URnews

Awal Mula Konflik Bupati dan DPRD Jember hingga Berujung Pemakzulan

Nunung Nasikhah, Kamis, 23 Juli 2020 12.36 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Awal Mula Konflik Bupati dan DPRD Jember hingga Berujung Pemakzulan
Image: Juru bicara Fraksi PDIP Hadi Supaat membacakan pandangan fraksinya terkait usulan hak menyatakan pendapat DPRD Jember, Rabu (22/7/2020) (ANTARA/ Zumrotun Solichah)

Jember – Kabar mengenai keputusan DPRD Kabupaten Jember yang melakukan pemakzulan kepada Bupati Jember, Faida sontak mengagetkan publik.

Meski demikian, pemakzulan tersebut bukan terjadi dalam sekejap. Sebelumnya, kedua belah pihak telah terlibat “konflik” sejak tahun 2019 hingga berujung pada putusan DPRD untuk “memecat” Faida.

Masalah muncul mulai 15 Oktober 2019 lalu saat Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) menerbitkan surat bernomor: 3417/ KASN/10/2019 yang menyatakan Faida telah melakukan pelanggaran terkait mutasi beberapa pejabat.

Mutasi pejabat tersebut disebut telah melanggar prinsip merit sistem yakni manajemen ASN berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar tanpa mem-bedakan faktor politik, ras, agama, asal usul, jenis kelamin, dan kondisi kecacatan.

Tak hanya itu. Pada Oktober 2019, Kabupaten Jember tidak masuk dalam daftar daerah yang membuka pendaftaran CPNS, sebagaimana yang tertulis dalam surat Menteri PAN-RB Nomor B/1069/M.SM.01.00/2019.

Dari keterangan KemenPAN-RB, tak adanya kuota CPNS bagi Jember disebabkan adanya struktur birokrasi yang tidak sesuai nomenklatur. Alhasil, permohonan Pemkab Jember untuk merekrut 764 CPNS ditolak KemenPAN-RB.

Kabar tersebut tentu menghebohkan masyarakat setempat yang telah lama menunggu pembukaan pendaftaran CPNS sejak lama.

Lalu pada November, Faida mengajukan Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Tahun 2020 kepada DPRD.

Namun, pembahasan tersebut buntu karena masalah status struktur OPD (Organisasi Perangkat Daerah) yang banyak ketidaksesuaian.

Menurut DPRD Kabupaten Jember, struktur birokrasi yang melanggar nomenklatur tersebut dapat berimbas ke penyalahgunaan anggaran, sebab struktur birokrasi berfungsi sebagai eksekutor anggaran.

DPRD Kabupaten Jember meminta kejelasan kepada Pemkab Jember mengenai Susunan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) agar anggaran bisa berjalan sesuai yang ditentukan.  

Masalah mengenai SOTK OPD yang menjerat Pemkab Jember tersebut ternyata juga tengah dievaluasi oleh Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa sejak 18 Okober 2019.

Evaluasi tersebut dilakukan sebagai tindak lanjut hasil pemeriksaan khusus yang dilakukan Kemendagri bersama Badan Keuangan Negara (BKN)

Mendagri Tito Karnavian juga telah meminta Faida mencabut 15 SK Bupati soal pengangkatan dalam jabatan, 1 SK Bupati tentang demisioner jabatan, 1 SK Bupati menyangkut pengangkatan kembali pejabat yang dilakukan demisioner, serta 30 Perbup KSOTK.

Selain itu, Faida juga diminta mematuhi surat Dirjen Dukcapil tentang peringatan keras penggantian Kepala Bidang Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Jember tanpa persetujuan Mendagri.

Atas temuan-temuan tersebut, dalam Sidang paripurna pada 23 Desember 2019, DPRD Jember memutuskan menggunakan hak interpelasi ke Faida untuk mendapatkan jawaban mengenai persoalan dengan KASN, hasil pemeriksaan khusus Mendagri, dan sanksi dari KemenPAN-RB.

Namun, Faida mangkir dari sidang interpelasi. DPRD akhirnya menggelar rapat lanjutan dengan memutuskan penggunaan hak angket atau penyelidikan.

Angket DPRD tersebut bertujuan menyelidiki keputusan Bupati yang dinilai serampangan mengatur birokrasi serta mengarah ke masalah pengadaan barang dan jasa.

Sayangnya, lagi-lagi, Faida mangkir dari panggilan panitia angket dan justru mengirim meragukan keabsahan penggunaan hak angket oleh DPRD Kabupaten Jember.

Tak hanya itu. Selama panitia angket bekerja pejabat Pemkab Jember juga dilarang hadir memenuhi undangan DPRD.

Dari hasil kerja panitia angket, DPRD Kabupaten Jember menemukan adanya dugaan penyalahgunaan wewenang Faida yang berdampak luas ke birokrasi dan masyarakat.

Selain itu juga ditemukan konflik kepentingan mengalirnya dana APBD ke rumah sakit milik Faida, dan penyimpangan sejumlah pengadaan barang jasa yang mengindikasikan keterlibatan Faida.

Hasil temuan kerja angket tersebut juga telah diberikan kepada aparat penegak hukum serta Khofifah dan Tito.

Atas konflik tersebut, Perda APBD 2020 Kabupaten Jember juga tidak bisa dihasilkan. Penggunaan APBD hanya berdasar pada Peraturan Bupati (Perbup).

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait