URguide

Unik, Dosen ITS Bikin Batu Bata Ramah Lingkungan dari Lumpur Lapindo

Nunung Nasikhah, Minggu, 17 November 2019 14.00 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Unik, Dosen ITS Bikin Batu Bata Ramah Lingkungan dari Lumpur Lapindo
Image: Diskominfo Jatim

Surabaya - Kalian tahu kan batu bata merah? Konon katanya batu bata jenis ini pernah mengalami kejayaan di masa Kerajaan Majapahit lho.

Bahkan waktu itu, bata merah banyak diaplikasikan pada bangunan candi-candi besar yang masih berdiri hingga sekarang ini.

Sayangnya, kualitas bata merah kini semakin menurun. Selain itu, penggunaan energi untuk pembakaran yang berlebihan saat pembuatan bata merah juga menimbulkan keprihatinan tersendiri, khususnya Dr Ir Vincentius Totok Noerwasito MT., dosen Arsitektur Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).

Totok, panggilan akrabnya, telah berhasil melakukan penelitian dan menemukan formula batu tanah padat sebagai material bangunan yang ramah lingkungan.

Baca Juga: Nutriva, Aplikasi Pesan Antar Makanan Sehat Karya Mahasiswa ITS

Ia mengawali penelitannya ini sejak tahun 2000-an. Awalnya karena merasa sangat prihatin akan kualitas bata merah saat ini.

Totok menjelaskan bahwa proses pembuatan batu tanag padat ini hampir sama seperti bata merah.

Untuk membuat bata tanah padat ini yang pertama dibutuhkan adalah pasir dengan kandungan minimal 40 persen. Lalu bahan perekat semen dan kapur dicampurkan pada kondisi kering.

“Ketika campuran masih dalam kondisi lembab dicetak dengan pemadatan, lalu pengeringannya juga dalam kondisi lembab tanpa sinar matahari,” paparnya dikutip dari Diskominfo Jatim.

Baca Juga: Mengenal Foculance, Aplikasi Penyeimbang Waktu Belajar Karya Mahasiswa ITS

Alumni sarjana Arsitektur ITS ini mengungkapkan, dirinya juga ingin mewujudkan tujuan dari Sustainable Development Goals (SDGs) energi bersih dan terjangkau.

Dengan proses pembakaran yang digunakan pada bata merah, akan mengeluarkan energi yang besar.

Nah, melalui penelitian bata tanah padatnya ini, proses pembuatannya tidak perlu dibakar dan tidak menggunakan tanah yang spesifik.

“Tanah apapun bisa, tidak tergantung pada iklim di tempat-tempat tertentu, juga dapat dibentuk sesuai keingingan user,” imbuhnya.

Menurutnya, bata tanah padat karyanya itu juga bisa digunakan sebagai dinding bangunan.

Baca Juga: JUSTAP, Inovasi Mahasiswa ITS Permudah Check-in Tiket Hingga Transaksi

Yakni dengan memanfaatkan dan mengombinasikan dari berbagai macam bahan mulai dari lumpur sidoarjo, tanah dan bambu, limbah kertas, dan kalsium silikat yang berperan sebagai finishing dan plesteran pada dinding.

“Pengembangan penelitian ini tidak akan ada habisnya, karena penelitian bata padat ini juga bisa dilakukan dengan mencampur bahan limbah lainnya, seperti akhir-akhir ini digunakan serbuk kayu juga,” terang pria kelahiran Surabaya, 1 Desember 1955 ini.

Menurut Totok, ini adalah kesempatan untuk melakukan riset yang mendalam. Karena salah satu bahan bangunan lokal berupa bata tanah padat ini mempunyai potensi besar untuk pengembangan arsitektur Indonesia yang pernah mempunyai kehebatan di mata dunia yakni Candi Borobudur, Candi Prambanan dan masih banyak lagi.

“Memanfaatkan fungsi lokal teknologi dan konsep arsitektur saat ini, akan membangkitkan jati diri kebangkitan arsitektur Nusantara,” tegasnya.

Atas penelitian ini, Totok akan diganjar gelar guru besar yang akan dikukuhkan secara resmi pada Senin (18/11) mendatang.

Baca Juga: Inspiratif! Mahasiswa Ini Berhasil Temukan Alat Pendeteksi Kelelahan Masinis

Hasil penelitian ini akan disampaikan dalam orasi ilmiahnya berjudul “Bata Tanah Padat sebagai Solusi Peningkatan Kualitas Bata Merah di Indonesia”.

Ia berharap, dengan penemuan bata tanah padat ini mampu memberikan solusi agar bata di Indonesia bisa menjadi berkualitas kembali dengan proses yang ramah lingkungan.

Karena tidak memerlukan pembakaran dengan energi yang berlebih seperti pada proses pembuatan bata merah biasanya.(*)

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait