URguide

Terhimpit Atas Bawah, Milenial Generasi Sapi Perah?

Ika Virginaputri, Jumat, 24 September 2021 23.48 | Waktu baca 7 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Terhimpit Atas Bawah, Milenial Generasi Sapi Perah?
Image: Generasi Sandwich (ilustrasi: Edelweiss.in)

Sebagai golongan usia produktif, generasi milenial atau generasi Y, memiliki tantangan tersendiri. Salah satunya dalam hal keuangan. Banyak dari para milenial yang ‘terjepit’ secara finansial karena harus menghidupi dua keluarga. Yang pertama, orang tua. Yang kedua, keluarga sendiri alias pasangan serta anak-anak. Itulah sebabnya generasi yang lahir dalam kurun waktu tahun 1980 – 1995 ini, juga dikenal dengan istilah ‘generasi sandwich’.

Menjalani hidup sebagai generasi milenial, menyimpan berbagai cerita yang menarik. Nah, kali ini Urbanasia bakal mengupas lebih dalam kisah para milenial seputar peran, tanggung jawab, dan tantangan mereka, sebagai anak dari generasi baby boomer sekaligus orang tua buat generasi alpha. Yuk, simak ulasan selanjutnya, ya?

Terdorong oleh Kultur

Urbanreaders yang aktif di jagat media sosial pastinya kenal dong sama Rahne Putri? Cewek 35 tahun dengan pengikut lebih dari 100 ribu di akun Twitternya, sering banget membahas pengalamannya sebagai salah satu generasi sandwich. Di bio Instagramnya, Rahne bahkan memajang kalimat 'a proud sandwich generation'.

Kepada Urbanasia, Rahne mengisahkan perjalanan panjang yang dilewatinya untuk sampai di posisi sekarang, di mana ia akhirnya merasa bangga dengan predikat 'sandwich'. Ibu dua anak ini awalnya mengaku nggak sadar bahwa dirinya termasuk dalam generasi sandwich.

Sejak bekerja dan memiliki penghasilan sendiri, Rahne mulai men-support kehidupan orang tuanya. Sebagian dari penghasilannya selalu ia sisihkan buat mereka. Rahne melakukan hal itu karena terdorong oleh kultur dan kebiasaan yang dilakukan orang-orang di sekitarnya, meski tidak ada tuntutan dari orang tua. Meski begitu, kondisi itu mulai terasa berat ketika ia memiliki anak.  

1632502980-RahnePutri.jpgSumber: Rahne Putri (Foto: instagram @RahnePutri)

"Aku baru paham sandwich generation ketika punya anak tahun 2016. Baru mulai kerasa banyak hal. Kayak merasa berat, merasa (ada) beban ketika terhimpit dari atas dan bawah. Padahal alhamdulillah aku bekerja tetap dan karier cukup baik. Tapi, entah kenapa aku ngerasa kok tidak pernah cukup gitu,” ujar Rahne.

Perasaan terbebani itu diakui Rahne sempat membuatnya jadi 'sumbu pendek'. Rahne bersikap dingin dan enggan berkomunikasi dengan orang tua. Dia pun mulai sering marah kepada anak balitanya. Rahne yang sangat cermat menghitung pengeluaran juga merasa sensitif ketika sang suami membeli barang.

"Padahal itu duit, duit dia ya. Terus aku iri kok dia bisa dengan mudah memutuskan untuk membeli sesuatu, sementara aku tuh kayak mikir banget," kenang Rahne. "Aku jadi sering marah-marah karena terpicu masalah ekonomi," lanjutnya.

Rahne menyadari saat itu dia tidak berada dalam kondisi mental yang baik. Di tahun 2018, perempuan yang menjabat head of branding di produk perawatan Mama's Choice ini, akhirnya memutuskan untuk mengikuti pelatihan dan pengembangan diri demi membangun pola pikir dan hubungan yang lebih sehat dengan keluarga. 

"Aku ikut kelas self development. Waktu itu aku diajarkan mengubah mindset bukan korban, karena selama ini kan aku ngerasa aku adalah korban orang tuaku," Rahne menjelaskan.

Mindset sebagai korban orang tua inilah yang bikin hubungan Rahne dan orang tuanya menjadi tegang. Namun, dari pelatihan yang diikutinya, Rahne berhasil mengubah perspektifnya dengan memosisikan diri sebagai orang tuanya. Akhirnya, Rahne pun mulai bisa menerima situasi ini dengan belajar jadi anak yang lebih baik buat orang tua, jadi istri yang lebih baik buat suami, dan jadi pribadi yang lebih baik.

Antara Tantangan dan Kewajiban

Meski terhimpit secara finansial, nggak semua milenial merasa terbebani dengan kenyataan ini. Sebut saja kisah Reddyan Septama Putra. Milenial yang satu ini mengaku menyadari betul posisinya sebagai tulang punggung yang harus menafkahi istri dan dua anak, sekaligus kewajiban merawat sang ibu.

"Menghidupi keluarga kan, mau nggak mau, suka nggak suka, itu harus dijalanin," ujar cowok 38 tahun yang akrab dipanggil Reddy ini. "Kalo dibilang beban, ya nggak juga. Namanya juga kewajiban dan tanggung jawab sebagai kepala keluarga sekaligus sebagai seorang anak. Dulu pas saya masih kecil, mama berangkat kerja pagi-pagi buta, terus saya tinggal minta uang doang buat jajan. Sekarang gantian saya ngerasain kayak mama dulu waktu masih bekerja. Ya dibawa enjoy aja," paparnya.

1632503402-CAM03173.jpgSumber: Reddyan Septama (Foto: Dok pribadi)

Meski begitu, Reddy mengakui bahwa menjadi generasi sandwich membawa tantangan dari segi ekonomi, yaitu bagaimana mencukupi kebutuhan seluruh anggota keluarga hanya dari satu sumber penghasilan. Jenis pekerjaannya yang sudah cukup menghabiskan waktu dan energi, tak memungkinkan Reddy untuk mencari tambahan penghasilan dari bisnis sampingan. Karenanya, ia mesti pintar-pintar memutar otak dan berhemat, untuk mencukupi semua kebutuhan.

"Tantangan sebenernya sih bagaimana harus tercukupi secara finansial. Jadi harus berhemat. Irit-irit dan lebih teliti soal pengeluaran," ujar karyawan sebuah kantor jasa keamanan perbankan ini. 

Selain itu, Reddy juga mendahulukan kebutuhan daripada keinginan. Semua itu dilakukannya demi mempersiapkan dana tak terduga, dana pendidikan anak, hingga tabungan pensiun.

Gaya Hidup Frugal Living 

Masalah yang dihadapi para milenial 'sandwich' ini tampaknya memang nggak jauh-jauh dari urusan keuangan ya, guys. Apalagi menurut survey lembaga riset Jakpat di tahun 2020, 68 persen generasi sandwich di Indonesia mengalami penurunan pendapatan di masa pandemi ini dan 36 persen mengaku sudah berhutang supaya kebutuhan keluarga tetap terpenuhi. Akhirnya gaya hidup pun harus disesuaikan dengan keadaan.

Contohnya Samuel Ray dan Claudya Abednego, pasangan suami-istri yang menikah tahun 2014. Pasangan yang sama-sama berusia 32 tahun ini sudah men-suport orang tua sejak keduanya masih kuliah di Ritsumeikan Asia Pacific University di Jepang. Pengalaman sebagai generasi sandwich mendorong mereka menganut gaya hidup frugal living demi dana pensiun mandiri di usia 35. Apa sih, frugal living itu?

"Ini adalah mindful spending. Tidak hanya asal beli atau sekedar beli, tapi benar-benar dipikirkan," jelas Claudya kepada Urbanasia.

"Kami selalu membiasakan diri sebelum membeli atau mengeluarkan uang, bertanya ke diri sendiri, 'apakah aku "perlu" beli ini? Atau hanya sekedar 'mau'?' Lalu, apakah dengan membeli ini aku bahagia?' Jika memang perlu dan membuat bahagia, silakan beli,” lanjutnya.

Selain lebih bijak mengatur pengeluaran, Samuel dan Claudya juga membuat pos-pos bujet untuk mengontrol pemasukan dan pengeluaran. Sebagai contoh, bujet pengeluaran dipisahkan menjadi pos orang tua, pos anak, pos kebutuhan sehari-hari, dan pos happy-happy. Dengan begitu, pengeluaran selalu diatur sesuai dengan bujet.

Menurut keduanya, gaya hidup frugal living membuat mereka jadi lebih selektif dalam menentukan pengeluaran dan menentukan prioritas. Selain berorientasi pada hidup hemat, pasangan satu anak ini juga berfokus pada target mereka mengumpulkan dana pensiun untuk memutus rantai generasi sandwich.

Berdampak Psikologis

Samuel dan Claudya tak menyangkal, dampak ekonomi yang dulu sempat mereka rasakan sebagai 'sandwich' dalam keluarga, pada akhirnya juga berbuntut ke dampak psikologis. Claudya bahkan sempat merasa minder karena penghasilannya tak seberapa, namun harus menanggung biaya hidup orang tua dan kuliah adik-adiknya.

"Di awal-awal karir kami, karena gaji masih kecil dan tanggungan besar (adik-adik masih kuliah), bisa dibilang kami hampir nggak punya budget untuk jajan atau belanja-belanja barang non-primer," ujar Claudya.

1632503529-Claudya-Sam.jpgSumber: Claudya dan Samuel, serta putri mereka, Hannah (Foto: Dok pribadi)

"Fokus utamanya adalah untuk support orang tua, bisa hampir 50% gaji. Lalu kami juga usahakan menabung minimal 10%, sisanya untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Memang tidak bisa dimungkiri beban yang ditanggung lebih berat. Sempat ada rasa minder juga karena harus hidup hemat. Tapi setelah sekarang sudah lebih mapan, rasa minder itu sudah hilang. Yang ada justru lebih bersyukur karena melalui proses yang sulit itu, jadi banyak belajar," tandasnya.

Disiplin Budgeting

Samuel dan Claudya sadar bahwa nggak sedikit milenial yang mengalami situasi serupa dan harus struggle dengan posisi sebagai generasi sandwich. Karenanya, mereka pun nggak pelit berbagi pengalaman dan tips seputar pengaturan finansial dan gaya hidup frugal living.

Melalui kanal YouTubenya, pasangan ini kerap membahas gaya hidup yang mereka jalani, penggunaan kartu kredit yang sehat, mengatur anggaran belanja rumah tangga, hingga belajar berinvestasi.

Sebagai milenial yang hidup di zaman modern yang sarat gaya hidup konsumtif, tentu nggak mudah menjalani frugal living yang menekankan penghematan. Namun, Claudya punya beberapa tips yang relate banget, utamanya buat para generasi sandwich. Simak deh guys, tips disiplin budgeting ala Samuel dan Claudya berikut:

1. Nggak usah gengsi dan membandingkan gaya hidup diri sendiri dengan orang lain. Harga diri nggak dinilai dari seberapa keren baju, sepatu, gadget, atau kendaraan kamu, tapi bagaimana karakter kamu sebagai manusia.

2. Seimbang dalam budgeting. Jangan terlalu pelit semua ditabung untuk masa depan, jangan juga terlalu boros semua dihabiskan untuk masa kini.

3. Nggak usah menyalahkan siapa-siapa, apalagi orang tua. Orangtua juga manusia biasa yang bisa buat kesalahan. Yang penting sekarang gimana kita mencari solusi dari permasalahan dan make sure kita tidak mengulangi kesalahan yang dilakukan orang tua.

Berkaca dari kisah para milenial di atas, urusan mental dan finansial memang jadi tantangan terbesar generasi zaman sekarang. Namun, dari kisah di atas, kita pun bisa belajar, sesulit apapun keadaannya, pasti ada peluang besar yang bisa jadi solusi. Masalah yang kita hadapi bakal bikin kita tumbuh lebih kuat, lebih tangguh, dan lebih maju.

Lagipula, what doesn't kill you, makes you stronger. Setuju, nggak?

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait