Seniman Multigenerasi Baca Surat Kartini dalam ‘Terbitlah Terang’
Jakarta - Tanggal 21 April diperingati sebagai Hari Kartini. Berbagai aktivitas dilakukan oleh masyarakat untuk mengenang sosok yang menggagas emansipasi perempuan tersebut.
Seperti yang dilakukan oleh Titimangsa dan Bakti Budaya Djarum Foundation pada Senin (21/4/2025) kemarin. Kolaborasi keduanya menyajikan pementasan bertajuk ‘Terbitlah Terang: Pembacaan Surat dan Gagasan Kartini’.
Pementasan ini melibatkan sederet nama seniman lintas generasi. Mereka secara bergantian membacakan surat-surat yang pernah ditulis Kartini di masa lalu.
“Ini menjadi momen penting bagi generasi muda untuk merefleksikan makna perjuangan dan melanjutkan semangat Kartini di masa sekarang,” kata Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation, Renitasari Adrian, Senin.
Pementasan ‘Terbitlah Terang’ digelar di Museum Nasional Indonesia dan dibawakan dengan format monolog. Surat-surat asli Kartini dihidupkan kembali melalui suara para seniman seperti Christine Hakim, Ratna Riantiarno, Reza Rahadian, Marsha Timothy, Maudy Ayunda, Lutesha, Cinta Laura, Chelsea Islan, Happy Salma, dan Bagus Ade Putra.
Dengan arahan Sri Qadariatin sebagai sutradara, para seniman multigenerasi ini tidak hanya membaca, tetapi menghidupkan isi hati Kartini yang ditulis lebih dari seabad silam.
Surat-surat yang dibacakan diambil dari buku ‘Panggil Aku Kartini Saja’ karya Pramoedya Ananta Toer, terbitan Lentera Dipantara 2006 dan ‘Kartini: Kumpulan Surat-surat 1899-1904’ karya Wardinam Djoyonegoro, Jilid 1, terbitan Pustaka Obor 2024.
Kartini menulis surat pertamanya kepada salah satu sahabat penanya, Estelle (Stella) Zeehandelaar, seorang aktivis feminisme di Belanda.
Surat tersebut menjadi titik awal dari rangkaian korespondensi yang kemudian dikenal luas sebagai bentuk pemikiran awal perempuan Indonesia tentang emansipasi, pendidikan, dan keadilan sosial.
Melalui surat-surat ini pula, Kartini tak hanya memperlihatkan kecerdasan dan kepekaan sosialnya, tetapi juga keberanian untuk menggugat struktur sosial yang timpang dan membungkam suara perempuan.