URnews

Trauma Mendalam Anak-anak di Palestina

Dyta Nabilah, Jumat, 21 Mei 2021 14.33 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Trauma Mendalam Anak-anak di Palestina
Image: Nadine Abdel-Taif Ungkapkan Rasa Sedihnya (Twitter/MiddleEastEye)

Jakarta - Kabar gencatan senjata antara Hamas dan Israel yang dimulai hari ini menimbulkan sedikit kelegaan. Namun, kekerasan dan bangunan-bangunan yang hancur menyisakan luka mendalam bagi anak-anak korban konflik. Di usia yang sangat muda, anak-anak tak bersalah harus menghadapi kondisi yang menegangkan. 

Salah satu anak bernama Nadine Abdel-Taif mengungkapkan rasa sedihnya. Ia mengatakan bahwa tidak bisa berbuat apa-apa ketika rumahnya hancur menjadi puing. Ia hanyalah anak berumur sepuluh tahun yang tak tahu harus bertindak apalagi.

“Aku ingin menjadi dokter, atau apapun untuk membantu masyarakat tapi tidak bisa. Aku hanyalah anak-anak. Aku tidak tahu harus berbuat apa,” ungkapnya kepada media.

Nadine berkata hanya bisa menangis ketika melihat rumah yang hancur. Ia selalu bertanya kenapa harus menerima semua ini. Keadaan yang dialami sangat tidak adil sampai anak-anak terbunuh. 

“Semua pihak perlu mundur dan mengakhiri kekerasan. Semua pihak memiliki kewajiban untuk melindungi warga sipil - terutama anak-anak - dan memfasilitasi akses kemanusiaan,” ujar Ted Chaiban, Direktur Regional UNICEF Timur Tengah dan Afrika Utara.

Anak-anak banyak yang menjadi korban. UNICEF melaporkan bahwa sebanyak 10.000 orang mengungsi, kebanyakan mereka adalah anak-anak. Menurut Pusat Hak Asasi Manusia Palestina, kini sudah ada 52 anak yang meninggal. 

Para ahli konflik dan trauma berpendapat bahwa anak-anak ini akan mengalami efek kesehatan mental yang buruk dalam jangka pendek atau panjang. Sebuah penelitian tahun 2020 dalam jurnal “Frontiers in Psychiatry”  ditemukan bahwa 90% anak-anak dan remaja Palestina di Gaza mengalami trauma pribadi. 

Sayangnya, para ahli mengatakan bahwa sulit menemukan akses kesehatan mental untuk para anak-anak di Palestina. 

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait