URstyle

Tata Laksana Pasien COVID-19 Sesuai Tingkatan Gejala dan Penanganan

Shelly Lisdya, Rabu, 7 Juli 2021 14.22 | Waktu baca 8 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Tata Laksana Pasien COVID-19 Sesuai Tingkatan Gejala dan Penanganan
Image: Ilustrasi Pasien. (Freepik/jcomp)

Jakarta - Kasus corona virus disease terus melonjak, bahkan dalam 10 hari terakhir kasus harian di atas 20 ribu. Apalagi Delta (B.1.617.2) digadang-gadang menjadi varian dengan penularan tercepat.

Akibat kasus COVID-19 yang terus melonjak membuat tenaga kesehatan kewalahan. Urbanreadees, ada baiknya kita harus mengetahui akan tata laksana penangan COVID-19 berdasarkan tingkat gejala yang dirasakan.

Berikut Urbanasia telah merangkum tata laksana penanganan COVID-19 yang merujuk Buku Saku Tatalaksana Protokol COVID-19 edisi 2 dari Kementerian Kesehatan RI berdasarkan tingkat gejalanya, Rabu (7/7/2021).

1. Pasien Tanpa Gejala/OTG

1625643077-Ilustrasi-Pasien-COVID-19-(3).jpgSumber: Ilustrasi Pasien COVID-19. (Freepik)

Pasien COVID-19 OTG menunjukkan beberapa ciri infeksi COVID-19, antara lain frekuensi napas 12-20 kali/menit dan saturasi oksigen dalam darah 95 persen ke atas.

Untuk pasien OTG dapat melakukan isolasi mandiri di rumah selama 10 hari sejak pengambilan spesimen diagnosis konfirmasi, baik isolasi mandiri di rumah maupun di fasilitas publik yang dipersiapkan pemerintah.

Nantinya, pasien akan dipantau melalui telepon oleh petugas Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Kemudian kontrol di FKTP terdekat setelah 10 hari karantina untuk pemantauan klinis.

Tata laksana untuk pasien COVID-19 tanpa gejala dengan Farmakologi:

- Bila terdapat penyakit penyerta atau komorbid, dianjurkan untuk tetap melanjutkan pengobatan yang rutin dikonsumsi. Apabila pasien rutin meminum terapi obat antihipertensi dengan golongan obat ACE-inhibitor dan Angiotensin Reseptor Blocker perlu berkonsultasi ke dokter spesialis penyakit dalam atau dokter spesialis jantung.

- Pasien juga dianjurkan untuk mengonsumsi vitamin C (untuk 14 hari), dengan pilihan tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari), tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari), multivitamin yang mengandung vitamin C 1-2 tablet /24 jam (selama 30 hari), dianjurkan multivitamin yang mengandung vitamin C,B, E dan zink serta vitamin D.

- Pasien juga dianjurkan untuk mengonsumsi obat-obatan suportif baik tradisional (fitofarmaka) maupun Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) yang memiliki izin BPOM RI, dengan tetap memperhatikan perkembangan kondisi klinis pasien serta obat-obatan yang memiliki sifat antioksidan.

2. Pasien COVID-19 Gejala Ringan

1625643288-Ilustrasi-Pasien-COVID-19-(2).jpgSumber: Ilustrasi Pasien COVID-19. (Freepik/prostooleh)

Pasien dengan kategori gejala ringan akan menunjukkan ciri-ciri seperti frekuensi napas 12-20 kali/menit, saturasi oksigen dalam darah 95 persen ke atas, demam, batuk (terutama batuk kering ringan), kelelahan ringan, anoreksia, sakit kepala, kehilangan indra penciuman/anosmia, kehilangan indra pengecapan/ageusia, nyeri otot/mialgia dan nyeri tulang/ostalgia, nyeri tenggorokan, pilek dan bersin, mual dan muntah, nyeri perut, diare, konjungtivitis serta kemerahan pada kulit yang terlihat dari perubahan warna jari jemari kaki.

Pasien dengan kategori ringan dapat isolasi mandiri di rumah atau fasilitas karantina selama maksimal 10 hari sejak muncul gejala ditambah 3 hari bebas gejala demam dan gangguan pernapasan. Jika gejala lebih dari 10 hari, maka isolasi dilanjutkan hingga gejala hilang ditambah dengan 3 hari bebas 7 gejala. Isolasi dapat dilakukan mandiri di rumah maupun di fasilitas publik yang dipersiapkan pemerintah.

Sementara Farmakologi untuk pengobatan pasien COVID-19 gejala ringan hampir sama dengan OTG, hanya saja akan ada tambahan obat seperti Azitromisin dengan aturan 1x500 mg/hari selama 5 hari. 

Kemudian ditambahkan obat antivirus seperti Oseltamivir (Tamiflu) dengan aturan 75 mg/12 jam/oral selama 5-7 hari (terutama bila diduga ada infeksi influenza), Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) dengan aturan loading dose 1.600 mg/12 jam/oral hari ke-1 dan selanjutnya 2x600 mg (hari ke 2-5). 

Lalu ada pengobatan untuk gejala, seperti parasetamol bila demam serta pengobatan komorbiditas dan komplikasi yang ada.

3. Pasien COVID-19 Gejala Sedang

1625643775-Ilustrasi-Pasien-COVID-19-(4).jpgSumber: Ilustrasi Pasien. (Freepik/jcomp)

Pasien dengan kategori sedang akan menunjukkan gejala seperti frekuensi napas 20-30 kali/menit, saturasi oksigen dalam darah 95 persen ke bawah, sesak napas tanpa distress pernapasan, demam, batuk (terutama batuk kering ringan), kelelahan ringan, anoreksia, sakit kepala, kehilangan indra penciuman/anosmia, kehilangan indra pengecapan/ageusia, nyeri otot/mialgia dan nyeri tulang/ostalgia, nyeri tenggorokan, pilek dan bersin, mual dan muntah, nyeri perut, diare, konjungtivitis serta kemerahan pada kulit yang terlihat dari perubahan warna jari jemari kaki. 

Untuk pasien COVID-19 kategori sedang dianjurkan untuk untuk merujuk ke rumah sakit ke ruang perawatan COVID-19 atau Rumah Sakit Darurat COVID-19.

Farmakologis untuk pengobatan pasien COVID-19 gejala sedang antara lain:

• Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 1 jam diberikan secara drip Intravena (IV) selama perawatan

• Vitamin D

• Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet, kapsul, tablet effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul lunak, serbuk, sirup)

• Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan tablet kunyah 5000 IU)

Diberikan terapi farmakologis berikut:

• Azitromisin 500 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari) atau sebagai alternatif Levofloksasin dapat diberikan apabila curiga ada infeksi bakteri: dosis 750 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari)

• Salah satu antivirus berikut : Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5) atau Remdesivir 200 mg IV drip (hari ke-1) dilanjutkan 1x100 mg IV drip (hari ke 2-5 atau hari ke 2-10)

• Pengobatan simtomatis (Parasetamol dan lain-lain)

• Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada

• Antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi DPJP 

4. Pasien COVID-19 Gejala Berat

1625643938-Ilustrasi-Pasien-COVID-19.jpgSumber: Ilustrasi Pasien COVID-19. (Freepik)

Pasien corona virus dengan gejala berat dapat ditandai dengan kemunculan ciri-ciri antara lain frekuensi napas lebih dari 30 kali/menit, saturasi oksigen dalam darah kurang dari 95 persen (hipoksia), sesak napas dengan distress pernapasan, demam, batuk (terutama batuk kering ringan), kelelahan ringan, anoreksia, sakit kepala, kehilangan indra penciuman/anosmia, kehilangan indra pengecapan/ageusia, nyeri otot/mialgia dan nyeri tulang/ostalgia, nyeri tenggorokan, pilek dan bersin, mual dan muntah, nyeri perut, diare, konjungtivitis serta kemerahan pada kulit yang terlihat dari perubahan warna jari jemari kaki.

Pasien diwajibkan merujuk ke High Care Unit (HCU) atau Intensive Care Unit (ICU) di RS Rujukan. Perawatan dilakukan hingga pasien dinyatakan sembuh dengan hasil tes PCR negatif COVID-19 dan peningkatan pada gejala klinis. Beberapa kondisi kritis pada pasien COVID-19 gejala berat/kronis yang harus diwaspadai antara lain gagal napas atau acute respiratory distress syndrome (ARDS) akibat penumpukan cairan di paru-paru Sepsis, syok sepsis dan gagal organ ganda atau multiorgan failure.

Pengobatan untuk pasien COVID-19 gejala berat/kronis meliputi:

• Vitamin C: 200-400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 1 jam diberikan secara drip Intravena (IV) selama perawatan

• Vitamin B1: 1 ampul/24 jam/intravena

• Vitamin D: Suplemen: 400 IU-1.000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet, kapsul, tablet effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul lunak, serbuk, sirup)

• Obat: 1.000-5.000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1.000 IU dan tablet kunyah 5.000 IU)

• Azitromisin: 500 mg/24 jam per iv atau secara oral (untuk 5-7 hari)

• Levofloksasin: apabila ada dugaan infeksi bakteri, dosis 750 mg/24 jam secara IV atau secara oral (untuk 5-7 hari)

- Bila terdapat kondisi sepsis yang diduga kuat oleh karena infeksi bakteri, pemilihan antibiotik disesuaikan dengan kondisi klinis, fokus infeksi dan faktor risiko yang ada pada pasien. Pemeriksaan kultur darah harus dikerjakan dan pemeriksaan kultur sputum (dengan kehati-hatian khusus) patut dipertimbangkan

- Salah satu dari obat antivirus berikut:
Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg): loading dose 1600 mg/12 jam/oral hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5)
Remdesivir: 200 mg IV drip (hari ke-1) dilanjutkan 1x100 mg IV drip (hari ke 2-5 atau hari ke 2-10)

- Antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi DPJP

- Deksametason dengan dosis 6 mg/24 jam selama 10 hari atau kortikosteroid lain yang setara seperti hidrokortison pada kasus berat yang mendapat terapi oksigen atau kasus berat dengan HFNC/ventilator

- Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada

- Obat suportif lainnya dapat diberikan sesuai indikasi

Kemenkes juga menulis pedoman tata laksana apabila terjadi syok, antara lain: 

- Inisiasi resusitasi cairan dan pemberian vasopressor untuk mengatasi hipotensi dalam 1 jam pertama

  • Resusitasi cairan dengan bolus cepat kristaloid 250-500 mL (15-30 menit) sambil menilai respons klinis

  • Respons klinis dan perbaikan target perfusi (MAP >65 mmHg, produksi urine >0,5 ml/kg/jam, perbaikan capillary refill time, laju nadi, kesadaran dan kadar laktat)
Penilaian tanda overload cairan setiap melakukan bolus cairan

- Hindari penggunaan kristaloid hipotonik, gelatin, dan starches untuk resusitasi inisiasi

- Pertimbangan menggunakan indeks dinamis terkait volume responsiveness dalam memandu resusitasi cairan, seperti passive leg raising, fluid challenges dengan pengukuran stroke volume secara serial atau variasi tekanan sistolik, pulse pressure, ukuran vena cava inferior, dan stroke volume dalam hubungannya dengan perubahan tekanan intratorakal pada penggunaan ventilasi mekanik

- Penggunaan vasopressor bersamaan atau setelah resusitasi cairan, untuk mencapai target MAP >65 mmHg dan perbaikan perfusi

- Norepinefrin sebagai first-line vasopressor
Pada hipotensi refrakter tambahkan vasopressin (0,01-0,03 IU/menit) atau epinefrin

- Penambahan vasopressin (0,01-0,03 IU/menit) dapat mengurangi dosis norepinephrine

- Pada pasien COVID-19 dengan disfungsi jantung dan hipotensi persisten, tambahkan dobutamin

- Penggunaan monitor parameter dinamis hemodinamik jika memungkinkan. Baik invasif (PiCCO2, EV1000, atau Mostcare) maupun non-invasif (ekokardiografi/EKG, iCON, dan NICO2).

Ada pula terapi oksigen dengan panduan:
- Inisiasi terapi oksigen jika ditemukan SpO2 <93% dengan udara bebas dengan mulai dari nasal kanul sampai NRM 15 
- L/menit, lalu titrasi sesuai target SpO2 92 – 96%
- Tingkatkan terapi oksigen dengan menggunakan alat HFNC (High Flow Nasal Cannula) jika tidak terjadi perbaikan klinis dalam 1 jam atau terjadi perburukan klinis
- Inisiasi terapi oksigen dengan alat HFNC; flow 30 L/menit, FiO2 40% sesuai dengan kenyamanan pasien dan dapat mempertahankan target SpO2 92 -96%
• Tenaga kesehatan harus menggunakan respirator (PAPR, N95) 
• Titrasi flow secara bertahap 5 – 10 L/menit, diikuti peningkatan fraksi oksigen, jika Frekuensi nafas masih tinggi (>35x/menit).
• Target SpO 2 belum tercapai (92 – 96%)
• Work of breathing yang masih meningkat (dyspnea, otot bantu nafas aktif)
- Kombinasi Awake Prone Position + HFNC selama 2 jam 2 kali sehari dapat memperbaiki oksigenasi dan mengurangi kebutuhan akan intubasi pada ARDS ringan hingga sedang.
- Evaluasi pemberian HFNC setiap 1 - 2 jam dengan menggunakan indeks ROX
- Jika pasien mengalami perbaikan dan mencapai kriteria ventilasi aman (indeks ROX >4.88) pada jam kedua, 6, dan 12 menandakan bahwa pasien tidak membutuhkan ventilasi invasif, sementara ROX <3.85 menandakan risiko tinggi untuk kebutuhan intubasi
- Jika pada evaluasi (1–2 jam pertama), parameter keberhasilan terapi oksigen dengan HFNC tidak tercapai atau terjadi perburukan klinis pada pasien, pertimbangkan untuk menggunakan metode ventilasi invasif atau trial NIV.
- De-eskalasi bertahap pada penyapihan dengan perangkat HFNC, dimulai dengan menurunkan FiO2 5- 10%/1-2 jam hingga mencapai fraksi 30%, selanjutnya flow secara bertahap 5-10 L/1-2 jam) hingga mencapai 25 L.
- Pertimbangkan untuk menggunakan terapi oksigen konvensional ketika flow 25 L/menit dan FiO2 < 30%.

Kemenkes juga memberikan pertimban untuk diberikan terapi tambahan untuk pasien COVID-19 yang terkonfirmasi, sesuai kondisi klinis pasien dan ketersediaan di fasilitas pelayanan kesehatan masing-masing apabila terapi standard tidak memberikan respons perbaikan.

Pemberian dengan pertimbangan hati-hati dan melalui diskusi dengan tim COVID-19 rumah sakit. Beberapa terapi tambahan tersebut antara lain plasma konvalesen, IL-6 (Tocilizumab), Intravenous Immunoglobulin (IVIg) dan Mesenchymal Stem Cell(MSCs)/ Sel Punca.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait