URnews

Kasus Corona di Indonesia Melonjak, Pandemic Talks: Lemahnya 3M dan 3T

Shelly Lisdya, Sabtu, 3 Juli 2021 09.07 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Kasus Corona di Indonesia Melonjak, Pandemic Talks: Lemahnya 3M dan 3T
Image: Rambu 'Wajib Pakai Masker' di sudut Kota Surabaya, Jawa Timur. (Ilustrasi/Antara)

Jakarta - Selama satu tahun lebih pandemi COVID-19 di Indonesia, Inisiator acara bincang virtual bertema 'Bicara Darurat COVID with Pandemic Talks & dr Tirta', Firdza Radiany menilai upaya tes, telusur, dan tindak lanjut (3T) belum optimal dilakukan pemerintah dan membuat kasus virus corona melonjak.

Ia juga menyebut, sudah kerap kali epidemiolog memeringatkan bahwa kurangnya peningkatan 3T dari pemerintah pusat dan daerah, namun masih diabaikan. Tak hanya itu persentase testing yang dilakukan epidemiolog hingga saat ini hanya mampu menyasar tak lebih dari tiga persen jumlah penduduk Indonesia.

"Dalam menangani kasus virus corona ini, fokusnya hanya 3T, 3M dan hentikan mobilitas masyarakat. Tapi 3T masih sangat lemah, hampir tidak ada perubahan. Bahkan, jumlah testing kita semakin melemah," katanya dalam bincang di Clubhouse, Jumat (2/7/2021) malam.

Penanganan virus corona di Indonesia ini menurutnya tak hanya di 3T. Penguatan penerapan protokol kesehatan 3M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak) juga sangat kurang impelementasinya di tengah masyarakat.

"Kita sadar edukasi ke masyarakat itu kurang, kadang juga ada petinggi daerah yang tidak patuh dan masih banyak lagi. Komunikasinya yang masih buruk," tegasnya.

Kasus COVID-19 di Indonesia hingga 3 Juli 2021 sudah menyentuh 2,2 juta dengan angka kesembuhan 1,89 juta. Namun, Firdza menyebut pemerintah hanya fokus pada kesembuhan pasien. 

"Banyak yang sembuh otomatis banyak yang sakit. Padahal yang sembuh bisa jadi long covid, gejalanya masih tersisa meskipun sembuh. Tolong jangan hanya fokus kesembuhan," ungkapnya.

Lemahnya 3T, Firdza juga menilai ada kekurangan keterbukaan informasi data antara pemerintah daerah ke pemerintah pusat. Seperti misalnya jumlah kasus di salah satu daerah di Indonesia ternyata tidak sesuai dengan data di pemerintah pusat.

"Saya telaah ini ada missing link leadership dari pemerintah daerah. Padahal mata rantai penyebaran COVID bisa putus itu ya dari daerah," imbuhnya.

Ketika ditanya kapan Indonesia akan sama seperti Singapura dalam hal penanganan COVID-19, ia menyebut itu bisa saja terjadi apabila seluruh elemen masyarakat mulai dari pemerintahan sampai penduduk tidak melakukan tiga kesalahan ini.

Tiga kesalahan menurut Firdza adalah pertama kurang keterbukaan data dari pemerintah daerah, kedua masih kurangnya edukasi masyarakat yang akhirnya timbul klaster di suatu wilayah dan terakhir adalah data laporan dari aplikasi dokter.

"Sudah saya bilang di awal permasalahannya ya seputar ini, kurangnya data kemudian apabila terjadi klaster kadang juga tidak melaporkan ke pihak terkait. Dan yang terakhir itu laporan dari aplikasi dokter, nah itu kan nggak masuk ke data pemerintah. Ini bisa korupsi data," tandasnya.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait