URguide

Kecemburuan dan Sandiwara di Media Sosial

Wildanshah, Senin, 9 Mei 2022 11.46 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Kecemburuan dan Sandiwara di Media Sosial
Image: Ilustrasi main media sosial. (Pixabay/YashilG)

Jakarta - Generasi muda hari ini adalah generasi yang kesepian di tengah keramaian. Kita berkumpul bersama di media sosial, beradu nasib dan gaya hidup namun tetap merasa hampa karenanya.

Aneh memang, di dunia maya yang katanya mampu menghubungkan setiap orang melalui koneksi internet, kita malah merasa terisolasi di dunia nyata. 

Konon katanya, jejaring media sosial dapat meningkatkan jumlah teman secara berlipat ganda. Dari yang kita rasakan, jujur ini tidaklah bermakna, sering kali yang terjadi malah sebaliknya, kita begitu merana, merasa inferior, dan tertekan, melihat teman sebaya ‘terlihat’ lebih sukses, lebih berhasil, dan lebih bahagia.

Mungkin sebagai besar dari kita mengikuti seseorang di media sosial dimulai dengan kekaguman, lambat laun kekaguman tersebut cenderung menyeret kita pada kecemburuan terhadap orang lain. 

Kecemburuan terhadap orang lain, bagi Saya adalah perasaan soal rasa tidak nyaman, ketakutan, dan kekhawatiran tentang hidup yang sedang kita jalani.

Kecemburuan di media sosial ini bercampur secara paradoks dengan harapan dan kecemasan. Di satu sisi kita berharap untuk menjadi lebih baik, di sisi yang sama kita mengalami defisit kepercayaan diri karena digempur kehidupan orang lain yang sedang membangun ‘citra positif’ di linimasa.  

Digitalisasi membentuk generasi masa kini yang begitu mencintai kehidupan orang lain, ketimbang hidupnya sendiri. Era ini menuntut kita berlomba-lomba untuk mencari perhatian dengan berbagai intrik. 

Anehnya, Saya lihat, anak muda malah mendapatkan ‘pujian’ ketika ia menjadi orang lain yang bukan jati dirinya. Kekaguman atas diri sendiri selalu dibandingkan dengan meniru gaya hidup orang lain di dalam maupun luar negeri. Kawula muda masa kini terlalu memusatkan perhatian pada kebiasaan, kebudayaan, dan harapan di luar dirinya.

Misalnya, narsisme semu yang mengakar di generasi Z dan generasi alpha, generasi ini terlihat lebih percaya diri namun menjadikan pendapat orang lain sebagai tumpuan kehidupannya.

Bisa dikatakan ini ironis, mereka menganggap diri mereka adalah segalanya, namun masih membutuhkan pengesahan dari orang yang tidak ia kenal sama sekali di media sosial. Bisa dibilang, mereka seperti tidak bisa hidup tanpa ada orang yang menontonnya. 

Dilandasi oleh kecemburuan dan haus pengakuan, generasi ini selalu mencari cara untuk mendapatkan atensi dari teman sejawat dengan menjadikan media sosial mereka sebagai etalase gaya hidup ideal. Sebagaimana etalase di supermarket,  generasi muda menampilkan diri sebaik dan sekeren mungkin, bahkan suka melebih-lebihkannya agar terlihat hebat.

Karena ‘citra diri’ di platform digital sangat sentral bagi kehidupan kawula muda hari ini, pada akhirnya penampilan fisik menjadi aset yang diperhitungan cukup serius. Untuk memiliki ‘daya tarik’ di dunia maya, cukup banyak muda-mudi mulai melakukan perawatan kulit, rutin fitness, menggunakan make up, diet ekstrem, atau pilihan yang paling instan menggunakan aplikasi seperti Beauty Plus App.

Maka tidak heran, generasi muda kita kini seperti selebriti dengan sedikit aroma romusha. Sebagai selebriti mereka memandang media sosial sebagai panggung sandiwara, agar sesuai dengan ekspektasi penonton mereka bekerja seperti romusha dengan terus-menerus bekerja rodi untuk memuaskan fantasi penonton yang tidak membayarnya sepeser pun.

**) Penulis merupakan Komisaris perkumpulan Warga Muda, Inisiator Local Heroes Network dan Chief Destruction Officer Mindstream!. Sejak awal ia berkarir sebagai youth development specialist yang telah dipercaya baik oleh institusi pemerintahan, lembaga swasta dan CSO. Saat ini ia tergabung ke dalam Indonesia Consortium for Cooperative Innovation (ICCI) dan Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI).

**) Tulisan ini merupakan tanggung jawab penulis secara pribadi, bukan pandangan Urbanasia

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait