URtopic: 'Indonesia Terserah'; Sia-siakah Kepatuhan dan Perjuangan Melawan Kebosanan Ini?

Jakarta - Sebuah pemandangan bikin miris masyarakat Indonesia. Ribuan orang menyeruak memasuki sebuah mall di Jakarta. Ibarat riak pemain sepak bola yang bersicepat menyerbu gawang lawan sesaat setelah wasit meniupkan peluitnya, begitulah gairah para warga ini menyongsong gerai-gerai langganannya.
Pembatasan Melonggar Jelang Hari Raya
Tagar #indonesiaterserah mulai ramai diperbincangkan menyusul perubahan kebijakan pemerintah yang terkesan melonggar, justru saat menjelang hari raya Lebaran. Sebelumnya, momen hari raya seakan dikhawatirkan akan menjadi titik puncak penyebaran virus corona.
Alhasil, Pemerintah pun sudah ancang-ancang sejak lama untuk melarang dilakukannya mudik sebagai tradisi yang melekat pada hari raya Idul Fitri. Berbagai anjuran, imbauan, hingga ancaman telah disampaikan, agar masyarakat urung melaksanakan tradisi mudik.
Suasana pusat perbelanjaan di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. (Ilustrasi/ANTARA/Akhmad Nazaruddin Lathif)
Dalam rapat terbatas percepatan penanganan COVID-19 di Istana Merdeka tanggal 18 Mei lalu, Presiden Joko Widodo kembali menegaskan larangan mudik demi mencegah penyebaran virus ke daerah. Untuk itu, Jokowi pun memerintahkan Kepolisian dan TNI agar memperketat pemeriksaan di perbatasan Jabodetabek.
Namun, seiring hal itu, pemerintah juga memutuskan mengoperasikan kembali seluruh moda transportasi umum. Tak hanya itu, mulai pertengahan bulan Mei, sejumlah mall mulai beroperasi kembali. Para pengunjung pun seakan terpuaskan dahaganya untuk berbelanja, setelah sekian waktu terkungkung di dalam rumah demi menaati anjuran “di rumah aja”.
Tak pelak, tempat-tempat umum seperti pusat perbelanjaan, bandara, dan terminal, mulai riuh dipadati masyarakat.
Kritik pada Pemerintah Bermunculan
Situasi ini pun berujung kritik keras yang dilontarkan masyarakat atas kebijakan pemerintah itu. Berbagai komentar muncul seiring tindakan pemerintah yang terkesan plin plan dan tak konsisten dengan galaknya upaya pencegahan COVID-19, namun diingkari oleh keputusannya sendiri.
Bijakkah keputusan ini? Amankah situasi saat ini? Tidakkah keputusan ini mencurangi masyarakat yang patuh pada aturan pembatasan?
Haris Maulana, seorang karyawan swasta di Jakarta, mengaku sangat peduli dengan anjuran pemerintah untuk berkegiatan di rumah. Sejak sekitar dua bulan yang lalu, perusahaan tempat dia bekerja pun telah menerapkan kerja dari rumah.
Seorang pegawai sedang bekerja dari rumah. (Ilustrasi/ANTARA/Shutterstock)
Karena itu, kebijakan melonggarkan pembatasan yang mengakibatkan kerumunan masa di berbagai tempat ini telah menggelitik akal sehatnya.
“Nggak merasa tercurangi sih (dengan kebijakan pelonggaran ini), tapi merasa terkhianati. Merasa tersakiti, ya, karena kita udah capek-capek naatin aturan pemerintah, kok masih ada orang yang egois beli ini itu segala macem yang nggak penting. Kan, (belanja) bisa dilakukan dengan cara online, nggak harus bepergian. Emang mau beli apa sih? Beli juga enggak, terus ngapain? Paling cuma liat-liat doang. Kalau begitu ngapain?” tandas Haris.
Berhadapan dengan Kebutuhan Ekonomi
Menaati kebijakan yang ada memang tak semulus harapan. Begitu banyak tarik ulur kepentingan yang bermain di dalamnya. Alasan yang kerap digunakan adalah kebutuhan ekonomi.
Desakan ekonomi dan tuntutan kebutuhan sehari-hari memang jadi pertimbangan yang tidak bisa dikesampingkan begitu saja. Kita tidak bisa menutup mata bahwa kebijakan pembatasan ini akan menyumbat aliran penghidupan masyarakat dari semua kalangan.
Meskipun ketentuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menyebutkan bahwa hanya kantor pelayanan publik dan penyedia kebutuhan sehari-hari yang tetap boleh beroperasi, kenyataan di lapangan berkata lain. Pada minggu pertama bulan Mei, tercatat, lebih dari 53 ribu kasus pelanggaran telah dilakukan di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Angka ini tentu saja mengejutkan dan membuat sebagian orang merasa pesimis dengan efektivitas kebijakan ini.
Berharap Pemerintah Lebih Tegas
Sebagai salah seorang warga yang patuh terhadap peraturan pembatasan ini, Haris ikut berharap bahwa pemerintah bisa bersikap lebih tegas.
“PSBB ini nggak usah dilonggarin dulu kalau bisa, karena kita kan masih banyak nih kasus baru. Kasus corona di Indonesia masih banyak dan belum terkendali. Jadi, aturan PSBB ini dimaksimalkan, bisa benar-benar diterapkan. Terus, masyarakat juga harus benar-benar mengikuti kehidupan baru, mencuci tangan, pakai masker, tidak bepergian, dan jaga jarak kalau memang terpaksa harus pergi,” kata Haris.
Ilustrasi PSBB. (Pixabay)
Pendapat serupa juga disampaikan oleh Dini Afriyanti Efendi, seorang karyawan swasta yang sudah bekerja dari rumah bahkan sejak 4 bulan lalu. Dalam kacamata awamnya, Dini memandang aturan PSBB sebagai cara yang cukup efektif dalam mencegah penyebaran virus. Ia merasa yakin atas hal ini karena di negara lain yang juga menerapkan physical distancing, langkah ini telah terbukti efektif setidaknya untuk mengurangi risiko penularan antarmanusia.
“Karena penularannya lewat kontak manusia ke manusia, jadi salah satu caranya (untuk mencegah) yaitu menerapkan di rumah aja. Masing-masing orang menjaga jarak, salah satunya mencegah bagaimana supaya nggak tertular, tapi kita (juga) mencegah agar nggak menulari orang lain,” ungkapnya.
Mengatasi Kejenuhan dan Kebosanan
Meskipun begitu, baik Haris maupun Dini tak menampik bahwa kegiatan di rumah aja sangatlah menguji ketahanan mental mereka.
Kepada Urbanasia, Dini mengaku bahwa awalnya dia merasa sangat kesulitan untuk mengatasi kejenuhan dan kebosanannya. Sebagai penyuka drama korea, Dini pun menghabiskan banyak waktunya untuk menyelesaikan sejumlah serial drama favoritnya.
“Awalnya sih nggak betah karena bete tiap hari kerjaannya itu-itu aja, ruang lingkupnya itu-itu aja. (Biar betah di rumah) paling ya nonton film. Drama korea udah hampir semuanya saya tonton, biar nggak jenuh. Terus, di bulan Ramadan ya salat, atau baca Quran,” tutur Dini mengisahkan caranya lebih betah di rumah.
Ilustrasi main game. (Pixabay)
Sementara itu, Haris yang juga seorang pehobi game, lebih banyak memanfaatkan waktu luangnya dengan bermain game-game kesukaannya.
“Bosen ya pasti. Ruang gerak terbatas. Di rumah, kita kayak udah bingung mau ngapain lagi. (Biar betah di rumah), main game sebosen-bosennya sampe tamat. Semua game dimainin untuk membuang waktu,” ucap Haris.
Lantas, sejauh apa sih, kamu sudah menaati peraturan pemerintah dan menjaga diri supaya tetap “di rumah aja”? Apakah kamu masih berkomitmen untuk menjadi pejuang melawan penyebaran COVID-19? Ataukah kamu juga merasa ternafikan oleh mereka yang dengan abai melanggar pembatasan?