URstyle

Yang Muda, Yang Terancam Diabetes

Ika Virginaputri, Minggu, 14 November 2021 18.55 | Waktu baca 8 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Yang Muda, Yang Terancam Diabetes
Image: pasien diabetes memeriksakan diri (ilustrasi: BaptistHealth)

Urbanreaders masih ingat nggak dengan unggahan foto si model belia Lila Moss di ajang Milan Fashion Week belum lama ini? Yup, foto itu jadi perbincangan hangat netizen, lantaran putri supermodel Kate Moss ini berlenggok di catwalk dengan pompa insulin menempel di paha kirinya. Ternyata, gadis 18 tahun ini menderita penyakit diabetes tipe 1. Kok bisa sih? Padahal dia kan masih muda banget?

Selama ini, diabetes identik dengan penyakit orang tua, orang yang punya berat badan berlebih, jarang berolahraga, atau suka mengonsumsi yang manis-manis. Memang sih, anggapan itu nggak sepenuhnya salah. Namun, saat melihat Lila Moss yang masih muda dan energik, kesadaran kita pun tiba-tiba terhenyak oleh kenyataan bahwa orang muda pun rentan terhadap penyakit ini, loh.

Diabetes atau juga biasa dikenal dengan penyakit kencing manis adalah hilangnya kemampuan tubuh menjaga keseimbangan kadar gula. Umumnya, penyakit ini disebabkan oleh dua hal, yaitu faktor keturunan dan gaya hidup nggak sehat. Gaya hidup nggak sehat yang dilakukan selama bertahun-tahun, mengakibatkan diabetes muncul di usia yang tak lagi muda. Namun, menurut catatan International Diabetes Federation, jumlah pasien usia anak maupun remaja dan usia produktif seperti Lila, terus bertambah setiap tahunnya, guys.

Tipe 1 yang diidap Lila adalah jenis diabetes di mana pankreas hanya mampu menghasilkan sedikit atau bahkan sama sekali nggak bisa memproduksi hormon insulin untuk mengolah gula dalam tubuh. Makanya, Lila menggunakan pompa insulin supaya gula darahnya tetap normal. Sedangkan diabetes tipe 2 terjadi saat tubuh si penderita mengalami kekebalan insulin walau masih bisa memproduksi hormon tersebut.

Pola Hidup Tak Sehat

Diabetes di usia muda seperti yang dialami Lila, juga banyak terjadi di Indonesia loh. Di tahun 2014, Prof. Dr. dr. Achmad Rudijanto yang waktu itu menjabat ketua Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) mengungkapkan sebuah gambaran tentang diabetes di Indonesia. Pasien diabetes terbanyak terdapat pada rentang usia 40-59 tahun dan kedua terbanyak yaitu di usia produktif, 20-39 tahun. Jadi, generasi Z dan milenial patut waspada nih.

Ica Rahardjo adalah salah satu contohnya. Maret 2021, perempuan berusia 27 tahun ini terdeteksi positif COVID-19. Tak disangka, pemeriksaan laboratorium menunjukkan Ica juga mengidap diabetes tipe 1 dengan kadar gula darah di angka 380. Gejala yang Ica rasakan saat itu berupa keringat dingin, badan lemas, mudah mengantuk, dan cepat capek, dianggapnya agak samar dengan dampak COVID-19. Lebih mengagetkan lagi, dalam riwayat keluarganya, tak ada satupun yang menderita diabetes.

Selisik punya selisik, ternyata kondisi ini diakibatkan oleh gaya hidupnya, guys. Lulusan Universitas Al Azhar Jakarta ini mengaku memang sangat menggemari makanan dan minuman kemasan, plus enggan berolahraga. Mengutip kalimat Ica sendiri, kini dia jadi pembuka pintu diabetes untuk keturunannya jika ia tidak segera membenahi pola hidup.

1636890124-Ica.jpgSumber: Ica Rahardjo sempat tak terima saat dokter memvonis dirinya punya diabetes tipe 1 (Foto: Dok Pribadi)

"Gaya hidup aku berantakan, sih," jawab Ica saat Urbanasia menanyakan pemicu diabetesnya. "Begadang, konsumsi gula berlebihan, nggak mau olahraga sama sekali. Pola hidup pemalas kali ya? Zaman dulu aku sangat-sangat pemalas gitu," sambungnya lagi.

Akibat penyakit yang menyerang sistem metabolisme ini, hidup Ica pun lantas berubah drastis. Sekarang Ica punya 3 'sahabat' baru yaitu obat penurun kadar gula, alat pengukur kadar gula, dan suntikan insulin. Tiga barang ini tak pernah ketinggalan jadi bawaannya ke mana pun ia pergi. Ica juga mengubah pola makannya jadi lebih sehat, serta selalu memastikan jogging dan olahraga panahan masuk dalam jadwal rutinnya. Meski begitu, terkadang gula darah kembali naik karena dua hal yang luput dari perhatiannya, yaitu kurang istirahat dan stress.

"Walau aku makannya sedikit dan udah nggak minum atau nggak makan gula, ada dua hal yang suka kelewat sama aku. Diabet itu sensitif sama begadang dan stress," kata Ica.

"Itu tuh sebenernya nggak boleh. Sangat dilarang. Karena itu sangat mempengaruhi gula darah naik dengan cepat. Yang sekarang mau aku terapkan itu menu diet dari dokterku. Aku udah konsumsi obat, udah cut off sugar sebisa mungkin, dan sekuatku, minum air putih yang banyak," ungkap Ica yang sekarang menggunakan pemanis pengganti gula.

‘Warisan’ Keluarga

Orang yang hidup dengan diabetes memang harus disiplin melakoni gaya hidup sehat demi meminimalisir resiko diabetes. Selain Ica, perubahan yang sama juga diceritakan oleh Faizal Wakhid. Pria berusia 25 tahun ini ‘mewarisi’ penyakit diabetes dari keluarga pihak ibu. Karena itu, Faizal langsung sigap mengubah kebiasaan sehari-hari dan memeriksakan diri ke dokter begitu merasakan gejala ringan diabetes. Hal ini dilakukan agar kondisinya tak berkembang semakin parah.

"Awalnya karena tiba-tiba badan saya aneh gitu. Saya haus terus dan kesemutan di kaki nggak selesai-selesai," ujar Faizal memulai cerita.

"Terus, saya iseng ngecek sendiri kadar gula sesaat. Barangkali karena saya ngeliat riwayat itu (ada keturunan diabetes), saya coba browsing juga katanya ada indikasi (kesemutan dan selalu merasa haus) itu kan? Terus saya coba cek. Ternyata bener gula saya udah 200," ungkap Faizal lewat sambungan telepon.

Meski menyadari kuatnya unsur genetik, namun Faizal yang kini berdomisili di Purwakarta ini tak menampik dulu pola hidupnya memang masih kurang sehat, terutama karena kurang melakukan aktivitas fisik. Berprofesi sebagai seorang analis, rutinitas Faizal hanya duduk di belakang meja dan komputer. Dengan berat badan 115 kilogram dan tinggi 190 sentimeter, Faizal merasa dia harus lebih sering bergerak untuk menurunkan berat badan. Jadi, sambil menunggu jadwal untuk pergi ke dokter setelah mengukur sendiri kadar gulanya, Faizal mulai rajin jogging dan berjalan kaki 3000 sampai 5000 langkah setiap hari. Selang sebulan, perubahan ini membuat gula darah sesaatnya terbilang normal saat diperiksa dokter.

"Jadi pas diperiksa dokter, kok (gula darahnya) normal? Nah dokter nggak percaya kan," kenang Faizal. "Akhirnya disuruh tes terakhir yang paling membuktikan. Tes kadar gula darah dalam waktu 3 bulan terakhir. Ya bener, udah tinggi kadar gula saya,” lanjut Faizal merujuk pada tes hemoglobin A1c (HbA1c).

Dari proses pemeriksaan medisnya dengan gejala ringan dan kadar gula yang sempat tinggi lalu kembali normal, Faizal berkesimpulan kondisinya ini lebih tepat disebut prediabetes. Meski begitu, ia tetap menuruti saran dokter agar memperbaiki gaya hidup. Bukan hanya mengurangi gula dan jadi rajin olahraga, pria lulusan sebuah kampus di Surabaya ini juga mengganti makanan pokok dari nasi putih ke nasi merah setiap hari.

1636890269-Faizal.jpgSumber: Faizal Wakhid langsung mengubah pola hidup setelah tahu kadar gulanya melebihi batas normal (Foto: Dok pribadi)

Memang, dibanding nasi putih, nasi merah dinilai lebih sehat karena mengandung lebih banyak serat serta memiliki indeks glikemi rendah yang membantu mengendalikan gula darah. Selain itu, Faizal juga memperbaiki pola tidurnya dan rutin memeriksakan diri ke dokter setiap 3 bulan.

"Dari hasil tes kadar gula, saya udah masuk range nggak normal. Kondisi tubuh udah menunjukkan gejala, tapi belum parah banget," ujar Faizal.

"Sebelum periksa saya udah mengubah pola hidup dan pas diperiksa dokter ternyata ngefek, ya saya teruskan sampai sekarang. Jadinya saya benar-benar mengubah pola hidup setelah itu. Saya 'nge-rem' gimana caranya kadar gula darah saya stabil terus. Sampai sekarang saya makan beras merah, minum air putih, bikin infused water. Intinya yang penting menghambat biar nggak terlalu parah. Karena diabetes kan ‘ibu’ dari segala penyakit," Faizal menjelaskan.

Banyak Pantangan

Mengutip kalimat Faizal bahwa diabetes adalah ‘ibu’ dari berbagai macam penyakit, maka bisa kamu bayangkan kan betapa sulitnya pengidap diabetes menghadapi kondisi ini? Orang dengan diabetes wajib menjalani pola hidup yang serba teratur dan mematuhi setiap pantangan terkait asupan makanan. Belum lagi konsumsi obat atau insulin jika kadar gula darah meningkat.

Nggak boleh ‘makan enak’ dan menggantungkan hidup pada obat-obatan, tentu bukan hal yang menyenangkan. Kesulitan menerima kenyataan ini sempat dirasakan Ica di awal masa adaptasinya sebagai penderita diabetes. Satu momen emosional terjadi saat keluarga besar Ica berkumpul merayakan Idul Fitri tahun ini. Ica yang sejak pagi sengaja nggak makan apapun kecuali minum air putih, merasa tergoda oleh sepotong kue green tea. Sontak sang ayah yang khawatir akan penyakit Ica, langsung kasih ‘lampu merah’.

"Ibu sempet ngasih cookies baru mau masuk mulut, tiba-tiba ayah langsung teriak 'loh kamu kan diabet, mau gulanya naik lagi makan kayak gitu? Kamu ngeracunin diri kamu sendiri itu loh namanya' dan itu di depan orang banyak," kata Ica mengingat momen tersebut.

"Semua orang pada nengok dan aku rasanya tuh malu, sedih, kesel, marah, campur aduk banget. Akhirnya aku ke kamar mandi, nangis, akhirnya wudhu, solat, nangis lagi. Kayak 'Ya Allah, gini banget ya diabet?' kayak belum siap, belum kuat mentalnya untuk diomongin ke orang banyak kalo aku nih diabet,” sambungnya lagi.

Saat ini, Ica memang udah agak santai menghadapi diabetesnya. Namun, dia masih harus mengusahakan satu target yang belum tercapai, yakni lepas dari insulin. Dokter menyarankan Ica untuk menstabilkan kadar gulanya lebih dulu sebelum dia benar-benar berhenti menyuntikkan insulin.

"Sekarang insulin harus tetep dibawa. Jaga-jaga kalo misalnya mau drop banget dan aku kondisinya aku lagi di jalan, nyetir. Terakhir (suntik insulin) karena aku stress banget mau vaksin tiba-tiba gula darahku naik. Jadi dokterku bilang 'ya udah suntik dulu deh insulinnya'. Sekarang juga masih perlu disuntik. Cita-citaku banget, aku nggak mau bawa-bawa insulin," Ica menegaskan.

Lain dengan Ica, Faizal yang memang sejak awal memahami riwayat diabetes dalam keluarga, sudah menerima penyakitnya sebagai bagian dari dirinya. Dia sadar kerja insulin di dalam tubuhnya sudah terganggu dan tidak dalam keadaan baik-baik saja. Tapi, nggak berarti pasrah begitu aja, sih. Karena itu, meski awalnya ia cuek dan masa bodoh dengan risiko diabetes ini, setelah mengalami gejala-gejalanya, Faizal jadi lebih berhati-hati.

"Sebenarnya ibu udah lama kena diabetes. Tapi saya masih bodo amat dengan (faktor) keturunan gitu," aku Faizal.

"Terakhir saya tes pas vaksin bulan Agustus kemarin. Pas vaksin katanya harus bebas dari gula kan? Nah itu saya kemarin udah normal. Walau keliatannya udah agak sembuh, tetep saya pantau karena saya punya (faktor) keturunan itu. Insulin saya udah nggak baik-baik saja," imbuh Faizal.

Walau beda penyebab, beda gejala dan beda perawatan, pastinya pengalaman Ica dan Faizal bisa jadi pelajaran berharga buat kita kaum muda ini, guys. Jangan terlalu cuek dan malas mengurus diri, karena bisa membahayakan kesehatan kita sendiri. Nggak ada salahnya untuk mulai lebih peduli dengan kebiasaan kita sehari-hari. Kamu bisa mulai dari hal-hal simpel kok, seperti memperhatikan kebiasaan makan, beraktivitas, dan jadwal beristirahat. Meskipun makanan manis bisa jadi comfort food, pastikan konsumsinya nggak berlebihan, ya? Saat lagi galau, carilah yang manis-manis, tapi bukan gula. Udah kayak lagu aja, tuh.

 

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait