URtainment

'Susi Susanti: Love All' Ungkap Sisi Ambisius Sang Legenda Bulutangkis

Griska Laras, Jumat, 8 November 2019 14.45 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
'Susi Susanti: Love All' Ungkap Sisi Ambisius Sang Legenda Bulutangkis
Image: Dok. Damn I Love Indonesia

Jakarta - Kehidupan legenda bulutangkis Indonesia Susi Susanti kini bisa dinikmati dalam sebuah film biopik garapan Sim F berjudul 'Susi Susanti-Love All'.

‘Love All’ mengisahkan perjuangan Susi meraih impian menjadi atlet bulu tangkis nasional. Di film ini, penonton diajak mengenal lebih dalam kehidupan sang legenda, termasuk sisi lain Susi yang ambisius dan nggak mau kalah.

Diawali dari masa kecil Susi (Moira Tabina Zayn) di Tasikmalaya, penonton disuguhkan adegan Susi yang akan mengikuti kontes balet. Saat gilirannya tampil, ia kabur menonton pertandingan bulu tangkis bersama anak-anak seumurannya. Susi juga menantang salah satu temannya bertanding dan berhasil menang.

Setelah pertandingan itu, Susi mendapatkan kesempatan mengikuti pelatihan di PB Jaya Raya Jakarta. Di sana ia berlatih lebih keras dari anak-anak lain. Ia bertekad membawa pulang medali emas di setiap pertandingan.

Baca juga: Bukan Sekadar Biopik, "Susi Susanti: Love All" Catatan Sejarah Perjuangan Indonesia

Kegigihan dan ambisi itulah yang membawa Susi memenangkan World Championship Junior dan masuk ke Pelatihan Nasional PBSI.

Di Pelatnas PBSI, Susi (Laura Basuki) bertemu dengan atlet-atlet lain seperti Hermawan Susanto (Rafael Tan), Sarwendah Kusumawardhani (Kelly Tandiono), Ardy B Wiranata (Nathaniel Sulistyo) dan Alan Budikusuma (Dion Wiyoko). Di bawah bimbingan Liang Chu Sia (Jenny Zhang) dan Tong Sin Fu (Chew Kin Wah) ia berlatih untuk turnamen dunia pertamanya Sudirman Cup 1991.

Isu rasisme yang kental di era ‘Orde Baru’ juga diangkat di film ini. Sebagai keturunan etnis Tionghoa, Susi merasa didiskriminasi.

Keberhasilan Susi mengharumkan nama bangsa di sejumlah turnamen internasional nggak lantas membuat negara mengakuinya sebagai WNI. Pengajuan Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI) berkali-kali ditolak. Keselamatan keluarganya pun terancam saat kerusuhan 98. Meski sudah ditelantarkan negara, ia tetap berjuang dan mengangkat raketnya untuk Indonesia.

Nggak melulu soal badminton dan nasionalisme, lika-liku romansa Susi Susanti dan Alan Budikusuma juga diceritakan dengan apik. Perjalanan cinta 'pasangan olimpiade' ini dikemas dalam adegan-adegan manis yang bikin penonton senyum-senyum sendiri.

Baca juga: ''The End of The F***king World Season 2'' Tayang di Netflix

Dari segi sinematografi, Sim F sukses menghadirkan nuansa 80/90-an dengan tone kuning. Pemilihan tempat, pakaian dan leluconnya juga berhasil mengajak para penonton bernostalgia.

Kemampuan akting Laura Basuki dalam memerankan sosok Susi Susanti wajib diacungin jempol. Keberhasilannya mengobservasi dan mendalami karakter tercermin dari kemampuan meniru cara bicara sang legenda. Aktris cantik ini juga berhasil memeragakan ‘jurus’ ikonik Susi Susanti di pertandingan, yaitu split saat mengembalikan shuttlecock lawan.

Secara keseluruhan film biopik ini recomended buat ditonton, apalagi kalau kamu badminton lovers. Film ini mengajarkan kita rasa nasionalisme dan patriotisme. Di sisi lain juga menyiratkan kalau perjuangan atlet tuh nggak gampang, ada banyak hal yang mereka korbankan buat membela bangsa di setiap pertandingan.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait