.
Baca Juga: Ini Dia Rahasia Tubuh Atletis Cristiano Ronaldo
Sayangnya, karier Sukur bersama klub-klub di luar Galatasaray terbilang gagal sebelum akhirnya pensiun di umur 37 tahun.
Sukur juga jadi pahlawan Turki saat finis posisi ketiga di Piala Dunia 2002. Sukur bisa dibilang adalah pemain Turki tersukses sepanjang masa dengan 51 gol dari 112 gol.
Setelah gantung sepatu, Sukur memilih berkarier di dunia politik dan jadi anggota parlemen pada 2011.
Saat itu Sukur bergabung dengan parta politik yang kebetulan dipimpin Racip Tayyip Erdogan.
Namun, pada 2016, nasib sial Sukur dimulai ketika dia dituduh jadi bagian dari pergerakan Fethullah Gulen yang dituduh mencoba melakukan kudeta terhadap pemerintahan Erdogan.
Tudingan itu membuat Sukur bak jadi buronan di negara sendiri dan dia akhirnya memilih pergi dari Turki.
Dia kini tinggal di Amerika Serikat dan sempat membuka restoran namun akhirnya ditutup karena Sukur merasa dikuntit oleh orang-orang misterius.
Kini dia malah beralih profesi jadi supir taksi online dan berjualan buku demi menyambung hidup. Sungguh miris nasib Sukur saat ini karena segala harta benda miliknya dibekukan oleh Pemerintah Turki.
"Saya tak punya apa-apa lagi, Erdogan merampas semuanya: hak saya untuk hidup merdeka, kebebasan berekspresi dan hak untuk bekerja. Tampaknya tak ada yang bisa menjelaskan apa seharusnya peran saya dalam kudeta tersebut," tutur Sukur kepada utWelt am Sonntag.
Baca Juga: Indonesia Tempatkan Lima Wakil di Semifinal Indonesia Masters 2020
"Saya tak pernah melakukan sesuatu ilegal, saya bukan pengkhianat atau teroris. Saya mungkin jadi musuh pemerintahan ini, tapi bukan negara atau bangsa Turki. Saya mencintai negara saya," sambungnya.
"Setelah perpecahan dengan Erdogan, saya mulai menerima ancaman-ancaman. Toko istri saya diserang, anak-anak saya diusik, ayah saya dipenjara, dan seluruh aset saya disita."
"Jadi saya pindah ke Amerika Serikat, awalnya menjalankan kafe di California. Tapi orang-orang mencurigakan terus berdatangan ke bar. Sekarang saya mengemudi untuk Uber dan berjualan buku," demikian dia.(*)