URnews

Bisakah Mafia Minyak Goreng Dihukum Mati atau Dimiskinkan? Begini Kata Pakar

Nivita Saldyni, Jumat, 22 April 2022 13.02 | Waktu baca 4 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Bisakah Mafia Minyak Goreng Dihukum Mati atau Dimiskinkan? Begini Kata Pakar
Image: Dok. Kejagung

Jakarta – Terungkapnya kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak goreng oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) RI tengah jadi perhatian publik. 

Dalam kasus ini, ada empat tersangka yang terdiri dari Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan dan petinggi tiga perusahaan swasta yang bergerak di bidang kelapa sawit. 

Kejagung RI mengatakan, ada beberapa pasal yang akan dijadikan acuan untuk menjerat para tersangka dalam kasus tersebut. Di antaranya Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-undang (UU) Tindak Pidana Korupsi, atau Pasal 5, Pasal 11, maupun Pasal 12 yang berkaitan dengan gratifikasi atau suap.

Terungkapnya kasus ini tentu membuat publik geram. Apalagi saat mengetahui pasal-pasal yang menjerat tersangka yang implikasi hukumannya berupa penjara maksimal 20 tahun dan denda paling tinggi Rp 1 miliar. Publik lantas mendorong agar para mafia yang sudah merugikan rakyat ini dijatuhi hukuman mati. 

Menurut pakar hukum pidana Universitas Airlangga (Unair), Iqbal Felisiano, dalam hukum ada istilah proporsionalitas pemidanaan. Artinya, akan dicari pidana yang proporsional atau seimbang bagi pelakunya.

“Jadi tidak kemudian pidana pokoknya memberatkan orang kemudian dihukum mati, kan tidak semuanya seperti itu. Menurut saya untuk Pasal 2 dan/atau Pasal 3 yang sekarang ya masih proporsional kalau dilihat dari konteksnya,” kata Iqbal saat dihubungi Urbanasia, Kamis (21/4/2022) malam.

Iqbal menambahkan, Pasal 2 UU Tipikor memang mengakomodir hukuman mati sebagai hukuman maksimalnya. Namun dalam konteks ini, ada ketentuan yang membuat hukuman itu bisa diterapkan.

“Jadi Pasal 2 ayat 2 itu sebenarnya hukuman maksimalnya adalah hukuman mati. Tapi kan itu korupsi dalam keadaan bencana alam, jadi ada kondisi tertentu yang mengakibatkan adanya pemberatan terhadap hukuman yang sewajarnya itu,” jelasnya.

Jika merujuk pada Pasal 2 ayat 2 UU Tipikor, maka yang dimaksud Iqbal sebagai kondisi tertentu itu adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi.

Kondisi yang dimaksud antara lain korupsi terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi.

“Nah kondisi pelaku tindak pidana korupsi yang kemarin itu (kasus minyak goreng, red), belum ada rilis dari penyidik bahwa itu merupakan kondisi yang dilaksanakan pada saat bencana alam,” jelas Iqbal lebih lanjut.

Bisakah Para Mafia Minyak Goreng Dimiskinkan?

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait