URnews

Hiu Tikus Terancam, Ini Upaya Thresher Shark Project Indonesia

Nivita Saldyni, Kamis, 13 Agustus 2020 12.23 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Hiu Tikus Terancam, Ini Upaya Thresher Shark Project Indonesia
Image: Dok. Thresher Shark Project Indonesia

Jakarta - Urbanreaders, tau kah kamu kalau hiu tikus merupakan salah satu spesies hiu yang kini berstatus terancam? Yup, International Union for Conservation of Nature (IUCN) telah mengubah status hiu tikus yang semula rentan (vulnerable) menjadi terancam (endangered) loh.

Rafid Shidqi, Co Founder and Project Leader dari Thresher Shark Project Indonesia mengatakan hal ini disebabkan oleh populasi hiu tikus yang terus menurun secara drastis. Apalagi upaya perlindungan hiu ini di Indonesia masih sangat minim.

Belum lagi aktivitas penangkapan hiu tikus masih terus dilakukan para nelayan di perairan Indonesia. Mulai dari perairan Aceh, Bali, hingga Alor di Nusa Tenggara Timur. Seperti halnya pada Mei hingga Juli lalu, sedikitnya 36 ekor hiu tikus betina dan 13 ekor hiu tikus jantan telah tertangkap.

"Kami tidak pernah menargetkan apa yang ingin kami tangkap, apakah itu hiu tikus atau ikan lainnya. Kami menangkap ikan untuk memenuhi kebutuhan," kata Suparjan, salah seorang nelayan di desa Lewalu, Alor, NTT.

Nah biasanya, hiu tikus yang tertangkap akan dipisahkan, bagian sirip akan dijual ke Larantuka untuk dikirim ke Surabaya atau Makassar. Sementara daging hiu tikus akan dijual oleh para istri nelayan ke pasar Kalabahi.

"Di wilayah Alor misalnya, sudah lebih dari 50 tahun para nelayan menangkap hiu tikus untuk dijual atau dikonsumsi," kata Rafiq lewat keterangan resmi kepada Urbanasia, Rabu (12/8/2020).

Meski begitu, Rafiq menyebut kegiatan ini belum cukup membantu perekonomian para nelayan. Mereka masih hidup jauh di bawah rata-rata dan sulit memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, termasuk pendidikan.

Belum lagi meski hanya sedikit, tapi menurut Rafiq penangkapan hiu tikus tiap tahun berdampak besar pada populasi perairan kita nih. Sebab reproduksi mereka sangat lambat.

1597295946-treseher-shark.jpgSumber: Dok. Thresher Shark Project Indonesia

"Siklus reproduksi hiu tikus hanya terjadi satu hingga dua tahun sekali, dengan jumlah anakan tidak lebih dari dua hingga empat puluh anakan," jelasnya.

Nah berangkat dari kekhawatiran itu, Rafid mengaku tergerak untuk menginisiasi Thresher Shark Project Indonesia pada 2018 silam bersama rekannya, Dewi Ratna Sari.

Bahkan setelah berhasil menginisiasi pemasangan satelit MiniPAT pada tubuh hiu tikus dan melakukan survei masyarakat terkait penangkapan hiu tikus pada 2019, kini Thresher Shark Project Indonesia bersama pemerintah akan segera merumuskan kebijakan baru untuk memberikan perlindungan kepada hiu tikus.

"Harapannya kebijakan yang baru ini tidak merugikan komunitas lokal dan masyarakat. Kebijakan yang baru tentu harus dapat menyentuh seluruh lapisan masyarakat Alor, dan tidak hanya menguntungkan pihak tertentu," pungkasnya.

Dengan bantuan dari MAC3 Impact Philanthropies, Shark Conservation Fund, Rockefeller Philanthropy Advisors, dan East West Center ini, Rafiq berharap kebijakan ini bisa bermanfaat dan digunakan dalam jangka waktu yang panjang.

Selain itu ia mengaku pihaknya juga memiliki beberapa program lain yang tak kalah penting. Mulai dari mengembangkan para pemuda Alor menjadi penjaga lautan melalui program Thresher Shark Champion hingga membangun jaringan akustik telemetri pertama di beberapa cleaning station hiu tikus.

"Kami juga memiliki projek Citizen Science dengan jangkauan lebih luas yang membutuhkan bantuan dari masyarakat seluruh Indonesia," kata Rafiq.

Pada program ini, masyarakat yang berpartisipasi akan diminta untuk dapat membuat laporan saat melihat hiu tikus dalam keadaan hidup ataupun mati.

"Laporan dari masyarakat nantinya akan kami olah menjadi sebuah data untuk mengetahui habitat dan perpindahan hiu tikus di Indonesia," pungkasnya.

Nah gimana Urbanreaders? Apakah kamu juga akan menjadi bagian dari upaya perlindungan hiu tikus di Indonesia?

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait