URnews

Kasus COVID-19 Anak Meningkat, Epidemiolog UGM: Senjata Kita Ada di Prokes

Nivita Saldyni, Jumat, 25 Juni 2021 11.23 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Kasus COVID-19 Anak Meningkat, Epidemiolog UGM: Senjata Kita Ada di Prokes
Image: Anak anak (Pixabay/Leo_Fontes)

Yogyakarta - Tren kasus COVID-19 di berbagai daerah di Indonesia tengah meningkat, termasuk pada anak. Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Prof. Aman Bhakti Pulungan bahkan belum lama ini menyebutkan kasus COVID-19 pada anak usia 0-18 tahun di Indonesia mencapai 12,5 persen.

Bahkan mirisnya, data IDAI juga menunjukkan bahwa Case Fatality Rate atau tingkat kematian pada anak di Indonesia akibat COVID-19 mencapai 3 - 5 persen.

"Jadi kita ini kematian yang paling banyak di dunia. Bisa dibayangkan, 1 dari 8 (terkonfirmasi positif) itu anak dan meninggal 3-5 persen. Jumlah kematiannya itu 3-5 persen dan ini bervariasi setiap minggunya," kata Aman dalam konferensi pers virtual, Jumat (18/6/2021) lalu.

Merespons hal tersebut, epidemiolog UGM, dr. Citra Indriani mengatakan bahwa sebenarnya sejak awal anak-anak memang mempunyai risiko untuk terinfeksi sars cov-2. Bahkan di DIY sendiri, kata Citra, kasus pertama COVID-19 adalah anak-anak.

“Pengetahuan kita belum sepenuhnya lengkap untuk virus ini, sehingga masih berkembang. Apalagi virus pun mengalami mutasi dan menyebabkan perubahan karakternya,” kata Citra lewat keterangan resmi, Jumat (25/6/2021).

Ditambah lagi saat ini masih belum ada vaksin yang direkomendasikan untuk anak. Alhasil masyarakat pun tak bisa mengandalkan vaksinasi, sebab kita masih menunggu hasil uji klinis vaksin COVID-19 untuk anak- anak.

Oleh karena itu, Citra menyebut bahwa senjata paling ampuh saat ini adalah protokol kesehatan. Kuncinya, orang tua harus mau menjaga protokol kesehatan dan menjadi contoh bagi anak-anak mereka.

“Kembali lagi, senjata kita ada di prokes. Makan bersama dengan orang selain di luar rumah pun sangat berisiko karena sama-sama membuka masker dan pastinya ngobrol dan hal ini kalau kita lihat masih banyak yang melakukan. Anak-anak bisa dilindungi bila kita yang dewasa, para orang tuanya, pengasuhnya juga menjalankan prokes dengan ketat,” jelas Citra.

Selain itu, ia pun khawatir apabila pembelajaran tatap muka dimulai di sekolah akan memperparah angka kejadian kasus COVID-19 pada anak. Oleh karenanya ia menilai langkah pemerintah daerah yang wilayahnya memiliki transmisi tinggi untuk menunda kegiatan tatap muka sudah tepat.

"Di tengah belum adanya vaksin yang efektif bagi anak untuk mencegah penularan virus COVID-19, penerapan prokes pada anak-anak dan prokes ketat dari orang tua sebenarnya diharapkan sebagai senjata terakhir untuk melindungi anak-anak dari paparan infeksi virus corona," ungkapnya.

“Proses 3T (test, tracing, treatment) tidak untuk melindungi anak-anak, tapi prokes anak dan prokes orang tualah yang melindungi,” tegas Citra.

 

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait