URguide

Victoria Tunggono: Buku 'Childfree & Happy' Bukan untuk Mempengaruhi

Ika Virginaputri, Sabtu, 17 Juli 2021 21.12 | Waktu baca 4 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Victoria Tunggono: Buku 'Childfree & Happy' Bukan untuk Mempengaruhi
Image: Victoria Tunggono, penulis buku Childfree & Happy (Foto: instagram @RatuVictoria)

Jakarta -- Bicara tentang tren childfree atau keputusan untuk tidak memiliki anak, rasanya belum lengkap tanpa memperkenalkan sosok yang satu ini. Victoria Tunggono atau akrab dipanggil Tori, adalah penulis buku 'Childfree & Happy' yang terbit pada bulan Februari 2021.

Lucunya, sebagai penulis Tori sempat mengucap ia tidak akan menuliskan pilihan childfree-nya menjadi sebuah buku. Lalu apa yang membuat perempuan kelahiran 1984 ini akhirnya berubah pikiran?

Sebagian Curhat

Sebelum 'Childfree & Happy', Tori sudah menelurkan beberapa buku yaitu novel trilogi 'Gerbang Nuswantara', 'Candi Nuswantara, dan 'Jagat Nuswantara'. Tori juga menulis novel berjudul 'Foto dan Kopi' yang terbit Mei 2020. Namun ia tak pernah berkeinginan menuliskan 22 tahun pengalamannya memilih childfree atau tidak punya anak. Keengganan itu masih sempat Tori rasakan saat ia 'didekati' penerbit EA Books.

"Awalnya saya memang menolak, tapi penerbit menjelaskan bahwa buku ini adalah literasi yang belum ada di Indonesia dan dibutuhkan banyak orang yang mungkin bisa membantu mereka mengatasi masalah masing-masing," jawab Tori menjelaskan alasannya berubah pikiran dan akhirnya menulis 'Childfree & Happy'.  

"Jadi saya bersedia karena tujuannya baik. Bukan hanya sebagai cerita kisah hidup saya, karena saya merasa kisah saya pribadi tidak terlalu menarik, tapi sebagai pengetahuan untuk orang banyak."

1626530907-Tori1.jpgSumber: Tori dan buku hasil karyanya, 'Childfree & Happy' (Foto: instagram @RatuVictoria)

Tori mengaku, 'Childfree & Happy' ini merupakan buku yang paling enjoy dia kerjakan. Selain karena pihak penerbit sangat kooperatif, menulisnya pun mudah karena isinya sebagian curhat dan sebagian lagi riset untuk pengetahuan pribadi.

"Bisa dibilang sangat puas dari awal sampai akhir," ujar Tori senang. 

Lebih senang lagi mendapati bukunya mendulang reaksi positif. Bahkan orang yang Tori kenal sangat tegas berbeda pendapat soal childfree, sama sekali tak berkomentar negatif setelah membaca bukunya.

"Sampai saat ini, reaksi yang saya dapatkan bisa dibilang semua positif. Baik dari para childfree atau mereka yang masih bingung soal childfree, maupun para orang tua. Buat yang belum baca, mungkin masih banyak prasangka. Tapi setelah membaca bukunya, saya rasa semua pihak bisa menerima dengan baik," kata Tori.

Sekarang, buku 'Childfree & Happy' sudah mendapat permintaan cetak ulang dari penerbit. Namun untuk jumlah pasti eksemplar yang terjual, Tori masih harus menunggu laporan per 6 bulan dari penerbit yang berarti baru akan diketahuinya Agustus-September nanti.

Satu hal yang dialaminya setelah penerbitan buku kelimanya tersebut, Tori mulai sering jadi tempat curhat, follower media sosialnya bertambah dan beberapa kali diminta jadi narasumber di media.

"Tapi kalau didekati pria-pria yang juga memutuskan childfree, sampai saat ini sih belum ya. Hahahaa..." sambung Tori.

Meski sukses menerima permintaan cetak ulang 'Childfree & Happy', Tori masih belum terpikir untuk membuat lanjutan buku tersebut. Tapi bukan tak mungkin akan ditulisnya jika ada permintaan lagi. Sekarang ini Tori sedang fokus pada proyek barunya mengkolaborasikan buku dan kartu oracle (semacam kartu tarot) bersama beberapa ilustrator.

Tempat Berbagi, Tempat Aman

Tori menambahkan, proses penulisan 'Childfree & Happy' hanya menghabiskan 2 bulan dari September hingga awal Desember 2020. Tak ada kendala berarti, termasuk dalam hal riset dan mencari orang-orang yang juga memutuskan childfree seperti dirinya untuk menjadi narasumber.

"Mengumpulkan narsum kebetulan sangat mudah karena saya tergabung di komunitas childfree Indonesia. Jadi tinggal bikin status (di media sosial), banyak yang bersedia berbagi kisah," kenang Tori. 

Perempuan yang juga menekuni teknik membaca kartu tarot ini lantas sedikit menjelaskan tentang komunitas childfree di Indonesia.

"Namanya Indonesia Childfree Community. Kegiatannya hanya by online jika ada orang-orang yang butuh dukungan moril maupun sharing pengalaman yang bisa berguna bagi anggota komunitas," kata perempuan yang berdomisili di Bali ini. 

"Intinya adalah saling menguatkan sesama childfree. Biasanya banyak tekanan dari lingkungan sekitar dan banyak yang tidak punya tempat mengadu, jadi komunitas ini menjadi safe space untuk kami."

Menurut pantauan Urbanasia, selain Indonesia Childfree Community tempat Tori bergabung, ada juga akun media sosial Childfree Indonesia, ChildfreeLife.id, Childfree Idn dan Childfree Milenial Indonesia. Pengikut akunnya mulai dari ratusan hingga ribuan orang. Mungkin asumsi kami masih prematur, tapi setidaknya, itu bisa jadi tanda bahwa tren childfree yang tadinya lebih lazim di luar negeri, sekarang mulai berkembang di Indonesia. Tori pun menjelaskan beberapa faktor atau penyebab terjadinya 'pergeseran' tersebut.

"Kalau 'pergeseran' yang dimaksud adalah 'berani memilih jalan hidup sendiri', saya rasa faktor kesadaran kolektif dunia menjadi penyebab utama," Tori menjawab.

"Manusia jaman sekarang punya kesadaran atau awareness lebih tinggi ketimbang zaman orang tua kita dulu. Teknologi informasi memberi orang pengetahuan dan wawasan tentang dunia yang lebih luas. Zaman dulu untuk go national saja sulit, jaman sekarang go global hanya dalam sentuhan jari lewat internet. Tetapi kesadaran masing-masing lah yang membuat orang berani 'keluar' dari sistem dan memilih jalan hidup yang terasa lebih pas untuk masing-masing jiwa."  

Tori mengaku, buku 'Childfree & Happy' dibuatnya untuk berbagi pengalaman-pengalaman pribadi yang tidak seharusnya dijadikan dogma, apalagi jadi bahan propaganda.

"Buku ini bukan ditulis untuk mempengaruhi siapa pun supaya mengikuti pilihan hidup Bebas-Anak," tulis Tori di bagian pembuka bukunya. 

"Keinginan untuk tidak memiliki anak atau sebaliknya tidak mungkin bisa dipaksakan pada siapa pun. Semua muncul dari dalam diri." 

 

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait