URnews

Eks Jubir KPK Febri Diansyah Tanggapi soal Kasus Suap Rachel Vennya

Shelly Lisdya, Rabu, 15 Desember 2021 16.53 | Waktu baca 4 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Eks Jubir KPK Febri Diansyah Tanggapi soal Kasus Suap Rachel Vennya
Image: Juru Bicara KPK Febri Diansyah berpose usai memberikan keterangan pers di Gedung KPK, Jakarta. (ANTARA)

Jakarta - Mantan juru bicara (jubir) KPK Febri Diansyah turut menyoroti kasus suap Rachel Vennya dan staf DPR, Ovelina Pratiwi yang tidak bisa dijerat UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) karena Ovelina bukan ASN atau PNS.

Melalui akun Twitter pribadinya, Febri menjelaskan, bahwa dalam UU Tipikor tidak hanya ASN yang bisa diproses dengan UU ini.

"Dari pemberitaan Saya membaca, pihak yg diduga menerima adalah seorang staf kontrak pegawai kontrak di sebuah lembaga negara. Jadi karena posisinya bukan PNS artinya case ini tdk bs diproses menggunakan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi? Benarkah? Tunggu dulu," tulisnya dikutip Urbanasia, Rabu (15/12/2021).

"Untuk memahami secara tepat, kita perlu baca pasal-pasal tentang suap di UU Tipikor. Pemberi: Pasal 5 ayat (1), 13. Penerima: Pasal 5 (2), 11, 12a, atau 12b. Apakah hanya PNS yang bisa diproses dengan sangkaan menerima suap? TIDAK. Karena subjek hukumnya: Pegawai Negeri/Penyelenggara Negara," cuitan lanjutnya.

Febri membedah definisi pegawai negeri dalam UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dia menegaskan bahwa Pegawai Negeri tidak sama dengan PNS. ASN dan PNS hanya beberapa di antara bentuk pegawai negeri.

Febri pun membeberkan definisi pegawai negeri dalam UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dia menegaskan bahwa Pegawai Negeri tidak sama dengan PNS. Sementara ASN dan PNS hanya beberapa di antara bentuk pegawai negeri.

"Mari kita bahas satu persatu... pelan-pelan saja. Untuk membedakan, Pegawai Negeri saya singkat (Pn), sedangkan Penyelenggara Negara (PN). Pn meliputi Pasal 1 angka 2 huruf a: Pn sebagaimana dimaksud UU Kepegawaian. Ini dapat disamakan dengan ASN, yang terdiri dari PNS dan P3K," jelasnya.

"Bentuk Pegawai Negeri (Pn) ke-2 yaitu: Pn sebagaimana dimaksud di KUHP. Wah apalagi ini? Sebelumnya, kita perlu paham, pasal-pasal suap di UU Tipikor awalnya berasal dari KUHP, tepatnya pasal tentang kejahatan jabatan. Sedangkan ruang lingkup Pn (ada juga yang gunakan istilah pejabat) ada di Pasal 92," sambungnya.

Febri mengatakan, sebelum beberapa UU dibuat terkait Pegawai Negeri, yang dijadikan rujukan adalah Pasal 92 KUHP. Sedangkan dalam istilah Belanda adalah AMBTENAAR. 

"Mahkamah Agung (MA) pada tahun 1953 pernah menerapkan Pasal 92 ini. Jauh sebelumnya, MA Belanda dalam putusannya tahun 1911 juga menegaskan arti Pegawai Negeri. Bahkan dulu pihak swasta yang menjalankan sebagian tugas pemerintah daerah juga disebut pegawai negeri," bebernya.

"Secara sederhana di putusan Hoge Raad tersebut menekankan pada keadaan apakah seseorang tersebut diangkat untuk melaksanakan sebagian tugas negara, dan bukan dikaitkan dengan kepangkatan. Bahkan putusan HR tahun 1925 menegaskan seorang swasta yang menjalankan sebagian tugas pemerintah daerah jg Pn," lanjut Febri.

Penjelasan terkait pegawai negeri di KUHP, diakui Febri memang rumit. Untuk itu, dia menjelaskan bahwa siapa pun yang menerima gaji dari keuangan negara sekalipun kontrak tetap bisa masuk kategori pegawai negeri.

"Rumit ya mmg Pegawai Negeri di KUHP. Next, mari kt lihat yg lbh klir bntuk ke-3 Pn: orang yg menerima gaji/upah dari keuangan negara/keuangan daerah. Jd jk seseorang menerima gaji, upah atau dg nama sejenis dari keuangan negara, sekalipun kontrak ttp dapat masuk kategori ini," jelasnya.

Lantas bagaimana jika pegawai kontraknya sudah berakhir? Febri mengatakan, hal tersebut tidak masalah. Sebab, pelaku bisa masuk dalam salah satu bentuk pegawai negeri seperti diatur dalam Pasal 1 angka 2 UU Tipikor.

"Tp, bgmana jk sekarang sudah diberhentikan atau kontrak berakhir? Ga masalah. Karena yg dilihat adalah apakah pd saat perbuatan dilakukan (tempus delicti) si pelaku masuk pd salah1 bentuk Pegawai Negeri seperti diatur di Pasal 1 angka 2 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," sambungnya.

"Oh ya, sekali lagi saya tidak ingin mendahului kesimpulan penegak hukum, tidak juga menyimpulkan sebuah tindak pidana terjadi/tidak. Tapi lebih sebagai edukasi bagi publik (yg mau saja) agar kita tidak keliru memahami subjek hukum Pegawai Negeri," tandasnya.

Alasan Tidak Dijerat UU Tipikor

Dirkrimum Polda Metro Jaya, Kombes Tubagus Ade Hidayat mengatakan Ovelina tidak dapat dijeat UU Tipikor karena statusnya bukan PNS yang menjadi subjek hukum dalam UU Tipikor.

"UU Tipikor dikenakan kepada Pasal 11 atau 12 yang subjek hukumnya harus pegawai negeri atau penyelenggara pemerintahan. Kalau freelence gitu, bukan pegawai negeri itu bukan subjek hukum UU di Pasal 11 tadi," ujar Tubagus di Polda Metro Jaya, Senin (13/12/2021).

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait