URtainment

Mengenal Goyang Karawang: Tari Tradisional dan Bukan Goyangan Erotis

Shelly Lisdya, Selasa, 26 Juli 2022 11.58 | Waktu baca 4 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Mengenal Goyang Karawang: Tari Tradisional dan Bukan Goyangan Erotis
Image: Ilustrasi - Penari Goyang Karawang. (Kemendikbudristek)

Jakarta - Berbicara tentang dunia seni pertunjukan tradisional di Kabupaten Karawang, dapat dikatakan bahwa sebagian besar arah pemikiran masyarakat umum akan tertuju pada satu nama, Jaipong. 

Karawang memang sejak lama dikenal sebagai salah satu daerah yang berperan penting dalam proses kelahiran jaipong. Begitu terkenalnya jaipong di Karawang, hingga banyak juga masyarakat di Karawang bahkan daerah lain yang memberikan julukan ‘goyang Karawang’ pada karya budaya yang satu ini.

Bagi masyarakat Karawang, julukan ‘goyang Karawang’ sebenarnya telah lama dikenal sebelum kemunculan seni Jaipong sebagai sebuah hasil karya seniman Bandung dan Karawang. 

Asal Usul Goyang Karawang

Setelah jaipong menjadi semakin terkenal di kalangan masyarakat luas, julukan tersebut menurut pandangan masyarakat di luar wilayah Karawang banyak ditujukan pada seni Jaipong yang juga dikenal dengan istilah 3G (goyang, gitek, geol). 

Goyang merupakan ayunan pinggul tanpa hentakan, sedangkan gitek adalah gerakan pinggul yang menghentak dan mengayun. Sementara untuk gerakan geol adalah gerakan pinggul yang memutar). 

Generasi muda masyarakat Karawang yang tidak mengetahui asal mula julukan goyang Karawang tersebut pun pada akhirnya ikut-ikutan mengarahkannya pada seni Jaipong.

Mengutip laman Kemendikbudristek, penelusuran untuk mencari latar belakang kemunculan istilah goyang Karawang oleh para peneliti dan pakar dalam bidangnya masih belum mendapatkan titik temu. 

Sebelum kelahiran seni Jaipong, wilayah Karawang juga dikenal dengan beberapa nama kesenian antara lain seni bajidoran, topeng banjet, dan tari ronggeng. 

Filosofi Goyang Karawang

Kesenian tersebut pada saat tampil juga memperagakan beberapa goyangan bagian tubuh yang sangat atraktif dan dinamis. Beberapa pemerhati budaya mengartikan bahwa gerakan tersebut menggambarkan karakter masyarakat Karawang yang terbuka, periang, dan apa adanya. 

Namun lain halnya dengan sebagian pandangan masyarakat mengenai goyangan tersebut yang dianggap lebih menampilkan sisi erotisme yang mana kultur Indonesia secara umum masih memandang negatif sisi erotisme dalam sebuah seni pertunjukan. 

Pandangan negatif tersebut kemudian diperparah dengan adanya asumsi bahwa gerakan-gerakan ‘erotis’ dalam seni pertunjukan tersebut pada zaman dahulu kerap disalahgunakan untuk melakukan beberapa tindakan yang melanggar nilai dan norma. 

Hal tersebut tentunya menjadi sebuah citra buruk terhadap nama Karawang itu sendiri. Persepsi inilah yang menginspirasi Cellica Nurrachadiana (Bupati Karawang) untuk melakukan upaya merubah pandangan negatif tersebut. 

Salah satunya adalah dengan mengadakan Festival Goyang Karawang yang berhasil tercatat dalam Museum Rekor Rekor Indonesia (MURI) sebagai festival yang dilaksanakan oleh penari terbanyak, yaitu 17 ribu orang.

Bukan Goyangan Erotis

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait