URnews

Grab Dapat Pinjaman Rp 28 Triliun di Tengah Isu IPO

Afid Ahman, Selasa, 2 Februari 2021 15.24 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Grab Dapat Pinjaman Rp 28 Triliun di Tengah Isu IPO
Image: Grab Tech Center. (grab.com)

Jakarta - Penyedia layanan ride hailing dan pengantaran makanan Asia Tenggara, Grab, telah mengumpulkan US$ 2 miliar atau sekitar Rp 28 triliun dari pinjaman berjangka pertamanya, yang disebut sebagai hutang institusional terbesar di sektor teknologi Asia, seiring perusahaan memperluas layanan regionalnya.

JPMorgan adalah bookrunner utama untuk fasilitas pinjaman tersebut, sedangkan Barclays, Deutsche Bank, HSBC, Mizuho, ​​MUFG dan Standard Chartered adalah bookrunner bersama.

Pinjaman tenor lima tahun itu ditingkatkan dari $ 750 juta atau sekitar Rp 10,5 miliar setelah perusahaan mendapatkan komitmen dari investor institusi internasional, kata Grab yang dalam sebuah pernyataan resmi yang dikutip dari Reuters.

Anthony Tan, Group CEO & Co-Founder Grab mengatakan bahwa investor mengakui nilai platform super app Grab, karena, "Kami terus membuat kemajuan yang konsisten dalam mencapai tonggak pertumbuhan dan keberlanjutan kami."

Didukung oleh investor termasuk Softbank Group Corp, Grab telah berevolusi dari operator aplikasi ride-hailing menjadi aplikasi serba ada untuk layanan seperti pengiriman makanan, pembayaran dan asuransi di Asia Tenggara, bagi sekitar 650 juta orang.

Mendapat peringkat sebagai start-up paling berharga di Asia Tenggara dengan valuasi lebih dari US$ 16 miliar atau Rp 224 triliun, Grab baru-baru ini memenangkan lisensi bank digital di Singapura.

Bulan lalu, Grab mengatakan total pendapatan bersih grupnya melonjak sekitar 70% tahun-ke-tahun pada tahun 2020 meski pandemi.

Pinjaman ini akan digunakan untuk tujuan korporat umum dan memungkinkan Grab untuk mendiversifikasi keuangannya. Grab mengatakan suku bunga pinjaman diturunkan 100 basis poin dari panduan peluncuran awal menjadi 450 basis poin di atas LIBOR.

Bisnis makanan Grab, yang mendapat keuntungan dari ledakan pengiriman makanan di seluruh sektor karena negara-negara memberlakukan lockdown, menyumbang lebih dari 50% pendapatannya. Grab berharap bisnis pengiriman makanannya mencapai titik impas pada akhir 2021.

IPO

Grab dikabarkan akan melakukan penawaran perdana (PO) tahun ini, jauh lebih cepat dari tenggat waktu pertengahan 2023. Pun begitu ada beberapa suara skeptis di pasar.

Moody's dan Standard & Poor's menyakini bahwa Grab masih akan merugi hingga awal 2023, karena perusahaan berfokus pada pengendalian biaya dan peningkatan profitabilitas.

Namun perusahaan akan memperoleh keuntungan operasional pada kuartal pertama 2021 (tidak termasuk biaya overhead regional dan lainnya). 

Sejak pertengahan 2019, Grab telah secara drastis mengurangi subsidi kepada pelanggan, pengemudi, dan merchant. Meski begitu, Grab tetap mencapai pertumbuhan, yang semakin menunjukkan kekuatan relatif dari model bisnisnya. 

Di masa depan, saat Grab mencapai keseimbangan antara mencapai pertumbuhan pendapatan dan mengendalikan biaya, profitabilitas hanya tinggal menunggu waktu.

Kedua lembaga pemeringkat itu berharap Grab dapat memenuhi kebutuhan likuiditasnya (kerugian operasional dan belanja modal) dalam dua tahun ke depan. 

Sejak 2014, perusahaan telah mengumpulkan hampir US$ 10 miliar (Rp 140 triliun), termasuk sekitar US$ 1,4 miliar (19,6 triliun) pada tahun 2020. Grab diharapkan dapat mengatasi tekanan likuiditas pada tahun 2023 dengan melakukan initial public offering (IPO) atau cara lain. 

Kedua lembaga pemeringkat tersebut tampaknya mengakui kemampuan lokalisasi Grab serta disiplin profesionalnya. Tugas penting berikutnya bagi perusahaan adalah menghasilkan keuntungan bagi investor.

Setelah pencatatan berhasil, ini juga dapat menjadi salah satu IPO terbesar di Asia Tenggara pada tahun 2021.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait