BPS Sebut Perekonomian Indonesia Minus 5,33 Persen, Terendah Sejak 1999

Jakarta - Pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II 2020 mengalami kontraksi mencapai minus 5,32 persen secara secara tahunan (year on year). Angka ini lebih besar dari prediksi pemerintah yang memperkirakan kontraksi ekonomi hanya di kisaran 4 persen.
Ketua
(BPS) Suhariyanto, mengatakan angka ini memburuk dari Q1 2020 yang mencapai 2,97 persen dan Q2 2019 yang mencapai 5,05 persen. Dia menambahkan, kontraksi sebesar 5,32 % ini merupakan yang terendah sejak triwulan I tahun 1999. Saat itu pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kontraksi sebesar 6,13 persen.
"Perekonomian ekonomi kuartal ini kalau dilacak terendah sejak kuartal I 1999 waktu krisis ekonomi, Saat itu pertumbuhan kontraksi mencapai 6,13 %," papar Suhariyanto dalam konferensi pers, Rabu (5/8/2020).
Perekonomian Indonesia juga merosot tajam secara quartal to quartal (q to q), dari yang tadinya 2,97 % di kuartal I 2020 menjadi -4,19 % di kuartal II.
Suhariyanto menjelaskan, kontraksi ekonomi ini disebabkan karena pandemi COVID-19 yang melanda Indonesia sejak awal tahun. Sama seperti negara lainnya, virus corona menciptakan efek domino di Indonesia, dimulai dari masalah kesehatan lalu merembet ke masalah sosial dan ekonomi. Dampaknya menghantam seluruh lapisan masyarakat mulai dari rumah tangga, UMKM hingga perusahaan besar.
BPS mencatat hampir seluruh sektor usaha penyumbang produk domestik bruto (PDB) mengalami kontraksi dan menjadi penyebab pertumbuhan ekonomi -5,32%. Sektor transportasi dan pergudangan merupakan yang terkena dampak paling besar, yakni mencapai 30,84 persen. Penurunan kinerja ini di sektor ini terjadi karena berkurangnya permintaan dari masyarakat selama pandemi COVID-19.
Meski demikian, masih ada sektor usaha yang mengalami tumbuh positif di kuartal II 2020 di antaranya sektor jasa keuangan sebesar 1,03 persen, pertanian sebanyak 2,19 persen, serta sektor informasi dan komunikasi yang mencapai 10,88 persen.